(Vibizmedia-Nasional) Industri logam dasar terus menunjukkan performa gemilang. Pada triwulan II tahun 2025, sektor ini mencatat kontribusi sebesar 6,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan pertumbuhan double digit mencapai 14,7 persen secara tahunan (year-on-year).
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Setia Diarta, menyebut capaian tersebut merupakan hasil ekspansi produksi yang didorong permintaan global, khususnya dari besi dan baja, serta keberhasilan program hilirisasi nasional.
“Industri baja kini menjadi penopang pembangunan infrastruktur, industri otomotif, permesinan, galangan kapal hingga energi. Indonesia bahkan menduduki peringkat ke-14 produsen baja mentah dunia dengan 17 juta ton pada 2024, meningkat hampir dua kali lipat dibanding 2019,” ujar Setia pada acara pelepasan ekspor produk Cold Rolled Coil (CRC) PT Krakatau Baja Industri (KBI) ke Spanyol di Cilegon, Banten, Kamis (25/9).
Saat ini kapasitas terpasang crude steel nasional mencapai 21 juta ton dan ditargetkan naik menjadi 27 juta ton pada 2029. “Ini bukti optimisme ekspansi industri baja nasional,” imbuhnya.
PT KBI sepanjang 2025 telah mengekspor 62 ribu ton produk CRC ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Polandia, dan Spanyol. Pada pelepasan kali ini, perusahaan mengapalkan lebih dari 54 ribu ton CRC ke Spanyol dengan nilai Rp571 miliar.
Direktur Utama PT KBI, Arief Purnomo, menegaskan ekspor ini merupakan bukti komitmen perusahaan menjaga mutu produk. “Pasar ekspor akan menjadi salah satu kekuatan penjualan KBI ke depan. Kami terus memperluas akses pasar dengan dukungan Krakatau Posco dan Posco Internasional,” ujarnya.
Setia menambahkan, ekspor CRC ini juga mencerminkan sinergi erat dalam ekosistem Krakatau Steel Group, dari penyediaan bahan baku hulu hingga distribusi internasional.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pemerintah terus menjaga momentum pertumbuhan industri baja melalui berbagai kebijakan strategis. Di antaranya penerapan trade remedies, SNI wajib, fasilitas Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), insentif fiskal, hingga penerapan prinsip industri hijau.
“Kebijakan ini memastikan peningkatan kapasitas produksi baja nasional agar bisa bersaing di pasar domestik maupun global,” kata Agus.
Ia mengakui tantangan global seperti proteksionisme, ketegangan geopolitik, dan konflik internasional dapat mengganggu rantai pasok baja. Namun, kondisi tersebut juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperluas penetrasi pasar ekspor.
“Industri baja nasional harus terus berinovasi, meningkatkan kualitas, dan menjalankan produksi yang efisien serta ramah lingkungan. Inilah kunci memperkuat daya saing global,” pungkas Menperin.