Kimia–Farmasi–Tekstil Jadi Sektor Strategis Pendorong Ekonomi 2025–2026

0
100
Foto: Kemenperin

(Vibizmedia – Bogor) Kementerian Perindustrian menegaskan ketangguhan sektor Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) sebagai salah satu pilar utama yang menjaga stabilitas manufaktur nasional sepanjang 2025. Kinerja positif ini menjadi modal strategis memasuki 2026, sejalan dengan arah kebijakan pemerintah dalam mendorong transformasi ekonomi dan mengejar target pertumbuhan hingga 8% pada 2029.

Direktur Jenderal IKFT, Taufiek Bawazier, menyampaikan bahwa sektor IKFT mampu menunjukkan ketahanan di tengah tekanan global dan tetap memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan industri pengolahan.

“Optimisme pelaku industri menunjukkan bahwa kita berada pada jalur yang benar. Tugas pemerintah adalah memastikan ekosistem semakin kondusif agar investasi, ekspor, dan produktivitas terus meningkat,” ujar Taufiek dalam kegiatan Outlook dan Kinerja IKFT 2026 di Bogor, Selasa (25/11).

Sepanjang 2025, industri pengolahan mencatatkan tren positif. Pada Triwulan III 2025, Industri Pengolahan Nonmigas tumbuh 5,58% (YoY), melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada 5,04%. Sektor IKFT mencatat pertumbuhan lebih tinggi, yakni 5,92%, dengan kontribusi 3,88% terhadap PDB.

Pada perdagangan luar negeri, ekspor IKFT periode Januari–Agustus 2025 mencapai USD 35,25 miliar, sementara impor sebesar USD 32,31 miliar. Ekspor didominasi produk kimia, pakaian jadi, serta kulit dan alas kaki. Namun tingginya impor bahan baku kimia menegaskan perlunya penguatan industri hulu dalam negeri.

Secara keseluruhan, utilisasi kapasitas industri IKFT berada di kisaran 60%, didorong oleh kebijakan hilirisasi pada industri kimia berbasis migas dan bahan galian bukan logam. Penguatan ini juga terlihat dari meningkatnya realisasi investasi sektor IKFT yang mencapai Rp142,15 triliun pada Januari–September 2025, naik signifikan dari Rp116,54 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Dari sisi ketenagakerjaan, sektor IKFT telah menyerap 6,7 juta tenaga kerja hingga Februari 2025, atau sekitar 4,6% dari total tenaga kerja nasional.

Pemerintah menegaskan komitmen untuk memperkuat struktur industri nasional secara menyeluruh sebagaimana tercantum dalam RPJPN 2025–2045. Fokusnya mencakup peningkatan kontribusi industri pengolahan terhadap PDB menjadi 21,9% serta akselerasi pertumbuhan ekonomi menuju 8% pada 2029. Dalam kerangka ini, IKFT diposisikan sebagai motor penggerak melalui penguatan konsumsi domestik, peningkatan investasi, percepatan ekspor, dan penurunan ketergantungan impor.

“Kunci penguatan industri adalah membangun struktur dari hulu hingga hilir—mulai dari kemandirian bahan baku, modernisasi mesin, hingga transformasi digital dan ekonomi sirkular,” tegas Taufiek.

Berbagai program prioritas telah disusun untuk mendorong daya saing sektor IKFT, termasuk percepatan restrukturisasi mesin, hilirisasi migas dan mineral, revitalisasi industri pupuk, peningkatan ekspor dan investasi, optimalisasi penggunaan produk dalam negeri, serta percepatan implementasi Industri 4.0 dan penguatan rantai pasok.

Meski demikian, sektor IKFT masih menghadapi tantangan struktural seperti ketergantungan impor bahan baku kimia, kebutuhan API untuk industri farmasi, masuknya produk tekstil murah, serta potensi rerouting produk kaca. Pemerintah menilai bahwa tantangan ini harus dijawab melalui regulasi yang lebih kuat, peningkatan standar kualitas, dan perluasan akses pasar.

Melalui forum Outlook dan Kinerja IKFT 2026, pemerintah berharap dapat memperkuat koordinasi lintas pemangku kepentingan dalam merumuskan strategi menghadapi dinamika industri tahun depan. Kemenperin optimistis bahwa kolaborasi, inovasi berkelanjutan, dan percepatan penguatan struktur industri akan semakin memperkuat peran sektor IKFT dalam menopang perekonomian nasional dan meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.