(Vibizmedia – Kolom) Hari ini 3 November 2020, beberapa jam lagi rakyat Amerika Serikat akan menentukan pilihan untuk presiden AS periode 2021-2024. Pemilihan presiden kali ini dilakukan ditengah pandemi Covid-19, sehingga jumlah orang yang memberikan suara lewat surat juga mencapai rekor karena khawatir tertular Covid-19. Menurut laman US Election Project milik Universitas Florida, ada hampir 60 juta warga AS memberikan suara mereka melalui surat.
Dalam situasi pandemi seperti ini maka topik penting yang menjadi perhatian adalah apakah ekonomi AS mampu menghadapi pukulan akibat pandemi Covid-19 ini?
Namun pada akhir pekan lalu, berita yang sangat menarik dari Laporan Departemen Perdagagan AS bahwa ekonomi Amerika Serikat menunjukkan recovery yang sangat kuat pada kuartal ketiga, dengan rebound 33,1% secara tahunan (yoy), sementara pada kuartal kedua mengalami kontraksi yang sangat tajam sebesar -31,4%.
Rebound ini di atas estimasi dari para ekonomi, dimana survey Dow Jones memperkirakan 32%, pencapaian ini merupakan rekor pertumbuhan GDP tertinggi pasca perang dunia kedua, yang pernah mencapai 16,7% pada kuartal pertama 1950.
Rebound pertumbuhan ekonomi AS ini menjadikan AS menjadi negara dengan pertumbuhan tertinggi dibanding dengan rata-rata negara G7 dari tahun 2017 hingga 2019, karena beberapa negara Zona Eropa mengalami kontraksi hingga 1,5 kali dari kontraksi ekonomi AS.
Sehingga secara kuartalan (qoq) GDP AS telah tumbuh 7,4% pada kuartal ketiga, melonjak dari -9% pada kuartal kedua, berarti mencapai 2/3 dari kontraksi semester pertama 2020 yang mencapai -10,1%.
U.S. GDP Growth Rate: 2018 – 2020
Super V-Shaped Recovery
Memang di akhir Oktober 2020, dapat dikatakan sesuatu yang mengejutkan terjadi secara spektakular pada ekonomi AS menjelang pemilu presiden AS.
Rebound pertumbuhan ekonomi ini bukan saja memecahkan rekor pertumbuhan ekonomi AS sepanjang sejarah, bahkan pertumbuhan ini dua kali lipat dibanding dengan rekor yang dicapai pada tahun 1950.
Sekalipun pertumbuhan yang spektakular ini tidak berasal dari stimulus yang digelontorkan pemerintah AS, bahkan sektor pemerintah sedikit menurun pada kuartal ketiga, namun sektor swasta naik 40% dan bahkan investasi bisnis swasta melonjak hingga mencapai 83%.
Belanja konsumen swasta, yang memegang peranan atas 70% dari ekonomi AS, bertumbuh 40% dimana kenaikannya dipimpin oleh kenaikan di dalam belanja kendaraan bermotor, dan penjualan pakaian serta sepatu.
Hal ini sangat banyak peran dari Trump yang tidak menyerah sekalipun proposal paket stimulus USD 1,8 triliun-nya terganjal oleh Pelosi, tetapi upaya mendorong pemulihan ekonomi AS yang sempat menghadapi kritik, dan diperkirakan hanya tumbuh sekitar 10%-15% semuanya terbukti meleset.
Trump Economy VS Covid-19
Pencapaian ekonomi pada Januari, Februari 2020 menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS sangat kuat, dimana ekonomi AS 2020 tumbuh 4% secara tahunan, yang tidak pernah kita lihat pada dua dekade sebelumnya. Kemudian pandemi Covid-19 menyerang hingga pada pertengahan Maret hingga April 2020 perekonomian hampir lumpuh karena dampak pandemi ini.
Pengaruh dari shutdown pada Maret sangat buruk pada ekonomi AS hingga mengalami kontraksi -5% secara tahunan pada kuartal pertama, dilanjutkan shutdown pada April 2020 sehingga kuartal kedua terkontraksi lebih buruk lagi hingga -33% secara tahunan.
Namun sejak 1 Mei 2020, ekonomi kembali dibuka maka lapangan pekerjaan terbuka lagi 200.000 – 300.000 secara rata-rata bulanan. Dimana penciptaan lapangan kerja yang paling hebat terjadi hingga mencapi 1,6 juta hanya dalam satu bulan saja. Pada Mei 2020, 2,8 juta lapangan kerja tercipta, lalu Juni 2020 melonjak hingga 4,6 juta lapangan kerja. Sehingga dengan 1,8 juta lapangan kerja baru pada bulan Juli dan 1,4 juta pada bulan Agustus 2020, maka V-shaped recovery akan terlihat sangat kuat, biasa disebut “Super V-shaped Recovery”.
