Profil Pemuda Menurut Hasil Susenas 2022

Pemuda yang berkualitas diperlukan agar tercipta generasi penerus bangsa yang membanggakan dan mampu mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik.

0
6827
Pemuda
Tari Tu’a Reto Lou dari Nusa Tenggara Timur dalam acara Peringatan ke 88 Sumpah Pemuda di Halaman Istana Merdeka. FOTO : VIBIZMEDIA.COM/RULLY

(Vibizmedia-Kolom) Menurut hasil Susenas tahun 2022 Profil pemuda dimulai dari perkiraan jumlah pemuda sebesar 65,82 juta jiwa atau hampir seperempat dari total penduduk Indonesia (24,00%). Pemuda laki-laki lebih banyak daripada pemuda perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 104,74, yang berarti setiap 105 pemuda laki-laki terdapat 100 pemuda perempuan. Persentase pemuda di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan (57,40% berbanding 42,60%). Berdasarkan distribusi menurut wilayah, lebih dari separuh pemuda terkonsentrasi di Pulau Jawa (54,79%). Jika ditinjau dari status perkawinan, sekitar 64,56 persen pemuda belum kawin, sementara yang berstatus kawin sebesar 34,44 persen dan sisanya adalah mereka yang berstatus cerai hidup/mati. Sekitar satu dari sepuluh pemuda telah menjadi kepala rumah tangga, sementara tiga dari empat pemuda tinggal bersama keluarga.

Tingkat pendidikan pemuda dapat dilihat dari jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkannya. Mayoritas pemuda telah menamatkan pendidikan hingga SMA/sederajat (39,60%) dan SMP/sederajat (35,78%). Sekitar 10,97 persen pemuda telah menyelesaikan pendidikan hingga PT dan sekitar 10,83 persen pemuda hanya tamat SD/sederajat, sisanya tidak tamat SD atau belum pernah sekolah. Pendidikan tinggi lebih banyak dicapai oleh pemuda yang tinggal pada kelompok distribusi pengeluaran rumah tangga yang tinggi.

Selanjutnya, tingkat pendidikan pemuda juga tercermin melalui rata-rata lama sekolah. Pada tahun 2022, rata-rata lama sekolah pemuda sebesar 10,94 tahun atau hampir mencapai kelas XI pada jenjang SM/sederajat. Terdapat kesenjangan rata-rata lama sekolah yang cukup jauh antara pemuda bukan penyandang disabilitas dan penyandang disabilitas yaitu 10,96 tahun berbanding 7,71 tahun.

Pengembangan dan pemberian bekal bekerja untuk pemuda tidak semua dapat dilakukan melalui pendidikan formal. Pemberian bekal bekerja juga perlu difasilitasi melalui pelatihan nonformal dan informal. Pada tahun 2022, terdapat sekitar 1 dari 4 orang pemuda yang berpartisipasi dalam pendidikan dan pelatihan formal dan nonformal.

Perkembangan teknologi digital yang semakin canggih berpengaruh terhadap perkembangan generasi muda. Dengan teknologi, pemuda dimudahkan dalam mengakses informasi dan dapat menikmati produk teknologi. Terdapat 95,79 persen pemuda menggunakan HP selama tiga bulan terakhir. Selain itu, terdapat pula sekitar 22,11 persen pemuda yang menggunakan komputer dan 92,36 persen pemuda menggunakan internet selama tiga bulan terakhir. Jika dilihat berdasarkan tipe daerah, akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi pemuda di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Kesenjangan juga terlihat dari status disabilitas pemuda, dimana pemuda penyandang disabilitas cenderung memiliki akses teknologi informasi dan komunikasi yang lebih rendah dibandingkan pemuda bukan penyandang disabilitas.

Pada tahun 2022, sebanyak 23,38 persen pemuda memiliki keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir dengan nilai angka kesakitan pemuda sebesar 9,51 persen. Angka kesakitan (morbiditas) pemuda merupakan persentase pemuda yang terganggu aktivitasnya sehari-hari karena mengalami keluhan kesehatan. Meskipun persentase pemuda yang mengalami keluhan kesehatan cenderung meningkat, namun angka kesakitan pemuda mengalami menurun jika dibandingkan dari tahun sebelumnya.

