Pidato Menlu di Sidang Umum PBB : Indonesia Serukan Paradigma Kolaborasi

0
268
Sidang Umum PBB
Menlu Retno Marsudi menyampaikan pidato dalam Sidang Majelis Umum (SMU) PBB ke-77. pada (26/09/2022) di New York, Amerika Serikat (Foto: Kemenlu)

(Vibizmedia – New York, AS) Menlu Retno Marsudi menyampaikan pidato dalam Sidang Majelis Umum (SMU) PBB ke-77 pada (26/09/2022) di New York, Amerika Serikat. 

Sidang Umum PBB
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi (Foto: Kemenlu)

Ia menyatakan, kondisi saat ini sangat menghawatirkan, yaitu pandemi yang berkepanjangan, ekonomi dunia yang masih kelam, perang yang bukan lagi sebuah kemungkinan, tapi sebuah kenyataan, dan pelanggaran terhadap hukum internasional  telah menjadi norma untuk kepentingan sebagian.

Krisis  datang silih berganti, dari pangan, energi, hingga perubahan iklim. Untuk itu seharusnya dunia bersatu mengatasinya, namun sayangnya, dunia justru terbelah, sehingga menyulitkan kita berupaya mengatasi kondisi ini.

Indonesia menyerukan perlunya tatanan dunia yang berdasarkan paradigma baru.  Paradigma yang di maksud adalah paradigma win-win, bukan zero-sum, yang merangkul, bukan mempengaruhi (containment), kolaborasi, bukan kompetisi. Ia menegaskan bahwa Ini adalah solusi tansformatif yang dibutuhkan.

Menlu Retno menyatakan pentingnya paradigma baru dikarenakan beberapa alasan, yakni:

Pertama, untuk menyalakan kembali spirit perdamaian.

Kurangnya kepercayaan antar-negara (trust deficit) memicu kebencian dan ketakutan, sehingga dapat berujung pada konflik. Hal ini terjadi di berbagai belahan dunia. Untuk itu, trust deficit harus diubah menjadi kepercayaan strategis (strategic trust).

Menlu Retno menegaskan, hal ini harus diawali dengan penghormatan terhadap hukum internasional. Prinsip kedaulatan dan integritas wilayah tidak bisa ditawar dan harus senantiasa ditegakkan. Penyelesaian masalah secara damai harus menjadi satu-satunya solusi untuk setiap konflik.

Kedua, untuk membangkitkan tanggung jawab kita terhadap pemulihan global.

Menlu Retno menyatakan, saat ini solidaritas global semakin menyurut. Diskriminasi perdagangan terjadi di mana-mana, demikian juga dengan monopoli rantai pasok global. Tata kelola ekonomi global dimanfaatkan untuk kepentingan negara kuat.

Itu sebabnya dunia menaruh harapan kepada G20. Menlu Retno menyampaikan, G20 tidak boleh gagal menjadi katalis pemulihan dunia. Kita tidak boleh membiarkan pemulihan global “tersandera” oleh geopolitik”.

Lebih lanjut Menlu Retno menambahkan bahwa paradigma baru juga dibutuhkan untuk mencapai Agenda Pembangunan 2030 dan memerangi perubahan iklim.

Ketiga, untuk memperkuat kemitraan regional.

Arsitektur regional tidak semestinya digunakan untuk mengurung dan mengalienasi negara tertentu. Arsitektur regional harus dapat mendukung upaya menjaga perdamaian dan stabilitas, bukan justru membahayakannya.

Menteri Retno melanjutkan, ASEAN adalah contoh di mana paradigma kolaborasi selalu dikedepankan. Dengan semangat ini  Indonesia akan memimpin ASEAN sebagai Ketua tahun depan. Indonesia berkomitmen untuk memperkuat persatuan dan sentralitas ASEAN agar ASEAN tetap penting bagi rakyat, kawasan, dan dunia..

ASEAN juga harus menyikapi dengan serius situasi di Myanmar. Indonesia sangat prihatin dengan kurangnya komitmen militer Myanmar dalam menerapkan Five-Point Consensus.

Retno menegaskan, ASEAN harus terus maju dan tidak tersandera oleh situasi di Myanmar. Dukungan dari komunitas internasional, khususnya negara-negara tetangga Myanmar, sangat penting untuk mengembalikan demokrasi di Myanmar.

Terakhir, Retno menegaskan bahwa paradigma kolaborasi harus menjadi spirit PBB.

Pendekatan yang inklusif harus dikedepankan, di mana suara seluruh negara diperlakukan secara setara.

Menlu Retno menegaskan, suara setiap negara, baik  besar maupun kecil, harus didengarkan di forum PBB. Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi PBB dan pembaharuan multilateralisme agar sesuai dengan tuntutan zaman.

“Saya percaya dengan bekerja bersama-sama dan mengadopsi paradigma baru, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. Sekarang bukan saatnya lagi kita hanya berbicara. Sekarang adalah saatnya bagi kita untuk melakukan apa yang kita sampaikan,” tutupnya.

Baca juga:

Indonesia Hadiri Sidang Umum PBB 2022, Siapkan Lima Poin Penting