Mengapa Masyarakat Hong Kong Tetap Langsing Meski Sering Makan?

0
689
Suasana sibuk Hong Kong (Foto: Herwin Nugroho)

(Vibizmedia – Gaya Hidup) Di tengah hiruk pikuk aktivitas masyarakat Hong Kong yang begitu cepat dan dinamis, terdapat sebuah fenomena menarik yang layak dicermati. Meskipun subway selalu padat oleh lalu lalang penumpang, aliran manusia tampak terorganisir dan segera terurai ketika kereta datang. Kota ini memang padat, namun tidak sepadat Jakarta jika dibandingkan secara langsung.

Yang lebih menarik lagi, banyak penduduk Hong Kong memiliki postur tubuh yang cenderung ideal, meskipun pola makan mereka terlihat tidak sedikit. Hal ini memunculkan pertanyaan: mengapa mereka jarang mengalami masalah obesitas, bahkan ketika asupan makanan mereka tampak cukup besar?

Untuk menjawab pertanyaan ini, terdapat sejumlah faktor yang saling berkaitan, mulai dari pola makan, gaya hidup, hingga aspek budaya yang memengaruhi kondisi fisik masyarakat Hong Kong secara keseluruhan.

Pola Makan Seimbang dan Rendah Lemak

  1. Dominasi Sayuran dan Makanan Laut
    Kuliner Hong Kong mengutamakan sayuran segar dan berbagai jenis makanan laut. Kedua jenis bahan makanan ini rendah kalori dan lemak jenuh, namun kaya akan serat, vitamin, dan mineral, yang membantu menciptakan rasa kenyang lebih lama.
  2. Teknik Memasak yang Lebih Sehat
    Metode memasak seperti mengukus, merebus, atau menumis dengan sedikit minyak lebih sering digunakan daripada teknik menggoreng yang lazim ditemukan di banyak masakan Indonesia. Hal ini menghasilkan makanan yang lebih ringan dan sehat.
  3. Konsumsi Sup yang Tinggi
    Sup, khususnya sup berbasis kaldu sayuran atau ikan, merupakan bagian penting dalam menu harian. Makanan ini memberikan rasa kenyang tanpa menambah banyak kalori.

Gaya Hidup Aktif dan Mobilitas Tinggi

  1. Transportasi Umum yang Terintegrasi
    Sistem transportasi publik Hong Kong yang efisien mendorong penduduk untuk lebih sering berjalan kaki, berpindah moda transportasi, dan menggunakan tangga, yang secara tidak langsung meningkatkan aktivitas fisik harian.
  2. Kepadatan Kota yang Mendukung Mobilitas
    Dengan ruang terbatas dan kepadatan tinggi, aktivitas sehari-hari seperti bekerja, berbelanja, hingga rekreasi kerap melibatkan perjalanan kaki yang cukup intens.
  3. Budaya Aktivitas Fisik
    Meskipun lahan terbuka terbatas, masyarakat tetap aktif melalui kegiatan seperti hiking di perbukitan kota, berolahraga di pusat kebugaran, hingga mengikuti latihan tai chi di ruang publik.

Kebiasaan Konsumsi yang Berorientasi pada Kesehatan

  1. Fokus pada Bahan Berkualitas
    Masyarakat Hong Kong secara umum sangat memperhatikan kesegaran dan kualitas bahan makanan, terutama ketika memasak di rumah maupun memilih makanan di restoran.
  2. Makan di Luar yang Tetap Seimbang
    Makan di luar adalah bagian dari gaya hidup, namun pilihan sehat seperti dim sum kukus, bubur, atau sayuran tetap menjadi menu favorit.
  3. Kebiasaan Minum Teh
    Teh, terutama teh hijau, sangat populer di kalangan masyarakat. Selain sebagai bagian dari budaya, teh hijau dikenal mendukung metabolisme tubuh dan memberikan manfaat kesehatan lainnya.

Faktor Genetik dan Perbandingan dengan Indonesia

Memang ada kemungkinan faktor genetik turut berkontribusi terhadap kecenderungan metabolik tertentu. Namun, pengaruh ini dinilai lebih kecil dibandingkan dengan faktor lingkungan, kebiasaan makan, dan tingkat aktivitas fisik.

Sebagai perbandingan, tantangan obesitas di Indonesia umumnya dipengaruhi oleh:

  • Konsumsi tinggi karbohidrat, terutama nasi.
  • Penggunaan minyak goreng dalam jumlah besar dalam berbagai jenis masakan.
  • Porsi makan besar yang tidak sebanding dengan aktivitas fisik.
  • Ketergantungan terhadap kendaraan pribadi dan layanan transportasi daring.
  • Tingginya konsumsi minuman manis serta makanan olahan yang kaya gula dan lemak.

Dari berbagai faktor yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa postur tubuh ideal masyarakat Hong Kong bukan semata-mata karena genetik, melainkan merupakan hasil dari kombinasi pola makan sehat, aktivitas fisik tinggi, serta budaya hidup yang mendukung keseimbangan tersebut. Hal ini menjadi pelajaran penting bagi negara lain, termasuk Indonesia, dalam merumuskan pendekatan gaya hidup yang lebih sehat di tengah tantangan urbanisasi dan perubahan pola konsumsi.