Upaya pengobatan merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan pemuda ketika mengalami keluhan kesehatan. Mayoritas pemuda mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialaminya. Sekitar 60,13 persen pemuda melakukan tindakan pengobatan hanya mengobati sendiri dan 26,41 persen mengobati sendiri dan rawat jalan ketika mengalami keluhan kesehatan. Tempat berobat jalan yang banyak dikunjungi oleh pemuda ketika rawat jalan saat mengalami keluhan kesehatan adalah Puskesmas/Pustu (47,82%), praktik dokter/bidan (33,34%) dan klinik/praktik dokter bersama (11,57%). Sementara itu, enam dari sepuluh pemuda tidak berobat jalan ketika mengalami keluhan kesehatan. Pemuda yang tidak berobat jalan sebagian besar disebabkan karena mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami (75,25%).

Di tahun 2022, sebesar 2,93 persen pemuda pernah dirawat inap dalam setahun terakhir, dimana mayoritas pemuda yang dirawat inap adalah perempuan (4,93%), pemuda yang berusia 25-30 tahun (4,05%), pemuda disabilitas (4,22%) dan pemuda dengan pendidikan tamat perguruan tinggi (4,89%). Rumah sakit menjadi rujukan utama pemuda ketika dirawat inap, baik itu rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta. Dan, selama setahun terakhir pemuda paling banyak dirawat inap di rumah sakit swasta (37,21%). Jika dilihat berdasarkan lamanya dirawat inap, rata-rata pemuda dirawat inap ketika mengalami sakit adalah selama 3,64 hari.

Dari 100 pemuda, 72 diantaranya sudah memiliki jaminan kesehatan. Jenis jaminan kesehatan yang paling banyak dimiliki adalah BPJS PBI (59,55%). Jaminan kesehatan yang paling banyak digunakan oleh pemuda ketika berobat jalan atau rawat inap adalah BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sebanyak 41,22 persen pemuda yang menggunakan BPJS PBI untuk rawat inap dan 26,68 persen pemuda yang menggunakan BPJS PBI untuk berobat jalan.

Sekitar satu dari empat pemuda di Indonesia adalah perokok sebulan terakhir, dimana mayoritas pemuda perokok merokok setiap hari (22,04%). Pemuda perokok didominasi oleh pemuda laki-laki (47,06%), pemuda kelompok umur 25- 30 tahun (31,84%). Secara empirik dapat disimpulkan bahwa semakin baik tingkat ekonomi rumah tangga, maka prevalensi pemuda merokok semakin rendah. Hal serupa juga terjadi pada mereka yang berpendidikan tinggi, dimana persentase pemuda merokoknya paling rendah.

Pemuda berada pada rentang usia yang mencakup usia sekolah dan usia kerja. Hal tersebut menyebabkan kegiatan pemuda lebih terkonsentrasi pada kegiatan pendidikan dan aktivitas ekonomi. Hasil Sakernas Agustus 2022 menunjukkan bahwa lebih dari separuh pemuda bekerja, sementara sekitar 17 persen pemuda bersekolah.

Baca juga : Peringatan Sumpah Pemuda, Momentum Bangkitkan Ekonomi dan Konten Kreatif

Aktivitas pendidikan dan bekerja merupakan kegiatan produktif karena memberikan nilai tambah secara ekonomi sehingga pemuda yang tidak sekolah dan tidak bekerja dianggap tidak produktif karena terdapat potensi yang tidak diberdayakan. Kondisi pemuda tersebut tercantum dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai indikator pemuda yang sedang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan (Not in Employment, Education, and Training/NEET). Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2022, pemuda yang berstatus NEET sebesar 26,82 persen. Adapun persentase pemuda perempuan yang tergolong NEET dua kali lebih tinggi dibanding pemuda laki-laki (37,04% berbanding 16,78%).

