Indonesia Serukan Aksi Kolektif ASEAN Atasi Anak Tidak Sekolah

0
193
Foto: Kemendikdasmen

(Vibizmedia – Jakarta)  Tantangan anak tidak sekolah (ATS) masih menjadi persoalan serius di Asia Tenggara. Dalam forum ASEAN Ministers of Education Roundtable, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Indonesia, Abdul Mu’ti, menyerukan langkah konkret dan kolaboratif antarnegara ASEAN untuk menghapus kesenjangan akses pendidikan.

Pertemuan tingkat tinggi yang digelar atas inisiatif Malaysia sebagai Ketua ASEAN 2025 ini menjadi momen strategis, bukan sekadar seremoni. Fokus utama adalah penyusunan Joint Ministerial Statement yang menekankan strategi inovatif untuk mengatasi masalah Out-of-School Children and Youth (OOSCY).

“Lebih dari 250 juta anak dan remaja di dunia masih tidak bersekolah, menurut data UNESCO 2024. Ini adalah keadaan darurat yang tidak bisa kita abaikan,” tegas Mu’ti dalam keterangan tertulis, Jumat (20/6/2025).

Mu’ti memaparkan sejumlah upaya Indonesia dalam menekan angka ATS. Salah satunya adalah penguatan data berbasis kondisi sosial ekonomi, agar bantuan seperti Program Indonesia Pintar (PIP) tepat sasaran. Sepanjang 2024, lebih dari 18,8 juta siswa telah menerima manfaat dari program ini.

Selain itu, Kemendikdasmen juga meluncurkan platform “Rumah Pendidikan”—sebuah sistem belajar terpadu berbasis digital dan luring yang memperluas akses hingga wilayah 3T. Upaya lain seperti revitalisasi sekolah, pendidikan nonformal, dan pengembangan Sekolah Rakyat berbasis komunitas turut mendukung sistem pendidikan yang lebih inklusif.

“Kami ingin memastikan bahwa anak-anak di pelosok, anak dari keluarga pekerja, hingga mereka yang terdampak pernikahan dini tetap punya akses pendidikan yang layak dan bermartabat,” ujar Mu’ti.

Indonesia juga menekankan pentingnya kerja sama lintas batas, terutama untuk menjangkau wilayah perbatasan dan komunitas rentan di kawasan ASEAN. Pendekatan kolaboratif yang melibatkan lintas negara, lintas sektor, dan teknologi disebut menjadi kunci dalam membangun sistem pendidikan yang adaptif dan berkelanjutan.

“Kita butuh data yang solid, jalur pembelajaran yang fleksibel, serta investasi serius pada kualitas guru dan kurikulum yang relevan. Retorika saja tidak cukup,” tegasnya.

Mu’ti mendorong negara-negara ASEAN untuk berbagi praktik baik, berinovasi, dan membuka ruang kolaborasi lintas kawasan. Semua upaya ini, mulai dari penguatan sekolah inklusif, program pendidikan kesetaraan, hingga model pembelajaran jarak jauh bagi anak Indonesia di luar negeri, merupakan bagian dari kontribusi aktif Indonesia menuju Visi Komunitas ASEAN 2045—sebuah visi masyarakat inklusif, tangguh, dan berdaya.

“Menjadikan tidak ada anak yang tertinggal bukan hanya tugas kebijakan, tapi juga tanggung jawab moral kita sebagai bangsa-bangsa ASEAN,” tutup Mu’ti.