Unair Terus Upayakan Obat Kombinasi dan Obat Pengembangan Baru (OPB) COVID-19

0
745
Ketua Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati Unair Prof. Ni Nyoman Tri Puspaningsih. FOTO: UNAIR

(Vibizmedia – Nasional) Dalam kaitan mengenai proses penanganan COVID-19 di Indonesia, maka Pemimpin Redaksi Vibizmedia Network, Fadjar Ari Dewanto melakukan wawancara eksklusif secara virtual dengan Ketua Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati UNAIR, Prof. Ni Nyoman Tri Puspaningsih  pada Rabu, 2 September 2020.

Interview ini  mengupas mengenai sejauh mana  para peneliti UNAIR bekerja bersama-sama melakukan berbagai penelitian baik mengenai virus COVID-19 yang berkembang di Indonesia, sekaligus pengembangan vaksin dan obat untuk penanganan Covid-19.

Pengembangan Obat Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Apa yang disampaikan Prof. Nyoman merupakan pernyataan yang cukup memberi harapan besar bagi bangsa Indonesia. Ia menyampaikan bahwa UNAIR telah menyiapkan 2 jenis obat untuk COVID-19 yang dia sebutkan sebagai obat yang disiapkan secara jangka pendek dan jangka panjang.

Ia mengakui bahwa para peneliti UNAIR dari sejak awal telah melakukan penelitian untuk mengembangkan obat COVID-19. Ia menyebutkan bahwa dasar penelitian di UNAIR adalah Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 terkait tentang kemandirian bangsa, maka diharapkan ada obat-obat yang menjadi inovasi dari bangsa Indonesia sendiri.

Ia menjelaskan  bahwa   di UNAIR telah dilakukan dua penelitian obat. Yang pertama adalah obat kombinasi, yaitu mengkombinasi obat-obat yang sudah beredar,  yang istilahnya memiliki daya kerja yang mirip terhadap virusnya, ini adalah rencana jangka pendek.  Sedangkan satunya lagi adalah OPB (Obat Pengembangan Baru), single compound, yang memang didesain sendiri  di UNAIR dengan mempelajari dua enzim dan satu protein, dan ini adalah rencana jangka panjang.

OPB, Pengembangan Obat Jangka Panjang

Dalam penjelasannya Prof. Nyoman mengatakan  bahwa karena belum pernah ada di pasaran, maka Obat Pengembangan Baru (OPB) harus menjalankan semuanya, baik pre clinic maupun clinic. Jadi tahapannya memang panjang dan ini merupakan persiapan jangka panjang.  Ia bahkan menyebutkan bahwa pre clinic  dibagi lagi dalam invitro, invivo.  Baru setelah semuanya bisa dikatakan layak, maka bisa dilakukan percobaan clinical trial, dimana  juga  ada fase 1, fase 2, fase 3 dan seterusnya. Ia menjelaskan bahwa  OPB ini memang merupakan proses jangka panjang, dan sekarang  sampai pada tahap pre clinic.

“OPB ini karena betul-betul senyawa  yang kita desain sendiri, basisnya adalah sasaran kita, targetnya adalah main protease virus Covid-19. Ada dua main protease atau RNA Polimerase, ini yang main protease target kita. Nah itu, OPB didesain baru, ini single compound, “ jelasnya.

Sudah di Tahap Akhir Pre Clinic

Lebih jauh lagi ia menjelaskan, “Kami ini sudah pre clinic, tahap in vitro sudah dilewati. Alhamdulillah, step by step kita telah lalui. Kemudian  In Vivo, sekarang sedang berjalan ke uji sub chronic, uji akutnya sudah. Alhamdulillah, sekarang uji sub chronic, ini tahap terakhir untuk pre clinic.”

“Oleh karena itu, maka untuk masuk ke clinical trail itu perlu sejumlah bahan yang tentu cukup besar, kan gitu kan?  Kalau misalnya in vitro, in vivo, uji tantang, kita juga lakukan challenging deteksinya untuk uji tantang. Kita sudah lakukan ke virusnya. Daya hambat sudah terukur dan sebagainya. Tetapi kan ini sudah masuk ke sub chronic,  jumlah in vitro, in vivo itu kan ngga banyak single compoundnya, mungkin dalam jumlah gram, gitu ya.”

“Tapi kalau nanti masuk ke clinical pasien yang jumlahnya harus tervalidasi yang sesuai aturan dari BPOM misalnya seperti itu, ngga lagi gram, perlunya kilogram. Tentu ini perlu disiapkan dari sekarang, sehingga kami ke depan akan melakukan proses Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dulu terhadap single compound kami ini.  Karena ini desainnya memang internal dari tim di UNAIR dan ini memang yang perlu kami lakukan dulu. Setelah itu ya bagaimana ke depannya mencoba clinical dalam jumlah yang besar, pasti Universitas tidak punya pilot scale atau industrial scale, hanya sampai laboratorium scale.”  Demikian ia menjelaskan panjang lebar mengenai proses persiapan Obat Pengembangan Baru yang saat ini sudah sampai pada tahap akhir Pre Clinic.

Obat Kombinasi, Saat Ini Sudah Ada di BPOM

Tapi ada kabar gembira juga yang disampaikan Prof.Nyoman, yaitu bahwa UNAIR sendiri juga melakukan untuk yang urgency dan emergency, artinya dalam waktu cepat, bahkan ia menyatakan bahwa sudah selesai menyiapkan obat kombinasi, dimana dari obat-obat yang sudah beredar dikombinasikan oleh tim peneliti UNAIR yang lain, yaitu Dr. Purwati. Inilah yang ia sebutkan sebagai rencana persiapan obat dalam jangka pendek.

“Ya, yang Dr. Purwati adalah penelitian kombinasi dengan obat-obatan yang sudah beredar. Ini istilahnya untuk jangka pendek. Jadi menggunakan anti viral yang memang virus, apakah bisa juga ke Covid-19,“ pungkasnya mengenai obat kombinasi yang merupakan rencana persiapan obat jangka pendek untuk COVID-19.

Obat kombinasi ini merupakan penelitian jangka pendek  dan  telah dilakukan uji klinik kepada manusia. Ia meneruskan bahwa kalau obat  kombinasi maka obat-obatnya sudah beredar dan sudah digunakan, seperti misalnya anti HIV, anti Flu Burung, anti influensa, yang kemudian dikombinasikan misalnya dengan antibiotik. Tentunya semua obat-obat tersebut  sudah ada dan sudah dijual  di masyarakat.

Kabar baiknya adalah ia juga menyebutkan bahwa percobaan obat kombinasi saat ini sudah ada di BPOM, “Sehingga sekarang masih analisis oleh BPOM, ini sudah ada. Percobaannya kan kemarin sudah dilaporkan ke BPOM.“

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here