(Vibizmedia – Lensa) – Bagi warga Jakarta, Galeri Nasional mungkin sudah menjadi bagian dalam kehidupannya, terutama bagi para pecinta seni. Bulan Agustus kemarin, adalah bulan yang spesial bagi para pengunjung Galeri Nasional, karena sejak tanggal 1-30 Agustus 2016 kemarin, pengunjung mendapatkan kesempatan melihat Koleksi Kepresidenan Indonesia disana. Dengan bertajuk 17/71 dan bertemakan “Goresan Juang Kemerdekaan”, 29 lukisan yang sarat dengan nilai sejarah dipamerkan dengan tatanan yang begitu rapi. Tak heran, pengunjung pun ramai, apalagi di hari terakhir pada tanggal 30 Agustus kemarin.
Namun, bagi Anda yang belum sempat melihat lukisan yang dipamerkan, tak perlu berkecil hati. Pada Lensa Jakarta kali ini, Vibizmedia akan menampilkan beberapa lukisan yang dipamerkan di Galeri Nasional tersebut, dimana salah satunya adalah karya Ir. Sukarno.
Berikut ini foto dari beberapa lukisan yang dipamerkan pada tanggal 1-30 Agustus 2016 kemarin :


Potret R.A.Kartini karya Trubus Sudarsono
Trubus Sudarsono, merupakan salah satu pelukis kenamaan di zamannya. Pada tahun 1946-1947, ia menjadi salah satu pelukis yang diminta Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Sukarno untuk melukis potret pahlawan. Salah satu karya lukisannya yang terkenal adalah Potret R.A. Kartini.

Penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Raden Saleh
Lukisan ini, dikerjakan di Belanda oleh Raden Saleh, dan diserahkan ke Ratu Belanda. Pada tahun 1978, lukisan tersebut, diberikan oleh Pemerintah Belanda ke Pemerintah Indonesia bersamaan dengan warisan budaya lainnya. Karya Raden Saleh ini, menjadi bagian penting di Istana Kepresidenan Republik Indonesia.

Potret H.O.S Cokroaminoto karya Affandi
Lukisan Potret H.O.S Cokroaminoto ini, dilukis Affandi berdasarkan permintaan Presiden Republik Indonesia Ke-1, Ir. Sukarno. Lukisan tersebut, akhirnya dipasang di gedung utama Istana Kepresidenan Yogyakarta. Selain Affandi, pada sekitar tahun 1946-1948, banyak pelukis lainnya yang mendapat permintaan melukis potret pahlawan, seperti pelukis S.Soedjojono, Soerono, Dullah, dan lainnya.

Rini Karya Presiden Republik Indonesia Ke-1, Ir. Sukarno
Dullah, yang merupakan saksi atas lukisan ini, menuliskan dalam buku koleksi lukisan Sukarno, kisah tentang Rini, sebagai berikut :
“Selang beberapa waktu jang lalu Bung Karno pergi beristirahat di Bali. Dullah, pelukis Istana Presiden, diadjaknya. Seperti biasa Dullah di Bali mentjoba membuat lukisan. Tetapi baru sadja dibuat garis-garis tjengkorongan (sketch) yang belum berarti telah ditinggalkanja kembali ke Jakarta dan tidak dikerdjakannya lagi. Pada bulan Nopember masuk Desember tahun 1958 Bung Karno kembali lagi ke Bali beristirahat selama sepuluh hari. Dullah tidak ikut. Tahu-tahu selama sepuluh hari di Bali Bung Karno melukis menjelesaikan skecthnya Dullah hingga selesai menjadi sebuah lukisan seperti jang tertjantum pada halaman ini. Tentu sadja banjak dibuat perobahan-perobahan dan tambahan-tambahan dari sketch semula.”

Markas Laskar di Bekas Gudang Beras Tjikampek Karya S. Sudjojono
Karya dari pelukis S. Sudjojono ini, kemungkinan dibeli oleh Presiden Republik Indonesia Ke-1, Ir. Sukarno pada tahun yang sama ketika lukisan diselesaikan. Lukisan ini, menggambarkan akan suasana di bekas gudang penggilingan padi yang saat seminggu sebelumnya hancur akibat dibom oleh kapal terbang capung NICA, di wilayah Tjikampek. Ruangan tersebut, lalu digunakan sebagai markas pejuang kemerdekaan, tepatnya Markas A.P.I yang dipakai pada akhir tahun 1945. Saat itu, Sudjojono juga tinggal di tempat tersebut.

Persiapan Gerilya Karya Dullah
Karya Persiapan Gerilya ini, didedikasikan sebagai dokumentasi perjuangan yang sama sekali tidak menggambarkan pertempuran di medan laga atau adu senjata dengan penjajah, tetapi lebih mengemukakan akan sebuah persiapan mengenai pertempuran. Untuk pengerjaan lukisan ini, Dullah mendapatkan upah sebesar 1.750 Rupiah, yang saat itu merupakan nilai yang tinggi.

Margasatwa dan Puspita Nusantara Karya Lee Man Fong
Pada tahun 1960, Lee Man Fong diminta Presiden Republik Indonesia Ke-1, Ir. Sukarno untuk menjadi pelukis istana, menggantikan pelukis Dullah. Pada tahun 1961, Man Fong ditunjuk oleh Presiden Sukarno untuk mengerjakan elemen estetik di Hotel Indonesia, Jakarta. Dalam proyek ini, beberapa orang pelukis kenamaan lainnya juga diminta untuk mengerjakannya.
Fanny Sue/ Journalist/VMN-Buku 17/71
Images : Vibizmedia/ Togu dan Mark
Editor : Fanya Jodie