Potensi ekonomi dan ketenagakerjaan pemuda dapat dilihat berdasarkan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pemuda. Pada tahun, 2022 TPAK pemuda sebesar 61,84 persen. Berdasarkan jenis kelamin, kesenjangan antara TPAK pemuda laki-laki dengan perempuan masih cukup lebar. Secara total, pemuda laki-laki memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap TPAK pemuda dibandingkan dengan TPAK pemuda perempuan yang secara konsisten masih berada jauh di bawah TPAK pemuda laki-laki.

Komposisi pemuda yang bekerja menurut lapangan usaha merupakan salah satu indikator untuk melihat potensi beberapa sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja pemuda. Lapangan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja pemuda adalah sektor jasa (56,82%). Adapun berdasarkan gambaran pemuda bekerja menurut status pekerjaan utama, struktur pekerjaan pemuda dibagi menjadi sektor formal dan informal. Pekerja formal masih dinilai sebagai status pekerjaan yang layak dengan tingkat upah yang lebih besar dan risiko pemberhentian kerja yang kecil. Lebih dari separuh pemuda bekerja pada sektor formal (56,76%), sedangkan sisanya sebesar 43,24 persen pemuda bekerja pada sektor informal. Komposisi status pekerjaan utama pemuda juga dapat dibagi menjadi pemuda wirausaha dan pemuda nonwirausaha. Dari 100 pemuda bekerja, 19 pemuda diantaranya berstatus wirausaha. Pemuda yang berusaha sendiri mendominasi status wirausaha pemuda, yaitu mencapai 69,30 persen. Hanya sebagian kecil pemuda wirausaha yang berstatus berusaha dengan dibantu buruh tetap/dibayar. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kewirausahaan pemuda cenderung berada dalam skala kecil yang masih mengandalkan tenaga sendiri atau pekerja tidak dibayar.

Baca juga : Pemuda Miliki Peran Dalam Memajukan Bangsa

Tantangan yang dihadapi pemerintah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan pemuda, antara lain tingkat pengangguran pemuda yang tinggi, bahkan lebih tinggi dari Tingkat pengangguran terbuka (TPT) nasional. Pada tahun 2022, TPT pemuda sebesar 13,93 persen, sementara tingkat pengangguran nasional sebesar 5,86 persen. Tantangan lainnya adalah sebanyak 54,31 persen pemuda bekerja sebagai pekerja tidak tetap (precarious employment). Masih besarnya persentase pemuda yang bekerja dengan penghasilan rendah juga menjadi tantangan sendiri dalam peningkatan kualitas tenaga kerja pemuda mengingat sekitar 33,05 persen pemuda masih bekerja dengan penghasilan kurang dari 2/3 median upah. Selanjutnya dari sisi jumlah jam kerja, masih terdapat sebanyak 24,78 persen pemuda yang bekerja dengan jam kerja berlebih/excessive hours (jam kerja lebih dari 48 jam seminggu). Sementara itu terdapat 30,61 persen pemuda dengan jam kerja kurang dari 35 jam seminggu.

Pemuda yang berkualitas diperlukan agar tercipta generasi penerus bangsa yang membanggakan dan mampu mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Kualitas hidup dapat dilihat melalui banyak hal, diantaranya dari aspek perekonomian rumah tangga pemuda. Sebanyak 38,32 persen pemuda tinggal di rumah tangga pada distribusi pengeluaran 40% terbawah, 41,08 persen pada distribusi pengeluaran 40% menengah, dan 20,60 persen pada distribusi pengeluaran 20% teratas. Partisipasi pemuda dalam menabung masih cukup rendah, hanya sekitar empat dari sepuluh pemuda memiliki rekening tabungan di lembaga keuangan.

Selain aspek perekonomian, aspek lainnya yang dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi pemuda adalah status kepemilikan rumah/tempat tinggal. Sekitar delapan dari sepuluh pemuda tinggal di rumah dengan status milik sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa pemuda memiliki status sosial-ekonomi yang cukup baik. Tidak hanya kepemilikan rumah saja yang dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi pemuda. Kelayakan rumah juga merupakan faktor yang tidak kalah penting. Berdasarkan hasil Susenas Maret 2022 ada sebanyak 59,88 persen pemuda yang tinggal di rumah layak huni.