
(Vibizmedia-Nasional) Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan kenegaraan ke Brasil dan menggelar pertemuan bilateral dengan Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, di Istana Planalto, Brasilia. Dalam pernyataan pers bersama seusai pertemuan, Presiden Prabowo menyampaikan apresiasi mendalam atas sambutan hangat dan kehormatan yang diberikan oleh pemerintah Brasil dalam kunjungan resminya yang pertama ke negara tersebut.
“Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Presiden Lula atas sambutan hangat dan upacara terhormat yang menyambut saya di sini dalam kunjungan kenegaraan pertama saya ke Brasil,” ujar Presiden Prabowo.
Presiden Prabowo secara khusus memuji kepemimpinan Presiden Lula, tidak hanya di tingkat nasional maupun regional, tetapi juga di panggung global. Ia menyebut Presiden Lula sebagai simbol keberanian dan kepemimpinan Global South.
“Anda telah menjadikan diri Anda seorang pemimpin di panggung internasional… dan saya ingin menyampaikan kekaguman saya yang mendalam atas kepemimpinan Anda yang berani,” tegasnya.
Lebih jauh, Presiden Prabowo menyatakan bahwa Indonesia dan Brasil memiliki banyak kesamaan strategis: sebagai negara demokrasi besar, negara berkembang dengan populasi besar, serta kaya akan keanekaragaman hayati. Kesamaan tersebut menjadi fondasi untuk memperkuat kerja sama bilateral di berbagai sektor.
“Kita berdua adalah negara demokrasi yang sangat besar. Kita berdua memiliki visi yang sama dalam banyak isu,” tambahnya.
Presiden Prabowo juga menegaskan bahwa pertemuan bilateral yang berlangsung telah menghasilkan pembicaraan produktif dan menjadi langkah awal menuju pencapaian-pencapaian konkret di masa mendatang. Ia mengundang secara resmi Presiden Lula untuk berkunjung ke Indonesia pada Oktober mendatang.
“Saya sangat menantikan kunjungan Anda dengan pencapaian nyata pada bulan Oktober,” tutup Presiden Prabowo.
Kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo ke Brasil mengandung dua pesan utama: simbol politik persahabatan Global South dan langkah strategis dalam memperluas poros kerja sama antar-negara berkembang. Berikut adalah poin-poin kunci dari analisis tersebut:
Dengan menyebut Lula sebagai “pemimpin di panggung internasional,” Presiden Prabowo tidak hanya melakukan gestur diplomatik, tetapi juga membangun jejaring solidaritas politik dengan tokoh sentral Global South. Lula memang dikenal sebagai advokat utama negara-negara berkembang di forum G20, BRICS, dan PBB. Dukungan simbolik ini memperkuat posisi Indonesia sebagai bagian dari aliansi strategis dunia selatan.
Referensi Prabowo terhadap kesamaan Indonesia dan Brasil (demokrasi besar, populasi besar, kekayaan hayati) menyiratkan peluang besar dalam sektor lingkungan hidup, pangan, energi terbarukan, dan pertahanan. Hal ini konsisten dengan pernyataan sebelumnya soal biofuel dan sistem pertahanan. Persamaan konteks menjadi dasar untuk menyusun proyek bersama yang relevan dan berdampak nyata.
Presiden Prabowo menekankan bahwa kunjungan ini “produktif,” mengindikasikan pendekatan diplomasi yang berorientasi pada hasil. Ucapan tersebut dapat dibaca sebagai sinyal bahwa Indonesia ingin memposisikan diri sebagai negara yang aktif dalam membangun kesepakatan praktis di luar sekadar seremoni diplomatik.
Undangan kunjungan balasan kepada Presiden Lula pada Oktober 2025 menyiratkan bahwa Indonesia ingin menyusun peta jalan kerja sama bilateral jangka menengah. Ini menciptakan ruang negosiasi lanjutan yang bisa difokuskan pada proyek konkret: dari ketahanan pangan hingga teknologi militer bersama.
Kunjungan ini mencerminkan arah baru dalam diplomasi Indonesia yang mulai lebih aktif memperluas hubungan ke Amerika Latin, melengkapi kedekatan tradisional dengan Asia Timur, Timur Tengah, dan Eropa. Perluasan ini menandai upaya Indonesia untuk membangun multi-alignment dalam geopolitik dunia multipolar serta merupakan langkah strategis yang mencerminkan diplomasi berbasis persahabatan, pengakuan timbal balik, dan kepentingan bersama negara berkembang. Dengan menggandeng Brasil, Indonesia membuktikan bahwa kerja sama Global South bukan sekadar jargon ideologis, melainkan bisa dibentuk menjadi kemitraan yang berdampak konkret bagi dunia yang lebih inklusif dan setara.