(Vibizmedia-Kolom) Beras merupakan komoditas strategis yang berperan sangat penting terhadap ketahanan pangan di Indonesia, hal tersebut dikarenakan beras adalah pangan pokok utama bagi masyarakat Indonesia.
Pangan pokok utama adalah pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain.
Tanaman sumber karbohidrat yang dimaksud adalah beras (lokal, kualitas unggul, dan impor}, jagung basah dengan kulit, jagung pipilan-beras jagung-jagung, kentang, ketela pohon (singkong), ketela rambat (ubi jalar), dan talas. Tingginya konsumsi beras menunjukkan bahwa komoditas ini masih dominan sebagai bahan pangan utama masyarakat Indonesia.
Masih bergantungnya masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras ditandai dengan besarnya sumbangan komoditas dalam menentukan garis kemiskinan di perkotaan dan pedesaan yaitu masing-masing sebesar 19,38 persen dan 23,04 persen pada Maret 2022, angka ini tertinggi pada kelompok komoditas makanan yang berperan pergeseran garis kemiskinan.
Berdasarkan hasil pendataan Susenas September 2021, tercatat bahwa rata—rata konsumsi beras terhadap konsumsi tanaman sumber karbohidrat secara keseluruhan mencapai 82,86 persen.
Seiring dengan pergeseran populasi penduduk di Indonesia, konsumsi beras dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Jika diperhatikan lebih dalam, selama lima tahun terakhir, rata—rata konsumsi beras 2021 perkapita perbulan mencapai angka tertinggi yaitu 6,75 kg.
Tingginya konsumsi beras juga perlu diimbangi oleh produksinya. Produksi beras 2021 setiap bulannya berfluktuasi, cenderung memiliki tren yang sama dengan 2020, jika diperhatikan terjadi pergeseran masa panen satu bulan lebih cepat. Masa panen 2021 terjadi pada Februari dan Juli, sedangkan masa panen 2020 terjadi pada Maret dan Agustus.
Produksi beras tertinggi selama 2021 terjadi pada Maret yaitu dengan produksi mencapai 5,57 juta ton beras, diikuti dengan produksi Juli mencapai 3,18 juta ton.
Produksi beras dipengaruhi oleh besarnya produksi padi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Ubinan 2021 yang menggunakan metode Kerangka Sampel Analisis (KSA), BPS mencatat produksi padi di Indonesia dari Januari hingga Desember 2021 mencapai 54,65 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), jika dikonversi menjadi beras setara dengan 31,36 juta ton beras.
Berdasarkan perhitungan menggunakan pendekatan proyeksi jumlah penduduk interim 2021 (hasil Sensus Penduduk 2020), rata—rata konsumsi rumah tangga di Indonesia mampu dipenuhi oleh produksi beras domestik dengan surplus sebesar 41,96 persen.
Angka ini mengindikasikan bahwa terdapat kelebihan produksi sebanyak 41,96 persen öari sisa konsumsi rumah tangga. Surplus beras tersebut dapat dimanfaatkan untuk konsumsi non rumah tangga seperti horeka (hotel, restoran, dan kafe) ataupun aktivitas industri pengolahan yang menggunakan beras sebagai bahan baku utamanya.
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa sebanyak 18 provinsi belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga dengan mengandalkan produksi di dalam provinsi, diketahui dari volume produksi yang defisit dibandingkan kebutuhan konsumsinya. Dari 18 provinsi dengan produksi defisit tersebut, delapan provinsi diantaranya mengalami defisit lebih dari 50 persen, sehingga provinsi tersebut perlu mendatangkan beras yang berasal dari supplier di luar provinsi.
Dalam kaitannya dengan pola utama, distribusi perdagangan beras di delapan provinsi tersebut tidak diawali öari produsen, melainkan öari tangan pertama yang melakukan pembelian beras dari luar provinsi dengan volume terbanyak. Adapun provinsi yang dimaksud diantaranya Provinsi Riau, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Utara, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Adanya perbedaan kapasitas produksi dibandingkan kebutuhan konsumsi beras yang beragam menyebabkan terjadinya perdagangan antar wilayah. Wilayah non sentra produksi mendatangkan beras öari wilayah sentra produksi ataupun wilayah yang secara geografis letaknya berdekatan. Akibatnya, aktivitas perdagangan tersebut membentuk rantai distribusi dari produsen penghasil beras sampai ke konsumen akhir dengan melewati pedagang perantara baik berupa pedagang besar maupun pedagang eceran.
Dari hasil Survei Pola Distribusi Perdagangan Komoditas Beras Tahun 2022, yang merupakan realisasi hasil survei terhadap produsen, pedagang besar, dan pedagang eceran beras yang tersebar di 34 provinsi, dapat digambarkan hasil pengamatan lapangan berupa pola distribusi perdagangan dan Margin Perdagangan Pengangkutan Total (MPPT) di masing—masing provinsi.
Pada artikel selanjutnya akan dibahas lebih detail mengenai pola distribusi perdagangan beras secara lengkap; pola utama serta potensi pola terpanjang dan terpendek distribusi perdagangan beras; wilayah pendistribusian komoditas; fenomena perdagangan; serta margin perdagangan dan pengangkutan total dari produsen sampai ke konsumen akhir maupun margin per pelaku usaha perdagangan yang terlibat dalam rantai pendistribusian beras secara nasional maupun tiap provinsi.