(Vibizmedia – NTT) Humas_Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur (Kanwil Kemenkumham NTT) di bawah kepemimpinan Marciana Dominika Jone, mengikuti Rapat Kerja Pemberdayaan Masyarakat Anti Narkoba Mewujudkan Kabupaten/Kota Tanggap Ancaman Narkoba (KOTAN) di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamis (04/08).
Kepala Bidang Pelayanan Tahanan Kesehatan Rehabilitasi Pengelolaan Benda Sitaan Barang Rampasan Negara dan Keamanan, Idam Wahju Kuntjoro, mengikuti rapat kerja yang diselenggarakan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Nusa Tenggara Timur (BNNP NTT).
Turut hadir dalam rapat kerja tersebut, Wakil Gubernur NTT, Josef Adreanus Nae Soi, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT, Setyo Budianto, Kepala BNNP NTT, Nurhadi Yuwono, perwakilan dari Korem 161 Wirasakti Kupang, Lanud Eltari Kupang, Lantamal VII Kupang, DPRD NTT, Kejaksaan Tinggi NTT, dan perwakilan Dinas – Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi NTT.
Dalam video pembuka ditayangkan data yang dirilis oleh Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, dimana prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia pada tahun 2021 mengalami peningkatan sebesar 0,15 sehingga menjadi 1,95 persen atau 3, 66 juta jiwa.
Kepala BNNP NTT, Nurhadi Yuwono, dalam sambutannya mengutarakan pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam upaya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika atau P4GN. “Sinergitas dengan masyarakat sangat penting dalam melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2020 – 2024. BNN mempunyai arah kebijakan untuk memerangi narkoba dengan tiga strategi. Pertama Soft Power Approach, yaitu upaya pencegahan dan Rehabilitasi. Kedua, Hard Power Approach, yaitu dengan penegakan hukum, tegas dan terukur. Dan ketiga adalah Smart Power Approach, yaitu pemanfaatan Teknologi Informasi Digital, Instagram, YouTube, Facebook, Twitter, keuskupan dan ulama. BNN membuka diri untuk bekerja sama dengan berbagai komponen masyarakat,” ujarnya.
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Josef Adreanus Nae Soi, yang didaulat oleh panitia penyelenggara untuk menyampaikan keynote speech dan membuka secara resmi kegiatan rapat kerja, menekankan pentingnya kolaborasi dalam upaya pemberantasan narkoba. “Narkoba adalah musuh negara. Perang melawan narkoba butuh kolaborasi pentahelix, yaitu kerja sama yang melibatkan semua elemen, mulai dari pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media, dengan menggunakan strategi dan taktik perang. Pertama melumpuhkan musuh di daerahnya sendiri, lumpuhkan di pusat – pusat narkoba. Kedua, lumpuhkan narkoba ketika dalam perjalanan menuju kota. Ketiga, dicegah di pintu gerbang sebelum masuk kota. Keempat, jika narkoba sudah memasuki kota, cegah agar tidak memasuki rumah – rumah warga. Dan jika narkoba sudah dikonsumsi di dalam rumah – rumah, maka penanganan terakhir adalah dengan melakukan rehabilitasi. Oleh karenanya jika mencium, mendengar, dan mengetahui adanya peredaran atau penyalahgunaan narkoba, maka harus segera dicegah, dilaporkan kepada aparat,” ujarnya.
“Kita harus saling berkolaborasi. BNN hanya wadah dan pemberi komando saja. Dan raker ini bertujuan untuk menyusun langkah, strategi, dan taktik. Kita tiru apa yang dilakukan oleh TNI. Dan tidak hanya output yang dihasilkan, tetapi juga bagaimana agar outcomenya bermanfaat untuk masyarakat,” sambung Josef.
“Juga diperlukan pendekatan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat. Mulailah dari keluarga. Mari bersatu padu memberantas narkoba, merehabilitasi pecandu dan prekursor narkoba,” ujarnya.
Setyo Budianto, Kapolda NTT, sebagai pemateri berikutnya, memaparkan gambaran umum Nusa Tenggara Timur. “Ada ancaman yang kelihatan, dan yang tidak kelihatan. Peserta rapat saya yakin semua bersih tetapi siapa bisa menjamin untuk bisa bertahan. Kalau melihat angka 22 kasus yang sedang ditangani hingga pertengahan 2022 ini, mungkin kecil, tetapi itu data yang kelihatan. Narkoba seperti fenomena gunung es, di atas permukaan terlihat kecil tetapi di bawah permukaan, besar. Kita mungkin menganggap biasa saja,” ujarnya.
“Diawali dengan merokok, kemudian minum minuman keras. Dipengaruhi terus oleh lingkungan. Dulu kita pergi ke bioskop, sekarang film yang masuk ke rumah kita. Life style sudah berubah. Termasuk dengan teman-teman kita, bagaimana berinteraksi. Kita bisa melihat perubahan perilaku pengguna narkotika. Yang pasti, dia lebih gelisah, apakah karena obatnya habis, atau mau nagih lagi. Pupil matanya membesar, mengecil, keringatnya juga beda. Kita harus lebih peka dengan gejala tersebut, dan harus berpandangan bahwa itu adalah ancaman. Penyalahgunaan narkotika dampaknya besar, yaitu badan tidak sehat karena penggunaan jarum suntik yang bergantian. Pengguna putaw paling tidak akan terkena Hepatitis C, bahkan bisa terkena AIDS. Bayangkan seandainya teman, atau anak kita terkena narkotika. Ancaman bisa terjadi dimana saja. Syukur di NTT tidak ada kampung narkoba. Di kampung narkoba, aparat justru dikeroyok. Oleh karenanya, penyalahgunaan narkotika harus dicegah,” lanjut Setyo.
