Petani Milenial, Harapan Masa Depan Pertanian Indonesia

0
3165
Jajang Tauhidin, peserta program Petani Milenial yang berprofesi sebagai petani sayur asal Kabupaten Purwakarta dan sukses meningkatkan omzetnya hingga 2,5 kali lipat (Foto: Humas Pemprov Jabar)

(Vibizmedia – Kolom) Perkembangan dan prospek petani di Indonesia merupakan topik yang kompleks, mengingat sektor pertanian adalah salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Dalam hal kontribusi terhadap ekonomi,  sektor pertanian menyumbang sekitar 13% terhadap PDB Indonesia (data 2023), dengan subsektor seperti perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, dan perikanan menjadi andalan utama. Namun, proporsi ini cenderung menurun karena pergeseran ke sektor industri dan jasa.

Ada beberapa permasalahan yang dihadapi seperti lahan pertanian yang menyusut karena adanya urbanisasi dan alih fungsi lahan yang membuat luas lahan pertanian semakin berkurang. Selain itu kesejahteraan petani juga masih menjadi permasalahan karena mayoritas petani masih bergantung pada pola subsisten dengan pendapatan rendah. Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) sering kali berada pada level kritis.

Namun yang menjadi salah satu permasalahan utama saat ini adalah perlunya regenerasi petani. 

Berdasarkan Sensus Pertanian 2023 (ST2023), jumlah petani milenial berusia 19–39 tahun di Indonesia, mencapai 6.183.009 orang, atau 21,93% dari total petani yang berjumlah 28.192.693 orang, baik yang menggunakan maupun tidak menggunakan teknologi digital. Penghitungan ini menunjukkan bahwa sekitar 78% petani Indonesia saat ini didominasi oleh petani tua.   

Jumlah total petani Indonesia  ini menurun dari tahun 2019 dimana data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa jumlah petani per 2019 mencapai 33,4 juta orang. Namun ada peningkatan jumlah petani muda berusia 20 – 39 tahun yang pada tahun 2019 berjumlah  2,7 juta orang.

Untuk kategori petani yang menggunakan teknologi digital, maka petani berusia lebih dari 39 tahun mencapai 10.595.434 orang (37,58% dari kelompok usia tersebut). Namun untuk petani berusia kurang dari 19 tahun hanya sebanyak 5.612 orang (0,02%).

Sementara itu, provinsi dengan jumlah petani milenial terbanyak adalah Jawa Timur, sebanyak 971.102 orang (15,71% dari total petani milenial di Indonesia). Diikuti olehJawa Tengah dengan 625.807 orang (10,12%), kemudian Jawa Barat dengan 543.044 orang (8,78%). Sumatera Utara dan Sumatera Selatan menempati posisi keempat dan kelima sebagai daerah dengan jumlah petani milenial terbanyak 

Mengacu Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pedoman Gerakan Pembangunan Sumber Daya Manusia Pertanian Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045, definisi dari petani milenial merupakan petani berusia 19 tahun-39 tahun, dan/atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital.

Minat generasi muda terhadap sektor pertanian di Indonesia menghadapi tantangan yang cukup signifikan, meskipun ada potensi besar untuk dikembangkan. 

Berikut adalah beberapa faktor yang memengaruhi minat generasi muda di sektor ini:

  1. Stigma Negatif terhadap Pertanian:  Banyak generasi muda menganggap sektor pertanian sebagai pekerjaan yang melelahkan, berpenghasilan rendah, dan kurang bergengsi dibandingkan sektor lain seperti teknologi atau bisnis.
  2. Kurangnya Dukungan Infrastruktur dan Teknologi: Banyak lahan pertanian di Indonesia masih dikelola secara tradisional, kurang memanfaatkan teknologi modern yang lebih efisien dan menarik bagi generasi muda. Sebagian besar petani milenial ditemukan di daerah pedesaan yang memiliki akses terbatas ke teknologi dan pasar. Hal ini memperlambat adopsi teknologi pertanian modern.
  3. Akses Modal dan Pasar yang Terbatas: Anak muda seringkali kesulitan mendapatkan modal untuk memulai usaha di sektor pertanian atau mengakses pasar yang lebih luas.
  4. Urbanisasi dan Migrasi ke Kota: Generasi muda cenderung memilih pekerjaan di perkotaan karena akses pendidikan dan peluang kerja yang dianggap lebih menjanjikan.
  5. Pendidikan dan Pelatihan yang Belum Optimal:Kurangnya program pelatihan dan pendidikan berbasis pertanian modern menyebabkan rendahnya pemahaman generasi muda tentang potensi inovasi di sektor ini.

