Kemenperin Dorong Substitusi Impor Lewat Link and Match IKM Alat Angkut 2025

0
82
Foto: Kemenperin

(Vibizmedia – Jakarta) Kementerian Perindustrian menegaskan komitmennya memperkuat rantai pasok industri alat angkut nasional melalui kemitraan strategis antara perusahaan besar dan pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM). Komitmen ini diwujudkan lewat Program Kemitraan IKM Alat Angkut dengan Industri Besar yang menghasilkan 36 nota kesepahaman antara 33 IKM komponen otomotif dan 24 perusahaan besar di sektor alat angkut.

Inisiatif tersebut menjadi langkah penting untuk memastikan keberlanjutan pasar bagi produk IKM, meningkatkan daya saing, serta menciptakan multiplier effect bagi pertumbuhan industri otomotif nasional.

“Inti kegiatan hari ini adalah menjalankan program substitusi impor untuk memperkuat struktur industri kita,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka kegiatan Kemitraan IKM Alat Angkut dengan Industri Besar (Link and Match) 2025 di Jakarta, Selasa (2/12).

Industri alat angkut merupakan subsektor strategis yang terus menopang kinerja manufaktur Indonesia. Pada triwulan III 2025, subsektor ini menyumbang 1,28 persen terhadap PDB nasional. Dengan jaringan produksi kendaraan, karoseri, alat berat, kendaraan khusus, hingga sepeda motor dan komponen, sektor ini membentuk rantai nilai yang kuat dan padat karya.

Di dalamnya, industri otomotif menjadi motor utama pertumbuhan. Saat ini terdapat 39 pabrikan kendaraan roda empat berkapasitas 2,39 juta unit per tahun dan 82 pabrikan kendaraan roda dua dan tiga dengan kapasitas 11,2 juta unit. Hingga Oktober 2025, produksi roda dua dan tiga mencapai 5,89 juta unit—dengan ekspor 460 ribu unit—sementara produksi roda empat mencapai 960 ribu unit dengan ekspor 430 ribu unit.

Data International Organization of Motor Vehicle Manufacturers (OICA) menunjukkan rasio kepemilikan mobil Indonesia baru mencapai 99 kendaraan per 1.000 penduduk, jauh di bawah Malaysia, Thailand, dan Singapura. Kondisi ini menggambarkan potensi pasar yang besar, yang hanya dapat terealisasi jika rantai pasok domestik semakin diperkuat.

Meski demikian, kekuatan industri otomotif sangat bergantung pada kesiapan IKM komponen. Tanpa pemasok lokal yang kompetitif, kapasitas produksi nasional tidak akan optimal. Pola negara produsen otomotif besar menunjukkan bahwa keberhasilan mereka ditopang oleh IKM komponen yang kuat, terstruktur, memperoleh transfer teknologi, serta menjalin kontrak jangka panjang dengan industri besar.

“Model ini penting untuk menekan biaya produksi, mengurangi ketergantungan impor, dan meningkatkan daya saing global,” ujar Menperin.

Saat ini terdapat 1.412 IKM komponen alat angkut yang tercatat dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Mereka memproduksi komponen bodi, sasis, knalpot, interior, plastik, karet, hingga produk modifikasi dan radiator. Keberagaman tersebut menunjukkan bahwa kemampuan produksi domestik sebenarnya sudah cukup kuat untuk mendukung kebutuhan pabrikan nasional.

Kontribusi IKM juga terlihat pada Program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Dari 274 pemasok komponen otomotif di program ini, 51 di antaranya adalah IKM nasional.

Namun, Menperin menekankan masih ada tantangan yang perlu dibenahi, seperti keterbatasan permodalan untuk modernisasi mesin, kesenjangan teknologi, perbedaan standar manajemen mutu dan sertifikasi, serta belum konsistennya kapasitas produksi dalam skala besar. Selain itu, akses informasi kebutuhan komponen dari produsen utama masih terbatas.

Di tengah upaya ini, impor komponen otomotif masih cukup tinggi. Periode Januari–September 2025 mencatat impor otomotif mencapai USD 8,26 miliar, dengan kenaikan impor komponen lebih dari 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Jika potensi ini bisa dimanfaatkan oleh industri dalam negeri, khususnya IKM, substitusi impor akan berhasil, pendalaman struktur industri tercapai, dan nilai tambah bagi perekonomian akan semakin besar,” tegas Agus.

Menperin juga menyampaikan bahwa program kemitraan industri besar–IKM merupakan bagian dari pelaksanaan Asta Cita Presiden Prabowo, yang fokus pada penguatan kemandirian ekonomi, penciptaan lapangan kerja berkualitas, dan percepatan hilirisasi industri.

Direktur Jenderal IKMA Reni Yanita menambahkan bahwa pihaknya terus menjembatani IKM komponen otomotif agar terhubung dengan pemasok tier 1 APM melalui program Link and Match yang telah dijalankan sejak 2017 bersama Astra Group dan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Dari kolaborasi tersebut, pada 2022–2024 telah dihasilkan 131 MoU antara 47 APM tier 1 dan 107 IKM.

Reni berharap peserta Link and Match 2025 aktif menjalin komunikasi lanjutan dengan APM dan industri besar untuk memperluas peluang kemitraan. “Kolaborasi ini akan memperkuat akses pasar IKM di industri otomotif dan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN),” ujarnya.

Sebelumnya, pada 19 November 2025, sebanyak 24 APM tier 1 dan 33 IKM telah menandatangani MoU dalam rangkaian kegiatan Link and Match. Dalam kesempatan ini, Kemenperin juga memberikan penghargaan kepada pemerintah daerah yang aktif mengembangkan IKM, industri besar yang konsisten bermitra dengan IKM selama tiga tahun berturut-turut, serta pelaku industri yang berinovasi dalam pengembangan produk substitusi impor.