(Vibizmedia-Nasional) Tahun 2020 ini, Kementerian Ketenagakerjaan menargetkan penarikan pekerja anak sebanyak 9 ribu pekerja anak. Hal tersebut dilakukan untuk menghapus pekerja anak dengan melakukan penarikan pekerja anak dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk.
Pekerja anak yang telah ditarik dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak sejak tahun 2008 sampai saat ini adalah sebanyak 134.456 orang pekerja anak dari jumlah pekerja anak yang ada sebanyak 1.709.712 anak berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018.
“Di masa pandemi Covid-19 ini, saya ingin kembali mengajak dan memperkuat komitmen bersama untuk membebaskan anak-anak kita dari belenggu pekerjaan yang belum menjadi tanggung jawab mereka, ungkap Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah saat membuka acara Webinar Nasional bertajuk “Pandemi Covid-19: Tantangan dan Strategi Penanggulangan Pekerja Anak secara Kolektif dan Berkelanjutan” dalam rangka memperingati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak, pada Jumat 12 Juni 2020.
Menurutnya, dalam mewujudkan penghapusan pekerja anak harus dilakukan secara bersama-sama, sehingga anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, dan intelektual.
“Ini merupakan gerakan bersama yang harus dilaksanakan secara terkoordinasi melibatkan semua pihak, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serikat pekerja/buruh, pengusaha, untuk bersama-sama melakukan upaya penanggulangan pekerja anak,” katanya.
Ida menegaskan bahwa Indonesia memiliki komitmen besar dalam menghapus pekerja anak. Wujud komitmen tersebut ditandai dengan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999, serta memasukkan substansi teknis yang ada dalam Konvensi ILO tersebut dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
Pada kenyataannya tidak semua anak Indonesia, lanjutnya, mempunyai kesempatan untuk memperoleh hak-hak mereka secara penuh, serta menikmati kesempatan kebutuhan mereka khas sebagai anak, terutama anak-anak yang terlahir dari keluarga miskin atau rumah tangga sangat miskin.
“Ketidakberdayaan ekonomi orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga mamaksa anak-anak terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan atau bahkan terjerumus dalam bentuk-betuk pekerjaan terburuk untuk anak yang sangat merugikan keselamatan, kesehatan, dan tumbuh kembang anak,” ucapnya.
Untuk itu, Ida menyatakan dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, anak-anak juga merupakan kelompok yang terdampak, yang pada akhirnya memaksa anak-anak ambil bagian untuk membantu perekonomian keluarganya.
“Ini harus dihentikan. Setop pekerja anak. Biarkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal dari segi fisik, mental, sosial dan intelektualnya semua untuk kepentingan terbaik untuk anak,” tegasnya.