(Vibizmedia-Kolom) Budaya baru telah tercipta saat ini, perubahan ini harus dilakukan agar dapat survive melalui kondisi baru di seluruh dunia. Demikian juga hal ini terjadi pada layanan kereta api Commuter Line. Operator Layanan Kereta Rel Listrik Commuter Line di Indonesia, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), sekarang ini sedang menerapkan protokol kesehatan bagi warga Jakarta dan kota-kota penyangga di sekitarnya. Penerapan ini dilakukan untuk melakukan peruban budaya sehat bertransportasi. Adaptasi pada kebiasaan baru di Indonesia menjadi prioritas dalam layanan kereta Commuter Line.
Bagaimanakah hal ini dapat dilakukan dengan cepat untuk hampir 11 juta penduduk Jakarta dan kota penyangga di sekitarnya antara lain Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang yang merupakan tempat tinggal para pekerja di Jakarta. Memang menjadi kebutuhan utama penduduk untuk bisa melakukan mobilitas untuk menghidupkan perekenomian. Layanan kereta Commuter Line sangat vital untuk tujuan mobilitas ini. Sebelum pandemi COVID-19 Commuter Line melayani 1 juta pengguna setiap harinya. Masuk masa transisi saat ini Commuter Line jumlah pengguna kereta melayani 380 ribu pengguna setiap hari.
PT KCI menerapkan beberapa kebiasaan yang tidak dilakukan pada kondisi normal. Masker adalah kewajiban bagi para penumpang kereta api, pengecekan suhu tubuh, serta tidak berbicara di KRL. Balita juga tidak diperbolehkan naik KRL dan, penumpang berusia lanjut hanya diperbolehkan naik KRL di luar jam sibuk. Pos kesehatan, wastafel dan ruang isolasi adalah fasilitas yang sekarang disediakan di setiap stasiun. PT KCI juga melakukan pembatasan jumlah penumpang, 74 orang setiap gerbong kereta.
Pada jam sibuk, PT KCI melakukan penyekatan, membuat pembagian zona antrean dengan tujuan pembatasan penumpang tidak berdesak- desakan. Di Stasiun Bogor sebagai stasiun dengan volume tertinggi, antrean pengguna menuju ke peron dibagi dalam empat zona untuk mencegah kepadatan di dalam kereta. PT KCI juga menyediakan informasi sosial media dan aplikasi KRL Access. Informasi yang disediakan adalah jumlah antrean, sehingga diharapkan merencanakan kedatangan ke stasiun menjadi perubahan budaya pada masayarakat.
Perubahan budaya ini tentunya menghadapai tantangan yang tidak mudah, apalagi membuat perubahan untuk ratusan ribu hingga jutaan pengguna Commuter Line. Perubahan bisa cepat dilakukan bila hal ini telah menjadi sebuah gerakan. Proses sebuah gerakan bisa mengambil model diffusion of innovation

Pendekatan ini membuat perilaku masyarakat menjadi innovators, early adopters, early majority, late majority, laggards. Mengenali akan hal ini membuat PT KCI akan dengan cepat melakukan perubahan. Mengumpulkan mereka yang bersetuju dengan perubahan ini adalah yang pertama dilakukan. Gagasan ini memerlukan role model untuk menjadi sebuah gerakan. KCI bisa menambahkan dengan kehadiran tokoh idola yang menaati protokol kesehatan di stasiun. Diharapkan gerakan awal ini akan membuat sedikitnya 2,5% perubahan terjadi melalui para innovators ini.
Selanjutnya kelompok yang akan bergerak karena ada idola mereka yang disiplin pada protokol kesehatan, adalah early adapters. Perilaku 13,5% dari masyarakat pengguna KRL akan mendorong perubahan yang besar. Early majority ada 34% merupakan masyarakat yang menyenangi perubahan bila melihat semakin banyak idola mereka melakukan perubahan. Late majority adalah jumlah besar yang akan berubah, dan tersisa untuk berubah adalah 16% masyarakat yang tergolong laggards atau pemalas.
Perubahan yang akan dilakukan oleh KCI bukanlah yang pertama kali. Sistem kartu elektronik adalah perubahan budaya yang pernah dilakukan KCI pada tahun 2013. Perubahan ini juga tidak mudah, bagi masyarakat yang sudah puluhan tahun tidak tertib bahkan tidak membayar menggunakan Commuter Line. Namun perubahan sudah terjadi sekarang, kita percaya KCI akan berhasil juga melakukan perubahan untuk kemajuan bangsa.