Namun sesungguhnya masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan oleh generasi muda untuk bisa terjun ke sektor pertanian.  Pertama-tama adalah adanya teknologi pertanian (Agritech), dimana kemajuan teknologi seperti Internet of Things (IoT), drone, dan aplikasi berbasis digital membuka peluang untuk menjadikan pertanian lebih efisien dan menarik bagi generasi muda.  

Selain itu dukungan dari pemerintah yang menyiapkan berbagai program seperti Petani Milenial dan insentif bagi wirausaha muda di sektor agribisnis menjadi dorongan untuk meningkatkan partisipasi anak muda.  

Ditambah lagi akan adanya kesadaran pentingnya keberlanjutan lingkungan mampu memotivasi generasi muda untuk terlibat dalam praktik pertanian organik atau ramah lingkungan.

Jangan dilewatkan juga adanya peluang ekspor dan agribisnis yang cukup besar bagi sektor pertanian, terutama untuk komoditas unggulan seperti kopi, kakao, kelapa sawit, dan hasil hortikultura. 

Bahkan dengan pengembangan  komunitas agribisnis dan inkubator usaha berbasis pertanian mampu memberikan bimbingan dan dukungan bagi generasi muda.

Jika dikelola dengan baik, sektor pertanian di Indonesia bisa menjadi salah satu sumber daya strategis yang tidak hanya memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga menciptakan lapangan kerja yang menarik bagi generasi muda. 

Beberapa hal yang menjadi strategi meningkatkan minat generasi muda adalah:

  1. Mengintegrasikan Teknologi ke dalam Pendidikan Pertanian: Mengajarkan inovasi digital di bidang pertanian melalui kurikulum sekolah dan universitas.
  2. Peningkatan Insentif dan Akses Modal: Memberikan kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga rendah serta pelatihan manajemen usaha agribisnis.Pemerintah melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah memberikan insentif kepada petani muda untuk memulai usaha agribisnis. Dukungan lain termasuk pelatihan dan pendampingan dalam adopsi teknologi
  3. Meningkatkan Citra Pertanian: Kampanye yang menggambarkan pertanian sebagai sektor yang modern, inovatif, dan berdampak besar pada keberlanjutan pangan.
  4. Membangun Kemitraan dengan Industri: Menghubungkan generasi muda dengan perusahaan agribisnis untuk menciptakan peluang kerja dan kewirausahaan.
  5. Mengembangkan Pasar Digital untuk Produk Pertanian: Memanfaatkan platform e-commerce untuk membantu petani muda menjual produk mereka langsung ke konsumen.
  6. Strategi Peningkatan Partisipasi: Diperlukan kolaborasi lebih erat antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta untuk:  meningkatkan akses generasi muda ke pembiayaan, mempromosikan citra pertanian modern yang berbasis teknologi, juga memberikan akses pasar yang lebih luas melalui platform digital.

Bagaimana Kondisi di Negara Tetangga?

Jika melihat kondisi di negara-negara Asia Tenggara lainnya, minat generasi muda terhadap sektor pertanian juga menghadapi tantangan yang serupa, namun terdapat perbedaan dalam cara pendekatan dan pengelolaan oleh masing-masing negara. 

Berikut adalah gambaran perbandingannya:

  1. Thailand

Thailand dikenal sebagai salah satu produsen hasil pertanian terbesar di Asia Tenggara, khususnya beras, buah-buahan tropis, dan hasil hortikultura. Berbicara mengenai minat generasi muda terhadap pertanian, maka  stigma pertanian sebagai pekerjaan tradisional juga ada di Thailand, tetapi modernisasi dan industrialisasi sektor ini lebih maju dibandingkan Indonesia.

Thailand telah mendorong generasi muda untuk menggunakan teknologi pertanian, seperti drone dan sistem pertanian presisi. Pemerintah juga memiliki inisiatif untuk menciptakan wirausahawan muda di sektor pertanian melalui program pelatihan dan insentif.

Keunggulan yang dimiliki Thailand adalah memiliki infrastruktur pertanian yang lebih berkembang dan dukungan teknologi yang lebih masif, sehingga menarik lebih banyak generasi muda ke sektor ini.

  1. Vietnam

Di Vietnam pertanian menyumbang porsi besar terhadap ekonomi Vietnam, terutama dalam ekspor beras, kopi, dan hasil laut.

