
(Vibizmedia – Jakarta) Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengadakan Expose Kajian Hilirisasi Investasi Strategis Tahun 2024 di Jakarta pada Senin, 23 Desember 2024. Acara tersebut, yang bertema “Hilirisasi Investasi Strategis: Ciptakan Nilai Tambah, Indonesia Maju,” dihadiri oleh 150 peserta dari berbagai kalangan, termasuk perwakilan kementerian/lembaga, asosiasi, pelaku usaha, akademisi, serta pejabat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Sekretaris Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Heldy Satrya Putera, dalam keterangannya pada Selasa, 24 Desember 2024, menjelaskan bahwa kajian ini merupakan tindak lanjut dari Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis yang telah dirancang pada 2022 dan 2023. Pada 2024, kajian ini berfokus pada tiga aspek utama, yaitu akselerasi, optimalisasi, dan dampak hilirisasi investasi strategis.
Heldy menjabarkan bahwa Kajian Akselerasi mencakup pengembangan hilirisasi 28 komoditas, termasuk nikel sebagai salah satu komoditas utama. Nikel kini dikembangkan dalam bentuk ekosistem, mencakup tahap tambang hingga produk akhir, dengan fokus pada stainless steel dan baterai kendaraan listrik. Ia menegaskan bahwa hilirisasi nikel telah mencapai tahap signifikan dalam konsep ekosistemnya.
Dalam Kajian Optimalisasi, perhatian diberikan pada tujuh komoditas utama lainnya, seperti bauksit, aspal Buton, minyak bumi, gas bumi, biofuel, ikan tuna-cakalang-tongkol, dan rumput laut. Kajian ini bertujuan untuk menemukan solusi atas kendala yang menghambat optimalisasi hilirisasi pada komoditas tersebut.
Kajian Dampak Hilirisasi berfokus pada analisis efek ekonomi, sosial, dan lingkungan dari dua komoditas, yaitu nikel dan kelapa sawit. Hilirisasi nikel disebut menyumbang 0,45 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, sementara kelapa sawit berkontribusi 0,23 persen. Secara keseluruhan, kedua komoditas ini menyumbang sekitar 0,6–0,7 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5 persen.
Heldy juga memaparkan bahwa berdasarkan Peta Jalan Hilirisasi, kebutuhan investasi hingga 2040 diperkirakan mencapai USD618,1 miliar, dengan sektor mineral dan batubara sebagai penyumbang terbesar, yakni USD498,4 miliar. Hilirisasi ini diharapkan mampu mendorong ekspor hingga USD857,9 miliar, meningkatkan PDB sebesar USD235,9 miliar, serta menciptakan tiga juta lapangan kerja.
Data BKPM menunjukkan bahwa kontribusi hilirisasi terhadap realisasi investasi nasional pada Januari–September 2024 mencapai Rp272,91 triliun atau 21,6 persen dari total investasi. Ekonom Senior INDEF, Didik J. Rachbini, menyatakan bahwa kajian ini memberikan arah kebijakan yang jelas bagi hilirisasi, dengan lima strategi utama meliputi pendekatan berbasis pasar, peningkatan produktivitas, penciptaan lapangan kerja, inklusivitas, dan keberlanjutan.
Acara ini dinilai menjadi langkah strategis untuk memperkuat hilirisasi investasi di Indonesia, dengan tujuan menciptakan nilai tambah ekonomi, mempercepat pertumbuhan nasional, meningkatkan daya saing industri, serta menyediakan lapangan kerja berkelanjutan.