(Vibizmedia – Health) Viral berita Permadi Arya mendapatkan terapi plasma konvalesen mengangkat plasma konvalesen kembali menjadi perbincangan di social media. Banyak orang berusaha mendapatkan plasma konvalesen dari penyintas COVID 19. Walaupun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi namun plasma konvalesen tetap “diburu” untuk menolong kesembuhan dan pemulihan pasien COVID 19.
DR. dr. Theresia Monica R., Sp.An, KIC, M.Si, M.M., MARS yang merupakan duta plasma konvalesen yang dikenal juga sebagai Dok Mo, juga adalah orang yang disebut-sebut oleh Permadi Arya dalam instagramnya. Dok Mo yang terlahir di Purwokerto ini, selama ini mungkin tidak banyak dikenal orang namun menjadi terkenal akhir-akhir ini sehubungan dengan terapi plasma konvalesen (TPK). Dok Mo yang merupakan spesialis anestesi dan konsultan intensive care ini kini adalah dosen tetap di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha,Kepala Instalasi Anastesi di Rumah Sakit Kesehatan Gigi dan Mulut (RSKGM) di FK Universitas Kristen Maranatha serta menjadi Direktur dari Klinik Utama Permata Hati yang dirintisnya.
Dok Mo menceritakan bahwa pada tanggal 18 Maret 2020 ia menulis surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo memohon kepada pemerintah agar bisa mengakomodasi TPK ini sebagai salah satu alternatif untuk dapat mengatasi Covid-19 yang mana telah menunjukan dampak hasil positif.
Berikut adalah penjelasan plasma konvalesen yang dijelaskan oleh Dok Mo. Terapi Plasma Konvalesen (TPK) adalah terapi dengan virus SARS-COV-2 yang menjadi targetnya. Hal ini disebut juga sebagai terapi kausal spesifik. Pada pasien COVID-19, antibodi di dalam Plasma Konvalesen (PK) berfungsi untuk menghilangkan virusnya bukan memperbaiki kerusakan organ yang sudah terjadi akibat virus. Oleh sebab itu pemberian lebih dini, dengan dosis yang terukur, kadar antibodi yang memadai, merupakan faktor2 penting penentu keberhasilan TPK. Waktu terbaik pemberian PK adalah pada saat “minggu pertama demam” atau paling lambat “72 jam sejak pertama kali sesak” terutama pada pasien-pasien dengan komorbid.
Dok Mo menjelaskan bahwa hal yang banyak terjadi adalah, pasien sudah kritis, sudah diventilator, baru mencari plasma. Pada kondisi ini pasien seringkali tidak kuat untuk menunggu lama padahal tidak mudah untuk mencarikan plasma konvalesen yang sesuai. Selain itu pada kondisi itu juga sudah terjadi kerusakan organ, sedangkan fungsi antibodi di dalam plasma adalah untuk membunuh virusnya bukan memperbaiki kerusakan organ yang terjadi. Sehingga kalau plasma terlambat, virusnya memang berhasil dihilangkan namun pasien dapat meninggal karena kerusakan organ yang telah terjadi. Tidak sedikit yang , yang menyalahkan plasma konvalesennya tidak bekerja. Padahal kondisi ini menunjukkan banyaknya ketidakmengertian kepada fungsi antibodi di dalam plasma yang sekali lagi adalah untuk membasmi virusnya bukan memperbaiki organ yang sudah rusak.
Dok Mo mengharapkan para dokter yang merawat (dpjp) mohon berikan surat permohonan plasma konvalesen lebih dini sehingga pasien memiliki “waktu” untuk antri plasma. Bagi keluarga pasien mohon memperhatikan alur untuk mendapatkan plasma, surat dari dpjp dapat segera dimasukkan ke PMI, sementara keluarga bisa mencari donor plasma bila dibutuhkan. Bila diperlukan dokumentasi foto/nomor surat permohonan plasma untuk konfirmasi antrian, tentunya sesuai ketentuan yang berlaku di setiap Rumah Sakit.