Banda Neira Jadi Model Nasional Ekonomi Biru Berbasis Budaya Maritim

0
54
Banda Neira
Banda Neira. FOTO: KEMENPAR

(Vibizmedia-Nasional) Di tengah Laut Banda yang biru keperakan, Banda Neira berdiri tenang sebagai saksi sejarah rempah dunia. Kini, pulau kecil di Maluku Tengah itu menapaki babak baru: membangun ekonomi pesisir berkelanjutan dengan berpijak pada kekayaan alam dan budaya maritimnya.

Dulu, aroma pala menjadikan Banda Neira incaran bangsa-bangsa Eropa. Kini, masyarakat setempat tak lagi sekadar bergantung pada rempah, tetapi menumbuhkan ekonomi dari laut melalui konservasi dan ekowisata yang ramah lingkungan.

Program konservasi laut dan wisata berbasis masyarakat telah mengubah cara pandang warga terhadap laut.

“Dulu orang hanya berpikir soal tangkapan. Sekarang, masyarakat sudah sadar bahwa karang yang sehat adalah investasi jangka panjang,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.

Warga kini menggunakan alat tangkap selektif, menanam terumbu karang buatan, dan mengelola jalur wisata snorkeling bersama-sama.

Banda Neira kini dikenal sebagai destinasi penyelaman kelas dunia. Keindahan bawah lautnya berpadu dengan kekayaan sejarah seperti rumah kolonial, Benteng Belgica, dan jejak pengasingan Bung Hatta. Melalui program “Banda Dive Heritage Trail”, wisatawan diajak menyelami laut sekaligus memahami sejarah rempah dan kehidupan masyarakat.

Sebagian pendapatan dari wisata ini digunakan untuk konservasi laut dan pemberdayaan ekonomi lokal, termasuk pelatihan pemandu wisata dan pengembangan kuliner berbasis hasil laut berkelanjutan.

“Pelestarian lingkungan berjalan beriringan dengan pelestarian budaya. Itulah kekuatan Banda Neira,” kata Dr. Muhammad Farid, Rektor Universitas Banda Neira.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menempatkan Banda Neira sebagai model integrasi konservasi laut, arkeologi, dan budaya maritim melalui program Laut untuk Kesejahteraan (LAUTRA).

“Banda Neira kami jadikan kawasan prioritas karena memiliki kekayaan ekosistem laut dan nilai budaya yang tinggi. Kami ingin membangun model pengelolaan laut yang tidak hanya lestari, tetapi juga mensejahterakan,” ujar Dirjen Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (26/10/2025).

Program LAUTRA mencakup 11 provinsi, 20 kawasan konservasi, dan 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan dengan total area mencapai 8,3 juta hektare. Program ini menargetkan lebih dari 75 ribu penerima manfaat langsung, termasuk 30 persen kelompok perempuan pesisir.

Empat komponen utama LAUTRA meliputi penguatan kelembagaan konservasi, pembangunan ekonomi lokal, pembiayaan berkelanjutan (blue financing), dan manajemen proyek terpadu.

Menurut Direktur Jasa Bahari Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP, Enggar Sadtopo, pendanaan program dilakukan melalui tiga skema hibah, mulai dari micro grant Rp150 juta hingga matching grant Rp1,25 miliar untuk mendukung UMKM biru yang ramah lingkungan.

“Kami ingin memastikan ekonomi tumbuh tanpa merusak laut,” tegas Enggar.

Sementara itu, Dr. Kastana Sapanli dari IPB University menilai posisi Banda Neira sangat strategis karena berada di kawasan Coral Triangle dan Spice Islands, sehingga potensial dikembangkan sebagai destinasi eco-diving, heritage spice tourism, dan agrowisata pala.

Pemerintah daerah juga memperkuat inisiatif seperti Desa Bahari Cerdas dan Kampung Iklim untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim dan mengelola sumber daya laut secara bijak.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan pentingnya keseimbangan antara perlindungan ekosistem laut, pemberdayaan masyarakat pesisir, dan pengembangan ekonomi biru sebagai pilar pembangunan nasional.

“Banda Neira adalah contoh nyata bahwa konservasi bisa berjalan seiring dengan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Saat senja turun di ufuk barat, langit Banda Neira berwarna jingga keemasan. Anak-anak bermain di tepi pantai, para ibu menjemur pala, sementara Gunung Api Banda berdiri megah di kejauhan.

Di sinilah harmoni itu hidup — antara alam yang dijaga, budaya yang dirawat, dan ekonomi yang tumbuh dari akar lokal. Banda Neira bukan hanya kisah masa lalu rempah dunia, tetapi cermin masa depan ekonomi biru Indonesia.

Banda mengajarkan satu hal sederhana namun mendalam: keberlanjutan bukan sekadar jargon, melainkan cara hidup.