(Vibizmedia – Kolom) Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekosistem startup di ASEAN terlihat signifikan dimana banyak negara berhasil melahirkan perusahaan-perusahaan unicorn. Start up unicorn merupakan istilah bagi perusahaan rintisan yang berhasil mencapai valuasi sebesar US$1 miliar.
Situs cbinsights.com mendaftarkan bahwa Singapura memiliki 17 perusahaan start up unicorn dan menempati urutan pertama negara di Asia Tenggara yang memiliki start up unicorn terbanyak. Singapura adalah pusat bisnis di Asta Tenggara dan memiliki infrastruktur teknologi yang canggih serta lingkungan bisnis yang mendukung.
SHEIN, salah satu startup unicorn di Singapura, menjadi start up terbesar dengan jumlah valuasi sebesar US$66 miliar dan membuatnya . masuk kategori decacorn. Startup unicorn lainnya di Singapura adalah Databricks, Revolut, Fanatics, dan lain-lain.
Indonesia bisa dibilang cukup unggul dan menempati urutan kedua ASEAN dengan memiliki total 7 startup unicorn. Ketujuh perusahaan unicorn di Indonesia adalah Traveloka, Akulaku, eFishery, DANA, Xendit, Ajaib, dan Kopi Kenangan. Urutan ke tiga diduduki oleh Thailand yang memiliki 3 unicorn, disusul oleh Vietnam yang memiliki 2 unicorn. Kemudian diikuti Malaysia dan Filipina masing-masing memiliki 1 unicorn.
Keberhasilan Indonesia menempati posisi kedua di ASEAN dalam hal jumlah startup unicorn ditentkan beberapa faktor kunci. Berikut adalah beberapa alasan utama mengapa Indonesia mampu menghasilkan banyak unicorn:
- Pasar Domestik yang Besar
Indonesia memiliki populasi lebih dari 270 juta orang, menjadikannya pasar terbesar di Asia Tenggara. Dengan pertumbuhan kelas menengah dan adopsi digital yang pesat, permintaan terhadap layanan digital seperti e-commerce, fintech, ride-hailing, dan layanan on-demand terus meningkat. Pasar domestik yang besar memberikan kesempatan bagi startup untuk tumbuh secara signifikan sebelum berekspansi ke pasar internasional.
Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka adalah beberapa contoh startup yang berhasil memanfaatkan ukuran pasar ini untuk menjadi unicorn.
- Penetrasi Internet yang Tinggi dan Pertumbuhan E-commerce
Penetrasi internet yang tinggi, terutama di daerah perkotaan, telah menciptakan peluang besar bagi startup yang berbasis teknologi. Laporan menunjukkan bahwa lebih dari 73% populasi Indonesia menggunakan internet, dan pandemi COVID-19 semakin mendorong adopsi layanan digital, terutama di sektor e-commerce dan fintech.
Shopee dan Tokopedia mengalami pertumbuhan pesat karena konsumen Indonesia semakin mengandalkan belanja online.
- Ekosistem Pendukung yang Berkembang
Indonesia telah menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan startup. Pemerintah dan sektor swasta berperan besar dalam memfasilitasi perkembangan startup melalui beberapa inisiatif seperti Program 1000 Startup Digital dari pemerintah, yang bertujuan untuk melahirkan startup teknologi baru.
Kegiatan akselerator dan inkubator seperti Plug and Play, East Ventures, dan Alpha JWC Ventures yang mendukung startup tahap awal dengan akses ke mentor, pendanaan, dan jaringan global.
- Pendanaan dan Investasi Asing
Indonesia telah menarik banyak perhatian dari investor global. Beberapa unicorn Indonesia seperti Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak mendapat dukungan dari investor besar internasional seperti SoftBank, Alibaba, dan Sequoia Capital. Akses terhadap pendanaan besar ini memungkinkan startup tumbuh dengan cepat dan memperluas skala bisnis mereka.
SoftBank Vision Fund dan Alibaba adalah contoh investor yang menaruh minat besar pada ekosistem startup Indonesia karena potensi pertumbuhan jangka panjang.
- Fokus pada Solusi Lokal
Banyak startup Indonesia yang berhasil menjadi unicorn karena fokus pada permasalahan unik yang ada di pasar lokal. Misalnya, Gojek memulai dengan layanan ojek online yang menyesuaikan dengan kebutuhan transportasi di Indonesia, sementara Bukalapak dan Tokopedia memanfaatkan kebutuhan pasar untuk platform e-commerce yang bisa melayani pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di seluruh negeri.
Solusi yang lokal ini memiliki keunggulan kompetitif dibanding startup dari luar negeri, yang mungkin kurang familiar dengan dinamika pasar Indonesia.
- Dukungan dari Pemerintah
Pemerintah Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah untuk mendukung sektor teknologi melalui berbagai kebijakan. Misalnya, pemerintah memberikan insentif pajak untuk startup dan mempromosikan pendidikan di bidang teknologi melalui program-program yang mendukung literasi digital. Ini membantu menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan startup.
Beberapa regulasi di bidang fintech juga mempermudah pemain-pemain baru untuk berinovasi dalam sektor ini.
- Adopsi Fintech dan Cashless Society
Sektor fintech merupakan salah satu yang tumbuh pesat di Indonesia, mengingat banyaknya populasi yang belum memiliki akses ke layanan perbankan tradisional. Dengan adopsi teknologi pembayaran digital yang meningkat, startup di sektor fintech seperti OVO dan Dana telah berkembang pesat. Penggunaan pembayaran digital melalui platform e-wallet dan peer-to-peer lending membuka jalan bagi startup untuk melayani segmen pasar yang luas.
- Kekuatan Kolaborasi
Kolaborasi antara pemain besar di ekosistem startup juga menjadi faktor penting. Misalnya, merger antara Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo memperkuat posisi mereka di sektor e-commerce, logistik, dan layanan digital, serta menciptakan sinergi yang lebih kuat di pasar yang kompetitif.
Kesimpulan
Indonesia telah menjadi negara dengan startup unicorn kedua terbanyak di ASEAN berkat kombinasi dari pasar yang besar, dukungan ekosistem yang berkembang, akses ke pendanaan internasional, serta kemampuan startup untuk berinovasi dan menyediakan solusi lokal yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Meski masih menghadapi tantangan dalam hal regulasi dan infrastruktur, Indonesia memiliki potensi untuk terus menciptakan lebih banyak unicorn seiring berkembangnya sektor teknologi di negara ini.