“Berapa personil BNNP NTT. 50 orang. Bisa apa? Secara rasio, sangat kecil dibanding dengan jumlah masyarakat NTT. Oleh karena itu peserta raker ini diharapkan menjadi agen, menjadi perwakilan-perwakilan dari BNNP, bisa berkontribusi terhadap BNNP dan Direktorat Narkoba Polda NTT. Pemakai narkoba tidak langsung dipidanakan, terhadapnya dilakukan dulu asesmen, direhabilitasi. Yang langsung dipidana adalah bandar dan penjual. Kalau sudah kebablasan menggunakan narkoba, menjadi rumit. Resikonya bisa sakit, atau bahkan meninggal. Awalnya dia diberi gratis karena jadi penjual narkoba. Ketika sudah nikmat, dan tidak gratis lagi, dia gunakan uang jajan, dia gunakan gaji. Kalo itu semua sudah habis, mulai barang di rumah dijual, mulai uang kantor diambil,” ujarnya.
“Akibatnya, semua terbebani, nama instansi menjadi kurang bagus. Oleh karenanya perlu tindakan mitigasi, itulah yang dipraktekkan oleh Kota Tanggap Ancaman Narkoba, atau KOTAN. Oleh karena itu, lakukan pencegahan sebelum terkena pada keluarga kita,” lanjut Setyo.
“Bagaimana dengan Ditserse Narkoba Polda NTT ? Ada enam puluh orang personil. Tapi Polda tidak tinggal diam. Dan Polda, berkaitan dengan narkoba, penyidiknya harus cari info. Infonya ini dari bapak dan ibu sekalian. Sekarang modus narkoba sudah berkembang. Dan ini bisa dilacak dengan menggunakan teknologi informasi atau TI. Tapi informasi yang didapat dari bapak dan ibu bersifat hidup, karena jelas sekali. Sekarang modusnya dikirim paket. Dan ingat, NTT memiliki tiga belas bandara. Ini kerja keras utk kita semua. Kota besar, dukungan IT nya juga harus kuat,” ujarnya.
Berikutnya Setyo menambahkan, ” Pada prinsipnya masalah narkoba jangan dianggap sepele, sangat berbahaya bagi anak muda, karena pangsanya besar, anak muda pergaulannya luas. Harapan saya, tingkatkan upaya pencegahan. Jangan terlalu lama puasa, tidak ada tangkapan. Harus ada penangkapan, mau yang besar atau yang kecil, harus ada pengungkapan. Pengungkapan dapat dilakukan. Yang memberi informasi, pasti akan kami jaga, pasti akan kami tutupi. Informasi kecil bisa menjadi pintu masuk pada ruang yang lebih besar. Anak muda pulang subuh, lampu remang – remang, ada musik, perlu curiga ada yang makai, dalami lagi. Agar Direktorat Reserse Narkoba dan BNNP telisik lagi , searching terus. Kalau bandar besarnya kita sikat, pensuplainya bisa kita telusuri. Barang buktinya bisa kita potong, maka satu mata rantai berhasil kita putus. Ingat, bahaya narkoba tidak pandang kaya, tidak pandang pangkat.”
“Perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman narkoba. Ciptakan ketahanan keluarga, ketahanan lingkungan, ketahanan tempat kerja,” pungkas Setyo.
Pemateri selanjutnya, dr. Daulat Samosir, dari BNNP NTT, memaparkan pentingnya sinergitas untuk mensukseskan pemberantasan dan pencegahan penyalahgunaan narkoba.
“Telah terjadi perubahan paradigma, yaitu penguatan dukungan fasilitasi yang mengarah pada Rehabilitasi Berkelanjutan, yakni, pertama pengembangan kapasitas tenaga rehabilitasi oleh Direktorat Penguatan, kedua pengembangan kualitas program layanan rehabilitasi, oleh Direktorat Pasca Rehabilitasi, dan ketiga, Peningkatan Kapasitas Fasilitas Rehabilitasi. Ini penanganan narkotika dalam mendukung upaya Restorative Justice,” ujar Daulat.
Dalam raker, Kabid Yantah kesrehab lolabasran kam, Idam Wahju, menyampaikan usulan kegiatan sosialisasi bahaya penyalahgunaan narkoba dan test urine bagi jajaran petugas di lingkungan Kanwil Kemenkumham NTT, dan di Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan maupun Imigrasi di seluruh NTT.
Sebagai pemateri pamungkas dan penutup rapat kerja, Kepala BNNP NTT, Nurhadi Yuwono, mengingatkan kembali pentingnya kolaborasi dalam upaya masyarakat bersih dari narkoba atau BERSINAR.
“Soft power approach DESA BERSINAR, LAPAS BERSINAR, KAMPUS BERSINAR, akhirnya kembali pada aspek ketahanan keluarga. Oleh karena itu, kita akan kolaborasi dengan Post Kupang , untuk membuat konten, tiktok yang dapat mengedukasi bahaya penyalahgunaan narkoba. Para remaja ini segmennya dimana, bagaimana kita bisa melihat semua. Sambil membuat podcast, berbicara, mengedukasi remaja kita. Yang sudah terjatuh pada narkoba, pasti akan mengalami penurunan perekonomian. Bapak dan ibu punya program apa, akan kita kolaborasikan, kita jalankan bersama. Tiap tahun BNNP membuat laporan kepada Presiden,” ujarnya.
“Kita mainkan di media sosial, kita buat konten yang menarik. Upaya kita tidak berhenti setelah rapat kerja ini berakhir. Penguatan bidang pencegahan harus berkesinambungan. Lakukan edukasi yang bisa meliterasi anggotanya,” pungkas Nurhadi.
Sumber : Humas Kanwil Kemenkuham NTT