Prospek Emiten Farmasi (SIDO, KAEF, KBLF) Dimasa Pandemi 2021

0
653

(Vibizmedia – Column) – Sejumlah emiten farmasi mencatatkan kinerja positif sepanjang masa pandemi Covid-19 tahun 2020. Kinerja ini berlanjut pada 2021 dengan prospek yang baik.

Sejumlah emiten healthcare dan farmasi telah merilis laporan keuangannya untuk tahun 2020 yang mengalami pertumbuhan karena didukung beberapa hal dimana terjadi perubahan kebiasaan konsumen selama masa pandemic dengan meningkatnya kesadaran untuk menjaga daya tahan tubuh yang menaikkan permintaan akan produk-produk nutrisi kesehatan, vitamin dan minuman herbal.

Meskipun untuk periode 2021, emiten farmasi masih memiliki sejumlah tantangan guna mempertahankan kinerja baiknya yang telah dicapai di masa pandemic Covid-19 tahun 2020, seperti bahan baku obat yang kebanyakan masih diimpor dari luar sehingga fluktuasi nilai tukar rupiah akan cukup berdampak terhadap biaya pembuatan obat.

Saham SIDO – PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk

PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) yang merupakan perusahaan jamu terbesar di Indonesia. Produk SIDO dikategorikan ke dalam produk herbal, produk Makanan & Minuman, dan produk farmasi.

Produk jamu andalannya antara lain Tolak Angin. Kontributor utama penjualan SIDO adalah Segmen Jamu yang memberikan kontribusi 66,6 persen dari total penjualan pada tahun 2020. Segmen Makanan dan Minuman memberikan kontribusi 30,15 persen dan Segmen Farmasi memberikan kontribusi 3,25 persen.

Faktor utama yang mendorong pertumbuhan ukuran pasar jamu adalah meningkatnya populasi yang menua, meningkatnya pembeli wanita untuk suplemen makanan, menggunakan produk jamu oleh demografi muda, dan meningkatkan kesadaran konsumen untuk tindakan perawatan kesehatan preventif.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjalani pola hidup sehat dan mengonsumsi suplemen kesehatan.

Manfaat investasi di saham SIDO dapat dilihat dari sejumlah alasan yakni SIDO merupakan pemain terkemuka di segmen herbal. SIDO adalah produsen jamu terbesar dan modern di Indonesia. Perusahaan juga menjadi market leader untuk kategori produk jamu / tradisional dengan pangsa pasar sebesar 38,3 persen.

Produk seperti Tolak Angin, merupakan produk jamu nomor satu di Indonesia dengan pangsa pasar 71 persen untuk kategori produk jamu gejala flu.

Sementara itu, Kuku Bima Energi adalah pelopor minuman energi rasa buah di Indonesia dan juga pemain minuman energi terbesar kedua dengan pangsa pasar 40 persen di kategorinya.

Selain itu, SIDO memiliki jaringan distribusi yang kuat melalui anak usahanya PT Muncul Mekar yang terdiri atas 122 sub-distributor di bidang perdagangan umum dan bekerja sama dengan pedagang eceran modern dan farmasi, serta toko online di Indonesia.
Produk SIDO juga telah tersedia di beberapa negara terutama tiga negara fokus ekspor utama yakni Malaysia, Nigeria, dan Filipina. Pada Agustus 2020, SIDO memasuki pasar Arab Saudi dengan mengirimkan ekspor perdananya Tolak Angin Cair, yang merupakan produk andalannya.

Sementara itu, risiko utama masih datang dari fluktuasi harga bahan baku, semakin kuatnya persaingan usaha di sektor jamu, serta risiko rantai pasokan.

Emiten PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. mencatat penjualan bersih tumbuh 9 persen menjadi Rp3,3 triliun.

Adapun, kenaikan laba bersih cukup signifikan sebesar 16 persen menjadi Rp934,01 miliar. Margin laba bersih pun meningkat menjadi 28 persen dari tahun 2019 sebesar 26 persen. Pada 2021, emiten bersandi SIDO ini menargetkan pertumbuhan paling sedikit 10 persen baik pada penjualan dan laba bersih. Artinya, target pendapatan 2021 lebih dari Rp3,66 triliun dengan laba bersih Rp1,02 triliun.

Per tanggal 08 April 2021, valuasi saham SIDO dilihat dari PER nya adalah 25.21 kali dengan PBV adalah 7.31 kali.

