(Vibizmedia – International) Sejumlah pemimpin dan pejabat pemerintahan seluruh dunia menyatakan keprihatinannya setelah akun Presiden Trump dikeluarkan oleh beberapa platform media sosial, seperti Twitter, Facebook dan Instagram.
Di antaranya, Angela Merkel, Kanselir Jerman, yang mengkritik tajam keputusan Twitter untuk melarang Presiden AS Donald Trump, dan menyebutnya sebagai pelanggaran “bermasalah” dari “hak fundamental untuk kebebasan berbicara” (fundamental right to free speech).
Dr Merkel mengatakan melalui juru bicaranya bahwa pemerintah AS sebaiknya mengikuti jejak Jerman dalam mengadopsi undang-undang yang membatasi hasutan online, ketimbang menyerahkannya pada platform seperti Twitter dan Facebook untuk membuat aturan mereka sendiri, demikian dilansir dari Irish Times (12/1).
Di AS, perusahaan teknologi biasanya dibiarkan untuk mengawasi situs mereka sendiri, meskipun sudah ada momentum gerakan politik untuk membatasi kebebasan regulasi mereka.
Juru bicara Dr Merkel, Steffen Seibert, mengatakan kebebasan berbicara adalah “hak fundamental yang sangat penting” yang dapat dibatasi, “tetapi hanya sesuai dengan hukum dan dalam kerangka kerja yang ditentukan oleh legislator – bukan oleh keputusan manajemen platform media sosial”.
Dia mengatakan untuk alasan itu kanselir Jerman menganggapnya “bermasalah” bahwa akun Trump telah dihentikan tanpa batas waktu.
Kritik Dr Merkel terhadap larangan tersebut digaungkan lagi oleh Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire. Le Maire mengatakan kepada France Inter pada hari Senin bahwa dia “terkejut” dengan langkah Twitter. Dia menambahkan: “Regulasi digital tidak boleh dilakukan oleh oligarki digital itu sendiri … Regulasi arena digital adalah urusan rakyat yang berdaulat, pemerintah dan pengadilan,” demikian dari Irish Times.
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador juga mengecam keputusan tersebut dengan menyampaikan,” Saya tidak suka ada yang disensor atau dicabut haknya untuk mengirim pesan ke Twitter atau Facebook. Saya tidak setuju dengan itu, saya tidak menerima hal itu. Pengadilan sensor sudah seperti Inkusisi yang mengelola opini publik, hal ini benar benar serius”, demikian dilansir dari Aljazeera (13/1).
Wakil Perdana Menteri Australia Michael McCormack turut mengkritik pelarangan platform tersebut dengan mengatakan seharusnya untuk memutuskan suara siapa yang didengar tidak tergantung pada platform. “Saya tidak mendukung penyensoran – saya pikir jika orang tidak menyukai apa yang mereka lihat di Twitter – sebaiknya jangan masuk ke platform media sosial itu,” dilansir dari Sbs (12/1)
Sementara itu, di dalam Uni Eropa, ada keresahan atas tindakan raksasa media sosial itu. Kepala urusan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mem-posting blog yang memperingatkan bahwa pemblokiran tersebut harus “dapat mengatur konten jaringan sosial dengan lebih baik, sambil dengan hati-hati menghormati kebebasan berekspresi.”
“Tidak mungkin regulasi ini dilakukan sesuai dengan aturan dan prosedur yang ditetapkan oleh pihak swasta,” tambah Borrell, seperti dilansir dari Newsweek (12/1).
Manfred Weber, pemimpin European People’s Party — yang terbesar di Parlemen Eropa — mengatakan kepada Politico: “UE tidak boleh membiarkan Facebook dan Twitter memutuskan apa pembatasan (boundaries) yang dapat diterima pada platform mereka.
“Kita tidak dapat menyerahkannya kepada perusahaan-perusahaan Big Tech Amerika untuk memutuskan apa yang kita boleh lakukan dan diskusikan, apa yang boleh dan tidak boleh dikatakan dalam wacana demokrasi. Kita perlu pendekatan regulasi yang lebih ketat,” demikian dilansir dari Newsweek.
Masih ada lagi sejumlah komentar pedas dari pemimpin-pemimpin terkemuka di beberapa negara di dunia. Umumnya mereka menolak dikekangnya hak kebebasan berbicara pada platform media sosial, seperti Twitter, Facebook dan Instagram. Sementara itu, saham Twitter dikabarkan mengalami kerugian besar USD5 miliar di bursa saham, dengan harga sahamnya anjlok lebih dari 10%, setelah memblokir akun Trump. Tren bearish-nya terpantau masih tajam sampai hari ini.
Endah C/Journalist/ VM
Editor: Endah Caratri









