(Vibizmedia-Nasional) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan perhutanan sosial yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dalam 6 tahun ini, dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat telah berjalan sebanyak 4.2 juta hektar dari total 12,7 juta hektar keseluruhan taget perhutanan sosial hingga 2024. Diharapkan sisa lahan yang perlu dikembangkan dapat diselesaikan dalam empat tahun mendatang.
Sejauh ini, perhutanan sosial di Indonesia menghadapi sejumlah isu yang harus segera di selesaikan. Isu publik yang mencuat mengenai kawasan hutan yang sah atau yang tidak mengalami konflik kepemilikan, kemudian sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta badan usaha dan LSM. Isu mengenai kapasitas, kualitas, dan sarana prasarana pendukung juga menjadi isu publik terkait perhutanan sosial. Isu-isu publik lainnya seperti penyuluhan, pembangunan masyarakat desa, pengelolaan terintegrasi dari hulu ke hilir juga perlu diperhatikan.
Penataan perhutanan sosial pada prinsipnya sangat diperlukan untuk memberikan pemerataan (equity) dalam distribusi penguasaan lahan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat hidup lebih makmur. Menteri Suharso berpendapat bahwa urgensi untuk menata kebijakan perhutanan sosial dilakukan untuk memberikan kepastian hak-hak masyarakat desa dan memberikan pendampingan dalam penguasaan hutan.
“Urgensi dalam kebijakan perhutanan sosial yakni untuk memberikan kepastian hak-hak masyarakat desa atas pemberian hak pengelolaan hutan negara kepada masyarakat serta pengakuan terhadap hutan adat yang telah ada pada kelompok masyarakat baik yang berada di luar maupun di dalam kawasan hutan negara,” jelas Suharso usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo mengenai Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Perhutanan Sosial melalui video konferensi pada hari Selasa, 3 November 2020.
Kemudian dalam hal pendampingan penataan penguasaan hutan, kebijakan ini nantinya akan memastikan good governance dalam melakukan pengelolaan hutan, menyelesaikan konflik sosial akibat perambahan hutan, mengurangi kekuatan jaringan ‘Pengijon’ dan ‘middle man’ di dalam rantai industri pedesaan berbahan baku hasil hutan.
Kebijakan mengenai perhutanan sosial telah tersusun dalam RPJMN 2020 – 2024 yang tertuang menjadi Prioritas Nasional ke 3 yakni dalam hal Meningkatkan SDM Berkualitas dan Bedaya Saing. Perhutanan Sosial merupakan kegiatan prioritas nasional yang mendorong pengelolaan hutan secara lestari di dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) melalui pemberian akses masyarakat secara sah.
Menurutnya, selain meningkatkan kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup, Perhutanan Sosial juga diarahkan untuk mendukung pengentasan kemiskinan dan ke depannya meningkatkan perekonomiaan daerah dan nasional.
“Pada RPJMN 2020-2024, Perhutanan Sosial tidak lagi difokuskan pada luasan izin saja, namun juga pada industri pengolahan produk untuk meningkatkan nilai tambah dan pemasarannya,” kata Suharso.
Ia juga mengusulkan mengenai pembuatan Road Map yang mencakup rencana detail Perhutanan Sosial setidaknya dalam 5 tahun ke depan. Selain itu, yang tak kalah penting juga diperlukan strategi keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan dan juga komitmen pemerintah daerah.
“Sebagai penjabaran dari RPJMN perlu disusun Roadmap Perhutanan Sosial setidaknya dalam 5 tahun ke depan. Road Map ini memuat rencana yang lebih detail dengan rencana aksi dari masing-masing pihak, termasuk integrasi program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan berbagai K/L ataupun pemerintah daerah dari mulai provinsi, kabupaten, hingga desa,” terang Suharso.