Rasio ROE yang selalu 2 digit setiap tahunnya yaitu 28.99 persen. Meskipun harga terkini dirasa cukup tinggi jika dibanding dengan book value-nya, tetapi dengan kinerjanya kemungkinan harga saham masih punya peluang untuk naik.

Emiten ini akan melakukan pembayaran dividen untuk tahun 2021 ini pada tanggal 29 April 2021 mendatang, sebesar Rp.18.90 per lembar saham. Meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2020 yang sebesar Rp.12.50 per lembar saham, pada pembagian tanggal 18 November 2020. Namun menurun bila dibandingkan dengan pembagian pada tanggal 5 Mei 2020 yang sebesar Rp.49 per lembar saham.

Untuk pergerakan harga sahamnya, hari ini dibuka naik ke harga Rp.785 per lembar. Kemudian bergerak dalam rentang 780 – 795 per lembar sampai akhirnya di tutup naik 0.64% atau 5 poin ke posisi Rp. 785 per lembar. Dengan kenaikan sebesar 0.64% ini maka sampai hari ini, Kamis (8/4) harga saham ini masih terkoreksi sebesar 2.48 persen.

Saham KAEF – PT Kimia Farma Tbk

PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) membukukan pendapatan sebesar Rp10 triliun pada 2020. Pendapatan itu tumbuh 6,4 persen dibandingkan dengan perolehan 2019 sebesar Rp9,4 triliun.

Dari perolehan itu, KAEF berhasil mencetak laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp17,63 miliar pada 2020. Perolehan itu berbanding terbalik dengan perolehan 2019 yang mencatatkan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp12,72 miliar.

Kinerja emiten farmasi BUMN, PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) yang mencatatkan posisi bottomline positif ditopang oleh lini bisnis jasa layanan klinik kesehatan dan laboratoriumnya.

Pendapatan positif perusahaan berbalik setelah tahun sebelumnya membukukan kinerja negatif. Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno menjelaskan meski kondisi perekonomian saat ini masih tertekan dengan situasi pandemi Covid-19, perseroan mampu membukukan kenaikan penjualan sebesar 6,44 persen dibandingkan dengan 2019.

Kenaikan penjualan ini ditopang oleh kenaikan penjualan baik penjualan produk sendiri sebesar 2,53 persen maupun produk pihak ketiga sebesar 8,84 persen serta peningkatan dari jasa layanan klinik kesehatan dan laboratorium klinik sebesar 26,73 persen.

Laba usaha perseroan juga mengalami pertumbuhan sebesar 30,17 persen dibandingkan tahun 2019 dan secara rasio, operating profit margin tumbuh sebesar 1,19 persen dari 5,34 persen di tahun 2019 menjadi 6,53 persen di pada 2020. Hal tersebut berdampak pada pencapaian laba bersih Perseroan yang juga mengalami pertumbuhan 28,54 persen jika dibandingkan dengan tahun 2019 serta secara rasio.

Net Profit Margin juga mengalami peningkatan yaitu 0,17 persen di tahun 2019 menjadi 0,20 persen di tahun 2020 dengan laba diatribusikan kepada entitas induk meningkat sebesar Rp30 miliar dari negatif Rp12 miliar di tahun 2019 menjadi Rp17 miliar pada 2020.
EBITDA Kimia Farma juga mengalami pertumbuhan sebesar 31,35 persen jika dibandingkan dengan EBITDA tahun 2019 dan secara rasio, EBITDA margin mengalami pertumbuhan 1,73 persen menjadi 9,14 persen pada 2020.

Kinerja perseroan masih terjaga tumbuh meskipun berada di situasi perekonomian yang tidak menentu. Pertumbuhan laba selain ditopang dari pertumbuhan penjualan, perseroan senantiasa menjaga beban usaha nya yang mengalami pertumbuhan 3,55 persen, masih di bawah pertumbuhan penjualan yang mencapai 6,44 persen, sehingga perseroan dapat membukukan pencapaian laba usaha dan laba bersih yang baik.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan, emiten berkode saham KAEF itu membukukan pendapatan sebesar Rp10 triliun pada 2020. Perolehan itu tumbuh 6,4 persen dibandingkan dengan perolehan 2019 sebesar Rp9,4 triliun. Sejalan dengan kenaikan pendapatan, beban pokok pendapatan juga naik menjadi Rp6,34 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp5,89 triliun.

Kendati demikian, beban pajak penghasilan kini perseroan menyusut menjadi Rp48,57 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp90,86 miliar. Dari itu, KAEF berhasil mencetak laba periode berjalan yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp17,63 miliar pada 2020.

