(Vibiznews – Index) – Setelah pemerintah China melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi negeri tersebut melambat menjadi 6,2 persen pada data PDB kuartal kedua dari tahun sebelumnya, yang merupakan laju terlemah dalam setidaknya 27 tahun di tengah perang perdagangan yang berkepanjangan dengan Amerika Serikat, perdagangan bursa saham global jadi kurang menarik.
Pertumbuhan Tahunan Ekonomi China Terburuk Dalam 27 Tahunhttps://t.co/Sjb9vjbJtR#china #tiongkok #ekonomi #amerika #tradewar pic.twitter.com/Rn14MEn6La
— vibiznews.com (@vibiznews) July 15, 2019
Pasalnya rilis data tersebut membangkitkan kekhawatiran akan pertumbuhan ekonomi global yang merosot, sehingga para pelaku pasar memilih menjual aset resikonya dan beralih pada perdagangan safe haven. Hal tersebut terlihat pada perdagangan bursa saham Asia dan Eropa awal pekan pada perdagangan hari Senin (15/07) yang melemah.
Bursa saham kawasan Asia Pasifik banyak yang melemah kecuali bursa saham China sendiri. Bursa saham Australia melemah dengan indeks ASX 200 berakhir turun 43,50 poin atau 0,65 persen menjadi 6.653, demikian juga perdagangan saham New Zealand berakhir lebih rendah, dengan indeks NZX 50 turun 34,87 poin atau 0,33 persen menjadi 10.666,56. Bursa saham Korea Selatan juga anjlok dengan indeks Kospi turun 4,18 poin atau 0,20 persen menjadi 2.082,48.
Demikian juga yang terjadi pada pembukaan bursa saham Eropa awal pekan dimana indeks Pan Eropa Stoxx 600 hampir tidak berubah di 386,82 setelah naik tipis pada hari Jumat. Indeks DAX Jerman naik 0,2 persen, sedangkan indeks CAC 40 Prancis turun 0,1 persen dan FTSE 100 AS menurun 0,2 persen.
Ditengah Ambruknya Bursa Eropa, Saham Tambang Palig Kuathttps://t.co/WhRRZ6PKIr#trading #bursa #saham #eropa #jerman #china pic.twitter.com/IfR0kwuABC
— vibiznews.com (@vibiznews) July 15, 2019
Jul Allens/ Senior Analyst Vibiz Research Center-Vibiz Consulting Editor: Asido Situmorang








