Memiliki Khasiat Pencegahan, Dokter Reisa: Dexamethasone Bukan Penangkal Covid-19

0
522
Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Gugus Tugas Nasional Dokter Reisa Broto Asmoro. FOTO: BNPB

(Vibizmedia-Nasional) Pasca Badan Kesehatan Dunia atau WHO telah mengeluarkan rilis yang merekomendasikan penggunaan obat Dexamethasone untuk penanganan Covid-19, karena dinilai efektif dan bermanfaat pada kasus berat Covid-19. Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Dokter Reisa Broto Asmoro menegaskan bahwa obat tersebut bukan penangkal Covid-19 dan hanya menjadi kombinasi obat-obatan.

“Obat ini tidak memiliki khasiat pencegahan. Ini bukan penangkal Covid-19, ini bukan vaksin,” ungkap dokter Reisa Broto Asmoro dalam keterangannya di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Jumat 19 Juni 2020.

Menurutnya, Dexamethasone yang telah digunakan untuk jangka panjang, tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba. Dalam hal ini, dokterlah yang akan menurunkan dosis secara bertahap, sebelum menghentikan obat ini.

“Penderita yang telah mengkonsumsi untuk jangka panjang, tidak boleh menghentikan konsumsi obat secara tiba-tiba, tanpa sepengetahuan dokter. Penggunaan untuk jangka panjang juga ada efek sampingnya,” jelas dokter Reisa.

Meski harganya terjangkau, tambahnya, penggunaan Dexamethasone wajib melalui konsultasi dokter, agar tidak menimbulkan efek samping dari obat tersebut.

“Selalu konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum menggunakan obat ini, agar tidak terjadi efek samping. Terutama, bila memiliki alergi pada makanan, obat, maupun bahan lain yang terkandung didalamnya,” kata Dokter Reisa.

Penggunaan obat tersebut, lanjutnya, tidak boleh sembarangan diberikan kepada siapa saja dan harus melihat faktor usia.

“Karena dosis dan lama penggunaan Dexamethasone diberikan berdasarkan usia, kondisi, dan reaksi pasien tersebut terhadap obat,” katanya.

Terkait dengan rekomendasi WHO, obat Dexamethasone lebih dianjurkan untuk pasien yang terkonfirmasi dengan sakit berat, kritis, membutuhkan ventilator dan bantuan pernafasan.

Adapun rekomendasi tersebut juga mengingat bahwa obat tersebut dapat mengurangi risiko kematian hingga 20-30 persen.

“Obat ini dianjurkan karena akan mengurangi jumlah kematian sebesar 20 sampai 30% dari kasus-kasus tersebut,” tegasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here