Menilai Efektifitas  Penanganan Pandemi Melalui Seroprevalensi

0
478
Ilustrasi suasana kegiatan vaksinasi di salah satu Puskesmas di Jakarta Barat (Foto: Vera Herlina/ Vibizmedia)

(Vibizmedia – Nasional) Pembahasan mengenai seroprevalensi di media cukup banyak akhir-akhir ini. Banyak studi seroprevalensi yang dilakukan di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa jumlah kasus tidak terdiagnosis mungkin lebih besar daripada kasus yang terkonfirmasi positif COVID-19. Apa yang dimaksud dengan seroprevalensi adalah perhitungan jumlah individu dalam suatu populasi yang memperlihatkan hasil positif suatu penyakit berdasarkan spesimen serologi atau serum darah.

Kota Jakarta sendiri pada 3 Agustus 2021 sudah mencapai 88,5% penduduknya divaksin dosis pertama dan 32,5% sudah menyelesaikan dosis kedua. Sampai hari ini pemda setempat dan pemerintah pusat terus mengupayakan sebanyak mungkin orang divaksin. Secara nasional, sudah divaksin dosis pertama sebanyak 12,6% dari 270 juta jiwa dan 6,7%  sudah vaksin kedua. Namun apakah sudah terkendali?

Untuk mengetahui seroprevalensi, harus dilakukan serosurvei berbasis populasi yang bertujuan untuk memperkirakan prevalensi individu berusia 18 tahun atau lebih yang terinfeksi SARS-CoV-2, dan proporsi individu tanpa gejala, di antara populasi rentan yang tinggal di suatu area tertentu. Indonesia sendiri telah melakukan studi skala nasional yaitu pada bulan Desember 2020 hingga Januari 2021.  Hasilnya  menunjukkan 15 persen populasi di Indonesia telah tertular COVID-19. Sedangkan angka resmi dari Kementerian Kesehatan pada akhir Januari 2021, yaitu sekitar 0,4 persen dari total penduduk Indonesia yang sejumlah 270 juta jiwa.

Dr. Siti Nadia Tarmizi selaku jubir vaksinasi dari Kemenkes juga mengakui pada bulan Juni kemarin bahwa memang ada banyak kasus positif Covid-19 yang tidak terdata, karena kasus-kasus tersebut tanpa gejala. Selain itu ia juga mengatakan bahwa Indonesia memang memiliki pelacakan kontak Covid-19 yang masih rendah dan kurangnya laboratorium untuk memproses hasil tes yang sudah dilakukan.  Dr. Siti juga mengatakan bahwa targetnya saat ini adalah meningkatkan testing menjadi  400.000 pemeriksaan atau test COVID-19 dalam sehari. Sehingga masyarakat tidak perlu kuatir jika melihat angka yang tinggi karena testing memang sedang digencarkan.

Apa yang dapat kita pelajari dari hal ini?

Semua studi seroprevalensi sangatlah bermanfaat.

  1. Memberikan wawasan tentang seberapa efektif strategi penanganan pandemi yang selama ini dilakukan seperti PPKM, prokes yang ketat dan pentingnya isolasi mandiri, dalam mengurangi tingkat penularan
  2. Menunjukkan bahwa banyak orang yang tidak bergejala sebenarnya banyak dan mereka tetap dapat menjadi sumber penularan.
  3. Pelacakan kontak COVID-19 perlu ditingkatkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan tes bila kontak dekat dengan mereka yang positif COVID-19 sehingga dengan demikian dapat memutus rantai penularan.
  4. Herd immunity yang dicapai melalui vaksinasi menjadi sesuatu yang diharapkan akan dapat segera menolong penyelesaian pandemi ini. Vaksin dan terapi COVID-19 yang efektif dan aman adalah pendekatan prioritas untuk pandemi. Dan studi seroprevalensi yang berkelanjutan masih diperlukan untuk terus mencari informasi tentang durasi dan tingkat kekebalan herd immunity yang dibentuk oleh vaksin.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here