Perolehan itu berbanding terbalik dengan perolehan 2019 yang mencatatkan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp12,72 miliar.
Di sisi lain, total liabilitas KAEF turun menjadi Rp10,45 triliun pada akhir 2020 dari posisi akhir 2019 sebesar Rp10,93 triliun. Adapun, liabilitas 2020 itu terdiri atas liabilitas jangka pendek sebesar Rp6,78 triliun dan liabilitas jangka panjang sebesar Rp7,39 triliun.

Sementara itu, total aset Kimia Farma pada 2020 turun menjadi Rp17,56 triliun dibandingkan dengan posisi akhir 2019 sebesar Rp18,35 triliun. Total aset itu termasuk kas setara kas perseroan pada akhir 2020 sebesar Rp1,24 triliun.

PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) juga akan mendapatkan keuntungan dengan menjadi importir vaksin Sinopharm asal China dan Moderna asal Amerika Serikat. Seberapa menarik saham emiten farmasi itu untuk dikoleksi saat ini?

Sempat dihantam koreksi beruntun dan terhempas akhir Januari 2021, emiten bersandi saham KAEF ini kembali mencuri perhatian awal Maret 2021. Kabar dari induk usaha, PT Bio Farma (Persero), menjadi salah satu pemicu.

Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Bio Farma Bambang Heryanto mengatakan perseroan sebagai induk perusahaan BUMN holding farmasi sedang melakukan penjajakan untuk pengadaan Sinopharm dan Moderna.

“Bio Farma sudah jajaki dan melakukan pembicaraan supply vaksin dengan prinsip harus berbeda dengan vaksin program pemerintah. Contohnya, kami mulai melakukan kerja sama pembicaraan dengan Sinopharm, perusahaan vaksin dari Beijing China dengan platform teknologi inactivated sama dengan Sinovac,” kata Bambang dalam konferensi pers daring, akhir pekan lalu.

Dilihat dari valuasi saham KAEF, maka PER saham farmasi ini adalah 806.08 kali. Namun kita dapat melihat prospek saham ini dari peranan emiten ini bersama-sama pemerintah di dalam memerangi Covid-19. Demikian juga dengan angka PBV adalah 2.03 kali.

Dan untuk pergerakan sahamnya sampai hari ini, Kamis (8/4), dibuka naik ke harga Rp.2530 per lembar pada pembukaan bursa tadi pagi. Kemudian sempat berada di zona merah, sehingga rentang pergerakan sahamnya adalah dari 2500 sampai dengan 2600. Hari ini ditutup melonjak 1.59% atau 40 poin ke harga Rp.2560 per lembar.
Nilai kapitalisasi saham ini mencapai Rp.14.22 triliun dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 3.28 juta lembar senilai Rp.8.37 miliar.

Meskipun hari ini harga saham KAEF hari ini ditutup melonjak 1.59% , namun untuk sepanjang tahun 2021 ini, harga saham KAEF masih terkoreksi sebanyak 39.76 persen.

Saham KLBF – PT Kalbe Farma Tbk

Kalbe memiliki empat divisi utama yang mengelola portofolio merek yang luas dan kuat; Divisi Obat Resep, Divisi Kesehatan Konsumen yang terdiri dari obat bebas, serta produk minuman suplemen dan siap minum, Divisi Nutrisi, dan Divisi Distribusi & Logistik.

Kalbe saat ini memiliki 41 anak perusahaan dan 15 fasilitas produksi berstandar internasional, mempekerjakan sekitar 16.000 karyawan dan memiliki 76 cabang distribusi dan logistik di seluruh Indonesia.

Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2020, yang di rilis pada hari Rabu (31/3/2021), emiten bersandi KLBF ini mendapatkan penjualan neto sebesar Rp23,11 triliun meningkat tipis 2,12 persen dari periode 2019 yang sebesar Rp22,63 triliun.

Dari sisi beban pokok penjualan tercatat sedikit peningkatan menjadi sebesar Rp12,86 triliun sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp12,39 triliun. Beban penjualan sedikit menyusut menjadi Rp5,01 triliun, dengan sedikit peningkatan pada beban umum dan administrasi menjadi sebesar Rp1,39 triliun, serta beban operasi lainnya yang meningkat menjadi Rp156,08 miliar.

Dengan demikian, laba tahun berjalan yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat menjadi Rp2,73 triliun naik 9,05 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp2,5 triliun. Dengan demikian, laba per lembar saham atau earning per share perseroan pada tahun buku 2020 menjadi sebesar Rp58,31, lebih tinggi dari tahun 2019 yang sebesar Rp53,48.

