(Vibizmedia – Lensa Papua) Wamena adalah sebuah distrik dengan lembahnya yang mempesona di Papua. Mungkin kita sudah sering mendengarnya, Lembah Baliem. Kita juga tidak lupa akan Festival Lembah Baliem yang pertama kali digelar pada tahun 1989 dan telah menjadi acara tahunan yang bisa diikuti pada setiap bulan Agustus. Festival yang awalnya merupakan acara perang antar suku Dani, Lani, dan Suku Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan, namun tidak hanya menjadi pertunjukan perang antar suku, telah menjadi pertunjukan budaya dan seni masyarakat Pegunungan Tengah, Papua. Atraksi perang antar suku ini juga menjadi satu destinasi wisata yang menarik.

Namun kali ini fenomena menakjubkan yang bisa kita nikmati di Wamena adalah padang yang terhampar indah dengan nuansa ungu yang hanya muncul di bulan Mei. Hamparan ungu nampak mennghiasi lembah yang terletak di Kampung Parema Distrik Wesaput dan di Kampung Aikima Distrik Hubikosi. Namun ternyata hamparan warna ungu juga ada di Distrik Napua dan Distrik Walesi.

Orang menyebut hamparan ungu yang sebenarnya adalah ilalang berwarna keunguan ini dengan nama “Rumput Mei” atau dalam bahasa daerahnya Lagalaga Eka atau Owasiwasika. Meski diyakini bahwa rumput ungu ini bukan asli dari Wamena. Tapi fenomena Rumput Mei ini mulai muncul pada sekitar tahun 1970 hingga 1980.
Nama yang sebenarnya dalam bahasa Hugula itu ada beberapa versi. Owasi-owasika secara etimologis berasal dari tiga kata, yakni; owa, owasi dan eka. Owa artinya dirinya atau padanya (dalam konteks ini pada rumput atau bunga ini). Owasi berarti bau (harum). Eka artinya daun. Dengan demikian, Owasi-owasika bisa dapat diartikan sebagai rumput atau bunga yang berbau harum.
Rumput Mei akan muncul dan bersemi pada bulan April hingga Juni seiring dengan waktu musim berbunga, namun rumput dengan dominan warna ungu ini hanya terjadi pada tanggal 5-14 Mei setiap tahunnya. Di atas tanggal 20 Mei, rumput itu mulai berubah warnanya.
Asal Rumput Mei
Ada beberapa pendapat mengenai asal dari Rumput Mei ini. Menurut salah satu tokoh masyarakat Wamena, Yusuf H. Molama , ia meyakini bahwa bibit Rumput Mei dibawa oleh misionaris Belanda mulai mendirikan pos di Distrik Wesaput, Lembah Baliem. Dari sanalah awal rumput tumbuh dan menyebar. Ia juga menjelaskan bahwa Rumput Mei mulai tumbuh pada tahun 1970-an.
Sedangkan menurut Frater Lishout, seorang tokoh misionaris Katolik di Wamena, ia berpendapat bahwa kemungkinan bibit rumput dibawa oleh roda ban pesawat kecil bagian belakang yang banyak menyinggahi lapangan terbang kecil di pedalaman Papua.
Menjadi Bahan Perbincangan
Rumput Mei menjadi bahan perbincangan saat sebuah komunitas Fotografi Agamu Asege Fotografi mengunggahnya di sosial media Facebook pada tahun 2016. Komunitas ini mengabadikan keindahan fenomena rumput berwarna ungu ini dimana pemotretan pertama dilakukan di Wesaput, daerah yang merupakan spot terbaik untuk dijadikan tempat wisata.
Silvester Korwa dari komunitas ini menuturkan dalam media kabarpapua.co bahwa setelah diunggah di Facebook dengan memberi keterangan foto Rumput Mei, maka menjadi bahan perbincangan masyarakat. Sejak unggahan yang dilakukan pada tahun 2016 itulah masyarakat pencinta keindahan alam mulai mengabadikan momen itu.
Sejak saat itulah fenomena rumput ungu yang hanya terjadi pada bulan Mei sangat dinanti masyarakat Wamena. Jika sudah di penghujung April maka mereka tidak sabar ingin menikmati keindahan yang hanya ada pada bulan Mei ini.
Para wisatawan yang melihat dari dekat keajaiban rumput ini tidak lagi datang dari Wamena tapi juga tempat-tempat di luar Wamena, seperti Kota Jayapura dan sekitarnya di daerah lainnya di Indonesia.