Kesepakatan Indonesia-AS: Babak Baru dalam Kemitraan Dagang dan Transformasi Digital

0
244
Foto: Kementerian Ekon

(Vibizmedia – Jakarta) Proses panjang negosiasi bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan tarif perdagangan resmi memasuki fase baru dengan diterbitkannya Joint Statement pada 22 Juli 2025.

Indonesia berhasil mendapatkan penurunan tarif signifikan dari 32% menjadi 19%, menjadikannya salah satu negara dengan penyesuaian tarif terendah di antara negara-negara yang tercatat menyumbang defisit neraca perdagangan terhadap AS.

AS sendiri merupakan mitra dagang utama Indonesia, dengan pangsa ekspor mencapai 11,22% pada 2024. Selain itu, AS juga berperan sebagai investor besar dengan realisasi penanaman modal asing sebesar USD3,7 miliar pada tahun yang sama.

“Secara umum, Joint Statement ini mencerminkan poin-poin penting yang telah dibahas bersama, serta komitmen politik dari kedua negara yang nantinya menjadi dasar perjanjian perdagangan lebih lanjut,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers pada Kamis (24/7/2025).

Airlangga menyampaikan bahwa negosiasi teknis masih akan berlanjut, termasuk pembahasan daftar produk Indonesia yang berpotensi mendapatkan tarif lebih rendah, bahkan hingga mendekati nol persen. Produk-produk tersebut meliputi kelapa sawit, kopi, kakao, produk agro dan mineral, komponen pesawat, serta produk industri dari kawasan tertentu.

Terkait isu pengelolaan data pribadi lintas negara, Menko Airlangga menegaskan bahwa kesepakatan dagang ini juga akan menjadi landasan hukum yang sah dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi antarnegara. Kesepakatan ini memberikan perlindungan hukum bagi data pribadi warga Indonesia yang menggunakan layanan digital perusahaan berbasis di AS.

Kedua negara sepakat agar Indonesia menyusun protokol khusus terkait pertukaran data lintas batas (cross-border), yang akan menjadi pedoman pengelolaan dan perlindungan data sesuai dengan regulasi nasional, yakni Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Pemerintah juga akan memastikan proses pemindahan data, baik fisik maupun digital (melalui cloud atau kabel), berlangsung dalam kerangka tata kelola yang aman dan andal.

Saat ini, terdapat 12 perusahaan teknologi asal AS yang telah membangun dan mengoperasikan pusat data (data center) di Indonesia, seperti Microsoft, Amazon Web Services (AWS), Google, Equinix, EdgeConneX, dan Oracle.

Airlangga juga menjelaskan bahwa penerapan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) akan dibatasi hanya untuk produk-produk Teknologi Informasi dan Komunikasi, pusat data, serta alat kesehatan asal AS. Hal ini dilakukan dengan tetap mengacu pada ketentuan impor dan berada di bawah pengawasan kementerian/lembaga teknis terkait.

Untuk pengakuan sertifikasi FDA terhadap alat kesehatan, Airlangga mengingatkan bahwa Indonesia sebelumnya telah menerapkan mekanisme serupa saat menerima vaksin Covid-19 dari negara lain.

Dalam hal kerja sama komoditas industri, Indonesia dan AS juga menyepakati kerja sama pada sektor critical minerals (mineral penting) yang telah melalui proses hilirisasi, bukan lagi dalam bentuk bahan mentah. Pembiayaan investasi untuk sektor ini turut difasilitasi melalui kolaborasi antara Danantara dan Development Finance Corporation (DFC).

Terkait impor bahan pangan, Airlangga menyebutkan bahwa komoditas seperti kedelai, gandum, dan kapas yang tidak diproduksi di dalam negeri tetap diimpor guna menjaga stabilitas inflasi pangan. Pengaturan izin impor dan neraca komoditas akan terus disesuaikan dengan kebutuhan nasional melalui pendekatan supply and demand.

Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa AS telah menunjukkan komitmennya untuk berinvestasi di Indonesia melalui beberapa proyek strategis, antara lain:

  • Pembangunan fasilitas Carbon Capture and Storage (CCS) senilai USD10 miliar oleh ExxonMobil,
  • Pusat data di Batam senilai USD6,5 miliar oleh Oracle,
  • Infrastruktur cloud dan AI senilai USD1,7 miliar oleh Microsoft,
  • Pengembangan AI dan cloud senilai USD5 miliar oleh Amazon,
  • Fasilitas produksi CT Scanner pertama di Indonesia senilai Rp178 miliar oleh GE Healthcare.

Melalui kerja sama ini, Indonesia berharap dapat memperkuat daya saing nasional, mendorong inovasi, peningkatan kapasitas, riset dan pengembangan (R&D), pertumbuhan ekonomi digital, konektivitas logistik antarwilayah, serta peningkatan arus perdagangan dan investasi.

“Langkah yang diambil Pemerintah bersama Amerika Serikat bertujuan menjaga keseimbangan internal dan eksternal agar neraca perdagangan tetap sehat dan penciptaan lapangan kerja bisa terus berlanjut. Kalau tarif tetap di 32%, itu sama saja seperti dalam tanda kutip ‘embargo dagang’, dan artinya lebih dari satu juta tenaga kerja sektor padat karya bisa terdampak,” pungkas Airlangga.