Minat generasi muda di Vietnam terhadap pertanian juga menghadapi tantangan yang sama. Urbanisasi yang cepat dan peralihan ke sektor manufaktur membuat generasi muda kurang tertarik pada pertanian. Namun di satu sisi Vietnam berhasil meningkatkan minat melalui investasi dalam agritech (misalnya, aplikasi untuk mengelola ladang) dan pengembangan koperasi modern yang mengakomodasi kebutuhan petani muda.Vietnam menonjol dalam pemberdayaan petani muda dengan akses pasar global yang kuat untuk produk agribisnis.

  1. Malaysia

Sektor pertanian Malaysia lebih fokus pada komoditas seperti kelapa sawit, karet, dan durian, yang menghasilkan nilai tambah tinggi. Sektor pertanian sering dianggap tidak menarik oleh anak muda Malaysia karena pendapatan lebih besar di sektor minyak, gas, dan manufaktur.

Namun pemerintah Malaysia mendorong inovasi dengan teknologi pertanian modern, misalnya program Smart Farming yang menggabungkan IoT, otomatisasi, dan data analitik.

Malaysia memiliki pendekatan yang lebih futuristik dengan insentif untuk wirausaha muda di sektor ini, termasuk dukungan finansial dan pelatihan berbasis teknologi.

  1. Filipina

Filipina juga merupakan negara agraris dengan padi, jagung, dan hasil laut sebagai produk utama. Filipina juga menghadapi tantangan  urbanisasi dan tingginya angka migrasi tenaga kerja ke luar negeri yang membuat sektor pertanian kehilangan tenaga muda. Untuk itu  Filipina mulai memanfaatkan teknologi digital seperti aplikasi e-commerce pertanian dan memberikan subsidi kepada petani muda. Ditambah lagi dengan adanya program pelatihan dan akses  pembiayaan diberikan bagi generasi muda melalui organisasi internasional dan lembaga pemerintah.

Dibandingkan dengan negara-negara tetangga Indonesia unggul dalam hal memiliki potensi besar dalam hal lahan subur, keanekaragaman hayati, dan pasar domestik yang besar. Pemerintah juga mulai fokus pada teknologi melalui program Petani Milenial.  Namun tantangannya adalah bahwa Indonesia masih tertinggal dalam penerapan teknologi dan infrastruktur pertanian dibandingkan Thailand dan Malaysia. Urbanisasi juga lebih cepat dibandingkan upaya modernisasi sektor ini.

Apa yang Bisa Dipelajari dari Negara Lain?

  1. Modernisasi Teknologi: Mengikuti jejak Thailand dan Malaysia dengan investasi besar dalam agritech.
  2. Kemitraan Global: Meniru Vietnam dengan fokus pada pengembangan pasar global untuk produk agribisnis.
  3. Pelatihan dan Insentif: Memberikan program yang mendukung petani muda seperti yang dilakukan Malaysia dan Filipina.
  4. Peningkatan Infrastruktur: Menyediakan akses internet di pedesaan untuk mendukung smart farming seperti di negara-negara tetangga.

Dengan menerapkan pelajaran dari negara-negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia memiliki peluang besar untuk menarik lebih banyak generasi muda ke sektor pertanian.

Mari melihat beberapa contoh keberhasilan petani milenial di Indonesia:

  • Jajang Tauhidin dari Purwakarta, Jawa Barat, memanfaatkan program Petani Milenial untuk meningkatkan pendapatannya sebagai petani sayur. Dengan dukungan pelatihan dan akses teknologi dari program ini, ia berhasil meningkatkan omzetnya hingga 2,5 kali lipat. Program ini juga membantunya dalam distribusi hasil panen, akses ke bibit unggul, dan pengadaan alat pertanian seperti cultivator (sumber dari regional.kompas.com)
  • Savira Alvina Syakur, petani milenial asal Bandung, Jawa Barat, sukses di sektor kopi melalui hilirisasi produk. Ia mengelola proses produksi secara mandiri dari hulu ke hilir dan mendirikan Kafe Kopi Gunung. Usahanya meraih omzet hingga Rp 90 juta per bulan berkat inovasi ini  (sumber dari regional.kompas.com)
  • Sandi Octa Susila, seorang duta petani milenial, telah mengintegrasikan teknologi digital seperti Internet of Things (IoT) dan drone dalam pengelolaan lahan hortikultura. Ia juga berhasil membangun jaringan dengan lebih dari 300 petani lain dan meningkatkan efisiensi rantai distribusi pertanian, yang memberikan margin keuntungan lebih besar bagi petani  (sumber dari paktanidigital.com)

Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana generasi muda mampu menggabungkan teknologi, kreativitas, dan inovasi untuk mengembangkan sektor pertanian di Indonesia. Dukungan dari pemerintah melalui pelatihan dan akses permodalan menjadi faktor penting keberhasilan mereka.