(Vibizmedia-Kolom) Kecerdasan buatan (AI) kini hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat bukan hanya sebagai teknologi yang mendukung kendaraan otonom atau asisten virtual dalam perangkat pintar, tetapi juga sebagai kekuatan yang mengubah cara konsumen berinteraksi dengan tukang ledeng, teknisi listrik, hingga spesialis HVAC (pemanas, ventilasi, dan pendingin udara). Teknologi yang sebelumnya terkesan jauh kini mulai mengambil alih peran-peran administratif dan bahkan prediktif di sektor yang selama ini sangat bergantung pada tenaga kerja manual.
Menurut laporan dari The Wall Street Journal, berbagai perusahaan rintisan teknologi telah melihat peluang di sektor jasa perbaikan rumah tangga yang bernilai miliaran dolar. Salah satu yang menonjol adalah Netic, startup berbasis di San Francisco yang telah memperoleh pendanaan sebesar 20 juta dolar AS dari investor ternama seperti Greylock dan Founders Fund. Perusahaan ini merancang sistem berbasis AI yang bertujuan mendigitalkan dan mengotomatisasi komunikasi antara penyedia layanan rumah dan pelanggan mereka, terutama untuk keperluan penjadwalan, verifikasi, dan bahkan analisis prediktif atas kebutuhan pemeliharaan.
Netic dirancang dengan model bahasa besar seperti GPT yang telah dikustomisasi untuk bisa berinteraksi dengan pelanggan melalui telepon atau teks secara alami. Seorang pelanggan yang menghubungi teknisi untuk memperbaiki AC-nya, misalnya, mungkin tak sadar bahwa yang menjawab pertanyaannya bukan manusia, melainkan algoritme yang telah dilatih untuk memahami urgensi, lokasi, dan konteks permintaan. Menurut The Wall Street Journal, teknologi ini bahkan mampu memprioritaskan permintaan layanan berdasarkan data eksternal, seperti prakiraan cuaca, dan internal, seperti riwayat layanan pelanggan tertentu.
Tidak hanya itu, AI juga mulai digunakan untuk mendeteksi peluang bisnis yang sebelumnya luput dari perhatian. Dalam laporan yang sama, disebutkan bahwa sistem Netic bisa secara otomatis memberi tahu pelanggan bahwa mereka membutuhkan penggantian unit sebelum kerusakan besar terjadi, berdasarkan data historis atau pola konsumsi energi. Hal ini mengubah pendekatan perusahaan layanan rumah tangga dari reaktif menjadi proaktif.
Fenomena ini mencerminkan tren lebih luas di sektor rumah tangga yang tengah menghadapi tekanan dari sisi tenaga kerja dan permintaan konsumen akan efisiensi. Dalam wawancara dengan Bloomberg, para pemilik perusahaan layanan rumah tangga yang telah menggunakan AI mengaku bisa memangkas waktu respons dan menurunkan biaya operasional hingga 25%. AI dapat menggantikan beberapa tugas administratif seperti pemesanan, verifikasi, hingga pengumpulan informasi awal, memungkinkan tenaga teknis fokus pada pekerjaan inti mereka.
Namun tidak semua hal berjalan mulus. Chris Hoffmann, pemilik HB Solutions Group yang juga diwawancarai oleh The Wall Street Journal, mengatakan bahwa meskipun AI berhasil menangani sekitar 20% komunikasi pelanggan, sisanya masih memerlukan sentuhan manusia. Beberapa pelanggan lebih nyaman berbicara dengan manusia, terutama ketika mereka menjelaskan masalah yang kompleks atau memerlukan empati. Ini menunjukkan bahwa peran manusia belum akan sepenuhnya tergantikan, namun AI berperan sebagai pelengkap yang sangat efisien.
Dalam beberapa kasus, adopsi AI justru membuka peluang baru. Seperti dilaporkan CNBC, perusahaan seperti ServiceTitan dan Housecall Pro kini menambahkan fitur AI dalam sistem manajemen mereka. AI digunakan untuk menghubungkan data dari perangkat rumah tangga pintar—seperti termostat, pemanas air, atau sensor kebocoran air—dan mengirimkan pemberitahuan kepada pemilik rumah atau teknisi ketika terjadi anomali. Ini menjadikan layanan yang diberikan jauh lebih personal dan tepat sasaran.
Tantangan utama dalam adopsi AI di sektor ini adalah bagaimana meyakinkan pelanggan untuk mempercayai sistem yang tidak terlihat secara fisik. “Kami harus menjelaskan bahwa AI kami tidak hanya memahami kata-kata mereka, tetapi juga tahu kapan harus mengirim teknisi,” kata salah satu pendiri Netic kepada The Wall Street Journal. Beberapa pelanggan merasa aneh ketika disambut oleh sistem yang tampak terlalu ‘pintar’, namun lama-kelamaan mereka terbiasa karena sistem memberikan hasil yang cepat dan tepat.
