Kemenperin Tegaskan Komitmen Perkuat Ketangguhan Industri Nasional

0
59
Menteri Perindustrian
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. FOTO: KEMENPERIN

(Vibizmedia-Nasional) Memasuki tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga ketahanan dan daya saing sektor manufaktur nasional. Meski dihadapkan pada tekanan global dan domestik, sektor industri pengolahan Indonesia tetap menunjukkan performa positif dan menjadi tulang punggung utama perekonomian nasional.

“Selama satu tahun ini, sektor industri menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kemampuan industrialisasi dalam negeri guna mencapai ketangguhan ekonomi nasional,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam konferensi pers “1 Tahun Kinerja Industri Kabinet Merah Putih” di Jakarta, Senin (20/10).

Menurut Menperin, sejumlah tantangan utama yang dihadapi meliputi banjir produk impor murah—baik legal maupun ilegal—yang menekan produk dalam negeri. Selain itu, praktik penjualan produk dari kawasan berikat (KB) yang seharusnya diekspor ke pasar domestik turut menimbulkan distorsi pasar.

Dinamika global pun memperparah tekanan industri nasional. Perang Rusia–Ukraina dan konflik Iran–Israel menimbulkan gangguan rantai pasok, lonjakan harga energi, serta perlambatan ekspor. Di dalam negeri, kebijakan kuota dan kenaikan harga gas industri turut menekan biaya produksi.

Faktor lain yang menjadi perhatian ialah tekanan terhadap kebijakan perlindungan industri nasional. “Padahal, 80 persen produk manufaktur Indonesia dipasarkan di dalam negeri. Karena itu, kebijakan proteksi penting untuk menjaga 19,6 juta tenaga kerja dan keberlanjutan investasi,” tegas Agus.

Menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo, Kemenperin menetapkan empat fokus utama: melindungi industri nasional dari tekanan impor, menjaga dan meningkatkan utilisasi produksi, melindungi pekerja serta investasi, dan memperkuat teknologi produksi untuk meningkatkan daya saing di pasar domestik maupun global.

Melalui strategi tersebut, sektor industri manufaktur Indonesia berhasil menjaga momentum pertumbuhan. Data menunjukkan, pada periode Triwulan IV 2024 hingga Triwulan II 2025, sektor Industri Pengolahan Nonmigas (IPNM) tumbuh sebesar 4,94 persen (YoY) dan berkontribusi 17,24 persen terhadap PDB nasional.

“Angka ini membuktikan bahwa sektor manufaktur tetap menjadi penggerak utama ekonomi nasional,” ungkap Agus Gumiwang.

Dari sisi ekspor, sektor manufaktur mencatat nilai ekspor sebesar USD 202,9 miliar atau 78,75 persen dari total ekspor nasional senilai USD 257,6 miliar sepanjang Oktober 2024 – Agustus 2025.

Kepercayaan investor juga tetap tinggi, dengan realisasi investasi industri manufaktur mencapai Rp568,4 triliun (40,72 persen dari total investasi nasional) pada periode Oktober 2024 – Juni 2025. Investasi tersebut turut menyerap 19,55 juta tenaga kerja, atau 13,41 persen dari total tenaga kerja nasional hingga Februari 2025.

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada September 2025 tercatat di angka 53,02, menandakan kondisi ekspansif. Sementara Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur berada di level 50,4.

“Kedua indikator ini menunjukkan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek industri yang tetap positif,” tutur Agus.

Rata-rata utilisasi sektor IPNM selama Oktober 2024 – Agustus 2025 mencapai 62 persen, menunjukkan masih luasnya peluang ekspansi produksi.

Beberapa subsektor bahkan tumbuh di atas rata-rata nasional, seperti Industri Logam Dasar (12,27%), Industri Kulit dan Alas Kaki (8,13%), serta Industri Makanan dan Minuman (6,18%). Subsektor barang logam, elektronik, kimia, farmasi, dan mesin juga mencatat pertumbuhan stabil di kisaran 5–6 persen.

“Pertumbuhan di berbagai subsektor ini mencerminkan semakin solidnya struktur industri nasional dari hulu hingga hilir,” tambahnya.

Menurut data Bank Dunia dan PBB, nilai tambah manufaktur Indonesia (Manufacturing Value Added/MVA) pada 2024 mencapai USD 265,07 miliar, menempatkan Indonesia di peringkat ke-13 dunia, ke-5 di Asia, dan pertama di ASEAN, melampaui Thailand dan Malaysia.

Dalam laporan World Competitiveness Ranking 2025 yang dirilis Institute for Management Development (IMD), Indonesia menempati posisi ke-40 dari 69 negara, dengan kinerja ekonomi di peringkat ke-24 dan efisiensi bisnis di peringkat ke-26.

Namun, masih terdapat pekerjaan rumah pada aspek infrastruktur yang berada di peringkat ke-57. Karena itu, pemerintah terus mempercepat pembangunan infrastruktur industri, termasuk energi, logistik, serta pengembangan sumber daya manusia yang produktif dan adaptif.

Agus menegaskan, pemerintah akan terus menjaga momentum ekspansi industri melalui kebijakan yang berpihak pada pelaku usaha domestik.

“Kami memperkuat instrumen kebijakan dari perlindungan pasar dalam negeri, peningkatan TKDN, penguasaan teknologi produksi, hingga peningkatan kualitas tenaga kerja industri. Tujuannya agar sektor manufaktur Indonesia semakin tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan,” pungkasnya.