Dalam laporan Kantor Kabinet Jepang bulan September ini , Pemerintah Jepang secara resmi akhirnya menurunkan prospek terhadap perkembangan ekonomi negaranya menyoroti risiko perlambatan ekonomi yang ditimbulkan oleh Tiongkok dan rencana kenaikan suku bunga AS. Secara prinsip pemerintah Jepang mengakui bahwa sebetulnya kondisi perekonomian Jepang saat ini sudah berada di jalur pemulihan yang diharapkan, tetapi tekanan eksternal yang cukup besar sudah mengganggu tren pemulihan ekonomi Jepang ayng sempat mengalami resesi pada tahun 2014 lalu akibat dinaikkannya pajak penjualan nasional sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat lumpuh seketika.
Pemangkasan outlook ekonomi tersebut senada dengan apa yang dilakukan lebih dulu olehs alah satu lembaga pemeringkat internasional yaitu Standard & Poor (S&P). Lembaga ini pasalnya menurunkan kredit rating Jepang ke level ‘A + / A1′ dari level ‘AA / A1 +’, dikarenakan terus memburuknya prospek ekonomi global dalam beberapa tahun mendatang, meskipun memang untuk prospek kredit rating jangka panjang Jepang diakui masih cenderung stabil. S&P mulai melihat bahwa strategi kebangkitan ekonomi pemerintah Jepang yang dijuluki “abenomics “tidak akan mampu mengangkat perekonomian Jepang karena besarnya populasi penduduk tua di Jepang mendominasi usia produktif sehingga produktivitas negara otomatis menurun dan deflasi terus memperburuk posisi fiskal Jepang yang sangat lemah.