
(Vibizmedia – Nasional) Tahun 2017 ini, pemerintah sedang terus melakukan reformasi kemudahan berusaha dengan lebih cepat agar dapat mencapai 40 besar Indeks Kemudahan Berusaha yang diterbitkan Bank Dunia.
Posisi suatu negara dalam indeks tersebut menunjukkan tingkat kemudahan berusaha suatu negara dengan negara lainnya. Tahun ini, sesungguhnya Indonesia mampu memperbaiki posisi dalam indeks tersebut sebanyak 15 peringkat hingga berada pada posisi ke-91 dari sebelumnya pada peringkat ke-106. Tapi, hal itu dirasa belumlah cukup.
Presiden Joko Widodo sampaikan bahwa target kemudahan berusaha Indonesia adalah masuk ke 40 besar. Saat ini, Indonesia sudah dikategorikan sebagai top reformer pada Laporan ‘Doing Business 2017’. Tetapi dirinya ungkapkan bahwa Indonesia perlu mampu melakukan reformasi yang lebih cepat lagi dalam kemudahan berusaha dan berinvestasi, ungkapnya dalam rapat terbatas akselerasi peningkatan peringkat kemudahan berusaha, di Kantor Presiden, Rabu (30/3).
Untuk itu, Presiden instruksikan jajarannya agar fokus dalam upaya meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia. Sebagai langkah awal, dirinya meminta agar dilakukan perbaikan pada sejumlah indikator kemudahan berusaha yang masih harus dibenahi. Untuk diketahui, dalam Indeks Kemudahan Berusaha, terdapat sepuluh indikator pengukuran yang menentukan posisi suatu negara.
Langkah awal yang dimaksud adalah fokus perbaikan pada indikator yang masih berada pada peringkat di atas 100 agar bisa turun paling tidak pada peringkat di bawah 80-an. Perbaikan di setiap indikator harus menjadi prioritas kementerian atau lembaga sehingga penanganannya lebih fokus dan upaya perbaikan di setiap indikator harus diberikan target yang konkret, target yang jelas, terangnya.
Kementerian/lembaga penting untuk memahami substansi dari perbaikan sejumlah indikator tersebut. Sosialisasi kepada para pelaku usaha mengenai perbaikan tersebut juga disinggungnya. Deregulasi kebijakan, utamanya yang menghambat investasi, juga akan terus dilakukan. Presiden mengingatkan bahwa regulasi yang berbelit-belit justru pada praktiknya akan menyulitkan diri sendiri dan akan menyebabkan ketertinggalan dalam persaingan global dengan negara-negara lainnya.
Ditambah dengan, peraturan-peraturan yang baru yang terus bermunculan harusnya sudah tidak ada lagi yang semakin menambah persoalan. Mestinya regulasi itu stabil, kalau dibuat juga harus dengan konsultasi publik yang baik, berkali-kali, berbulan-bulan dan transparan.
Journalist : Rully
Editor : Mark Sinambela