Stimulus Ekonomi dan Pemulihan
Meskipun V-shape mulai sedikit melandai pada September 2020, namun ekonomi masih bertumbuh dengan cepat. Dengan paket stimulus kedua diharapkan akan menambah dorongan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal keempat. Bahkan sebenarnya tanpa stimulus saja pada kuartal keempat sudah terlihat arah pertumbuhan ekonomi AS yang sangat kuat.
Sekalipun demikian, kondisi sekarang ini masih ada 8 hingga 10 negara bagian yang masih belum berani membuka ekonominya karena Covid-19, seperti New Jersey, New York, Pennsylvania, Illinois, Michigan, California, Washington dan Oregon, sehingga melemahkan pemulihan ekonomi AS secara menyeluruh.
Pulihnya Psikologi Pasar
Pasar bursa saham terpantau langsung bereaksi positif dengan berita siginifikan tersebut. Respon pasar ini paralel dengan sejumlah kinerja ekonomi AS di era Trump. Misalnya, tingkat pengangguran di AS sebelum pandemi datang berada di level terendah sepanjang 50 tahun terakhir di sekitar level 3,5%. Kemudian, ketika pandemi datang dan itu melonjakkan tingkat pengangguran ke level tinggi 14,7%. Namun, pemulihan cepat juga terjadi, dengan terpangkasnya tingkat pengangguran ke level 7,9% pada September 2020.
U.S. Unemployment Rate: 1948 – 2020
Indikasi kemampuan Trump dalam penanganan ekonomi di masa tekanan pandemi tentunya itu yang dapat dirasakan secara real oleh masyarakat Amerika, yang melihat bukti nyata ketimbang -mungkin- pihak yang baru sebatas janji kampanye.
Ekspektasi Pasar dan Pemilu Presiden AS 2020
Bila Trump menang:
Kebijakan Trump adalah pro dunia usaha, sehingga kebijakannya yang telah membawa ekonomi bertumbuh akan terus bisa dipertahankan dan bahkan bila kemenangannya mampu menguasai suara kepresidenan dan kongres, diharapkan ekonomi bisa lebih terdongrak lagi.
Dengan kebijakan pajak rendah, kurangnya intervensi pemerintah, lebih mengutamakan kebebasan dan tanggung-jawab individu serta penegakan hukum, maka kepastian ekonomi akan lebih terjaga, sehingga pertumbuhan akan lebih baik, kesempatan masyarakat lebih terbuka, upah meningkat dan inflasi akan cenderung rendah.
Bila Biden menang:
Joe Biden lebih konsentrasi untuk membenahi ketimpangan masyarakat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, sehingga untuk hal itu rancangan ekonominya adalah menaikkan pajak untuk seluruh masyarakat AS.
Berarti dengan peningkatan pajak, yang juga akan menghantam masyarakat berpendapatan tinggi, yang merupakan salah satu sumber modal akan ikut terdampak, sehingga akan merugikan pertumbuhan ekonomi. Biden bukan hanya ingin menaikkan pajak tetapi juga akan meningkatkan pajak terhadap capital gains, dari sekarang maksimum 23,8% menjadi sekitar 43%. Tentunya ini akan melemahkan pemupukan modal dan cenderung melambatkan pertumbuhan ekonomi yang sangat diperlukan untuk suatu pemulihan segera dari Covid-19.
Biden juga merancangkan kontrol pada health care, termasuk juga health care pada dunia pendidkan, sehingga hal ini mengekang kebebasan individu, tetapi lebih cenderung mendorong tanggung-jawab sosial dibanding tanggung jawab indidivu, hal ini juga cenderung melambatkan pertumbuhan ekonomi. Selama pemerintahan Obama/Biden, pertumbuhan ekonomi AS tidak lebih dari 2% per tahun.
Respon Pasar Global
Dalam suasana pandemi Covid-19, ini maka segala bangsa sedang berusaha untuk mengatasi masalah kesehatan dan juga pemulihan ekonominya.
Kecenderungan bahwa ekonomi global melambat akibat pandemi ini, maka pasar global lebih mengharapkan presiden AS yang lebih pro pertumbuhan ekonomi.
Dampak dari pertumbuhan ekonomi AS akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi global, dan tentunya negara yang mempunyai akses pasar global akan berharap bahwa perlambatan ekonomi global ini segera pulih. Dengan pulihnya ekonomi AS juga terbuka peluang-peluang perdagangan global yang akan menjadi pemicu pertumbuhan negara yang menjadi partner dagangnya.
Dalam hal perang dagang dengan China, maka platform dari pemerintahan Trump untuk mencegah dominasi China di pasar global lebih diketahui arahnya oleh pasar, sehingga peluang-peluang perdagangan juga lebih terbaca pada pasar global. Dengan trend seperti ini maka bisa dimanfaatkan sebagai peluang pasar ekspor bagi produk-produk Indonesia.