Sementara itu, total aset perseroan hingga 31 Desember 2020 mencapai Rp22,56 triliun, meningkat 11,35 persen atau Rp2,3 triliun dari posisi 2019 yang sebesar Rp22,26 triliun. Peningkatan utamanya terjadi pada total aset lancar yang naik menjadi Rp13,07 triliun dari posisi 2019 yang sebesar Rp11,22 triliun. Jumlah tersebut terutama sebagai dampak dari peningkatan kas dan setara kas pada periode 2020 menjadi Rp5,2 triliun, sementara saat 2019 posisinya sebesar Rp3,04 triliun.

Adapun, total aset tidak lancarnya meningkat menjadi Rp9,48 triliun dari posisi 2019 yang sebesar Rp9,04 triliun. Dengan peningkatan terutama pada aset tetap neto yang menjadi sebesar Rp8,15 triliun dari posisi tahun sebelumnya yang sebesar Rp7,66 triliun.

Dari sisi liabilitas, perseroan mendapatkan peningkatan total liabilitas menjadi Rp4,28 triliun naik 20,48 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp3,55 triliun. Terjadi peningkatan pada dua kedua pos liabilitas jangka panjang dan jangka pendek.

Liabilitas jangka pendek perseroan meningkat menjadi Rp3,17 triliun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp2,57 triliun. Peningkatan terjadi utamanya pada pos utang bank jangka pendek, utang lain-lain pihak ketiga, serta utang pajak. Sementara itu, pos liabilitas jangka panjangnya meningkat menjadi Rp1,11 triliun dari posisi tahun 2019 yang sebesar Rp982 miliar.

Peningkatan utamanya terjadi pada pos utang bank, liabilitas sewa, liabilitas pajak tangguhan, neto serta liabilitas imbalan kerja jangka panjang. Adapun, total ekuitas perseroan meningkat menjadi Rp18,27 triliun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp16,7 triliun.

Peningkatan utama juga terjadi pada pos saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya yang menjadi Rp16,62 triliun dari posisi 2019 yang sebesar Rp15,13 triliun.

Dari sisi arus kas, posisi kas akhir tahun terjadi peningkatan menjadi Rp5,2 triliun dari perbandingan periode tahun sebelumnya yang sebesar Rp2,99 triliun. Dibandingkan dengan kas awal tahun terjadi kenaikan kas sebesar Rp2,1 triliun.

Emiten farmasi produsen obat dan suplemen PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) ini menargetkan pertumbuhan kinerja hingga 6 persen pada 2021 ini sembari tetap mempertahankan kebiasaan bagi-bagi dividen.

Direktur Utama Kalbe Farma Vidjongtius menjelaskan kondisi Covid-19 masih akan menggelayuti kinerja perseroan pada 2021 ini, sehingga target pertumbuhan pun dipatok secara moderat.

Melihat kondisi pandemi Covid-19 yang akan terus berlanjut hingga akhir tahun, perseroan menargetkan pertumbuhan penjualan bersih setahun penuh 2021 sebesar 5-6 persen dengan proyeksi pertumbuhan laba bersih sekitar 5-6 persen.

Perseroan mempertahankan anggaran belanja modal sebesar Rp1 triliun yang akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan distribusi. Selain itu, perseroan juga mempertahankan rasio pembagian dividen pada rasio 45-55 persen, dengan tetap memperhatikan ketersediaan dana dan kebutuhan pendanaan internal.

Optimisme perseroan terhadap pertumbuhan mendorong perseroan untuk terus konsisten melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan. Melalui sinergi ABG (Academics, Business and Government), perseroan terus berkolaborasi untuk menghasilkan produk dan layanan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (product downstream) dan mampu memberikan kontribusi bagi kinerja bisnis Perseroan.

Di sisi lain, emiten bersandi KLBF ini membuka kerja sama dengan berbagai pihak, baik dalam bentuk usaha patungan, akuisisi, maupun bentuk kerja sama bisnis lainnya.
Dilihat dari valuasi sahamnya, emiten KLBF ini memiliki PER 26.84 kali dan PBV nya 4.21 kali.

Pergerakan sahamnya hari ini, dibuka sama dengan harga kemarin yaitu di posisi Rp.1550 per lembar. Bergerak pada rentang 1550 – 1570 dan ditutup di harga Rp.1565, naik 0.97% atau 15 poin diatas harga penutupannya yaitu di harga Rp.1550 per lembar.

Selasti Panjaitan/Vibizmedia
Editor : Asido Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here