Dari sudut pandang tenaga kerja, kehadiran AI juga membawa ambiguitas. Di satu sisi, AI meringankan beban kerja dan memungkinkan teknisi mengambil lebih banyak pekerjaan dengan efisiensi lebih tinggi. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa pekerjaan administratif dan entri data akan semakin menghilang. Dalam laporan Harvard Business Review, disampaikan bahwa transformasi digital di sektor jasa membutuhkan pelatihan ulang (reskilling) untuk staf yang sebelumnya bekerja di fungsi-fungsi yang kini diotomatisasi.
Selain itu, AI juga menghadirkan kompleksitas regulasi. Beberapa negara bagian di AS telah mulai menyusun peraturan tentang bagaimana perusahaan boleh menggunakan suara buatan, menyimpan data percakapan pelanggan, dan membuat keputusan otomatis tanpa campur tangan manusia. Menurut analisis MIT Technology Review, hal ini menjadi sangat penting karena sektor ini menyentuh urusan pribadi dan domestik, di mana kepercayaan adalah elemen utama.
Meski demikian, prospek pertumbuhan penggunaan AI dalam layanan rumah tampaknya tak terelakkan. Seperti diuraikan dalam laporan tahunan McKinsey & Company, sektor rumah tangga menyumbang sekitar 600 miliar dolar AS terhadap ekonomi AS, dan digitalisasi layanan diperkirakan akan menambah efisiensi lebih dari 100 miliar dolar dalam satu dekade ke depan. AI disebut sebagai pendorong utama transformasi ini karena mampu menyederhanakan rantai komunikasi yang sebelumnya kompleks.
Teknologi ini bahkan mulai digunakan dalam pelatihan teknisi. Sebuah perusahaan bernama Interplay Learning menyediakan simulasi kerja virtual yang dibangun dengan AI untuk melatih tukang AC atau teknisi listrik tentang bagaimana menangani masalah tertentu sebelum mereka terjun ke lapangan. Dalam laporan Forbes, CEO Interplay Learning menyatakan bahwa ini membuat pelatihan menjadi lebih hemat waktu dan memberikan pengalaman praktis yang lebih baik dibanding sekadar membaca buku manual.
Yang menarik, AI tidak hanya hadir dalam bentuk chatbot atau asisten suara. Dalam praktiknya, banyak perusahaan mulai mengintegrasikan AI ke dalam sistem pelaporan, penjadwalan dinamis, bahkan dalam pemrosesan dokumen hukum dan kontrak layanan. Menurut analisis TechCrunch, perusahaan penyedia layanan kini memanfaatkan Natural Language Processing (NLP) untuk membaca dan memahami kontrak dengan pelanggan, menyederhanakan proses persetujuan dan pengingat berkala.
Dampak dari semua ini bisa dirasakan oleh pelanggan akhir. Waktu tunggu teknisi berkurang, biaya perbaikan menjadi lebih transparan, dan kualitas layanan meningkat karena semua interaksi terekam dan dievaluasi oleh sistem berbasis AI. Salah satu pelanggan di Texas yang diwawancarai WSJ mengatakan bahwa ia merasa “lebih dihargai” karena teknisi tahu nama, riwayat perbaikan, dan kebutuhan rumahnya tanpa ia harus mengulang-ulang cerita.
Pada akhirnya, perubahan yang dibawa oleh AI ke dunia layanan rumah tangga bukan hanya soal teknologi, tapi juga perubahan budaya bisnis. Pelanggan kini mengharapkan layanan yang cepat, efisien, dan akurat—harapan yang semakin dapat diwujudkan berkat AI. Bagi perusahaan yang cepat beradaptasi, ini adalah peluang untuk meningkatkan loyalitas pelanggan dan efisiensi operasional. Namun bagi yang lamban, mereka bisa tertinggal di tengah gelombang digitalisasi yang terus meningkat.
Sebagaimana ditulis oleh The Wall Street Journal, AI dalam layanan rumah bukan hanya soal menjawab panggilan atau menjadwalkan teknisi, melainkan tentang menciptakan ekosistem cerdas yang dapat membaca kebutuhan pelanggan bahkan sebelum mereka menyadarinya. Dari saluran pipa yang hampir bocor, AC yang perlu dibersihkan, hingga pengingat garansi alat rumah tangga—semuanya bisa diantisipasi lebih awal dengan data dan algoritme yang terlatih. AI telah menjadi bagian penting dari rumah modern, bahkan tanpa kita sadari.