Indonesia Siap Memimpin Dialog Global South di Forum Etika AI Internasional

0
265
Wamenkomdigi Nezar Patria dalam pertemuan dengan tiga tokoh usai Konferensi APAC di Jakarta Pusat (Foto: Kemkomdigi)

(Vibizmedia – Jakarta) Pemerintah Republik Indonesia menyatakan kesiapannya untuk memimpin dialog negara-negara Global South dalam merumuskan regulasi kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) yang adil, inklusif, dan berdaulat melalui Forum Etika AI Global.

“Indonesia memiliki komitmen kuat dalam mendorong kolaborasi antar negara Selatan. Saat bertemu dengan Direktur Jenderal UNESCO, Gabriel Ramos, tahun lalu, beliau bahkan mendorong Indonesia untuk mengambil peran kepemimpinan dalam dialog negara-negara Global South,” ungkap Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, dalam pertemuan dengan tiga tokoh internasional usai Konferensi CTRL+J APAC di Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2025).

Ketiga tokoh tersebut antara lain Irene Jay Liu (Direktur AI, Emerging Tech & Regulation, IFPIM APAC), Maia Fortes (Direktur Eksekutif Associação de Jornalismo Digital, Brasil), dan Michael Markovitz (Kepala GIBS Media Leadership Think Tank, Afrika Selatan).

Nezar mengungkapkan bahwa Indonesia telah secara resmi mengajukan diri sebagai tuan rumah UNESCO Global Forum for Ethics of AI 2026. Dalam forum ini direncanakan pertemuan khusus antar negara-negara Global South untuk membahas isu-isu strategis, termasuk kedaulatan AI dan tantangan jurnalisme di tengah disrupsi teknologi.

“Yang kita butuhkan saat ini adalah keberanian politik dari negara-negara Selatan. Kita perlu membangun instrumen bersama agar bisa duduk sejajar dengan para raksasa teknologi global dan mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil dan sehat, termasuk bagi jurnalisme berkualitas,” tegas Nezar.

Ia juga mengungkapkan pertemuannya dengan Utusan Teknologi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amandeep Singh Gill, yang menyoroti pentingnya solidaritas antar negara berkembang dalam merespons regulasi AI global yang saat ini masih dalam tahap awal pengembangan.

“Hingga kini belum ada regulasi permanen terkait AI. Ini adalah momentum emas bagi negara-negara Global South untuk menyusun sikap kolektif, terutama terkait isu kedaulatan digital,” ujarnya.

Nezar menambahkan, regulasi AI saat ini di berbagai negara masih berada pada tahap awal—seperti dekrit presiden di Amerika Serikat, RUU AI Act di Uni Eropa, dan kebijakan awal di Korea Selatan. Namun, negara-negara Selatan dinilai masih minim ruang advokasi dan pengaruh dalam pengambilan keputusan global.

Menanggapi inisiatif delegasi Afrika Selatan, Nezar menekankan pentingnya memanfaatkan forum M20—Pertemuan Menteri Komunikasi negara-negara anggota G20—yang akan diselenggarakan tahun depan.

“Forum M20 bisa menjadi titik balik penting. Namun kita tidak bisa berhenti pada pernyataan politik semata. Diperlukan aksi nyata, seperti pembentukan sekretariat atau forum tetap yang dapat menyuarakan kepentingan kolektif negara-negara Global South dalam menghadapi ketimpangan ekosistem digital global,” tandasnya.

Melalui berbagai forum internasional, Indonesia menegaskan kesiapan menjadi jembatan dialog strategis kawasan. Tak hanya memperjuangkan hak-hak penerbit, tetapi juga mendorong terbentuknya tata kelola AI global yang etis, inklusif, dan berkeadilan.