Lulusan SMK dan Pendidikan Vokasi Kian Menjadi Pilihan di Dunia Kerja

0
459
Pelaksana Tugas (Plt.) Dirjen Pendidikan Vokasi, Tatang Muttaqin, saat berbicara dalam Bincang Santai dengan Media terkait “Kondisi Tenaga Kerja Lulusan Pendidikan Vokasi di Indonesia” (Foto: Kemendikdasmen)

(Vibizmedia – Jakarta) Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) kini semakin banyak berkarier di sektor perdagangan dan industri. Penelitian terbaru menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada sektor white collar dan blue collar di kalangan lulusan SMK. Pekerja white collar biasanya menjalankan tugas administratif atau manajerial, sedangkan blue collar mencakup pekerja dengan tugas fisik tanpa memerlukan kualifikasi khusus.

Sejak 2022, lulusan SMK mulai menunjukkan perkembangan karier di bidang white collar, seperti profesional dan teknisi. Hal ini menandakan bahwa SMK tidak hanya mempersiapkan tenaga kerja untuk pekerjaan fisik, tetapi juga menghasilkan tenaga ahli terampil di berbagai sektor penting. Peningkatan tersebut memperlihatkan bahwa pendidikan vokasi memiliki peran besar dalam mendukung industri di Indonesia.

Selain itu, lulusan PTV juga mendominasi sektor white collar, terutama di bidang kesehatan, perdagangan, dan pemerintahan, yang menjadi tiga bidang utama tempat lulusan bekerja. Secara umum, lulusan SMK dan PTV cenderung bekerja di sektor formal yang memberikan stabilitas pendapatan dan perlindungan sosial lebih baik. Keberadaan mereka turut berkontribusi pada penerimaan negara melalui pajak. Berdasarkan data Sakernas Agustus 2024, masa tunggu lulusan vokasi untuk mendapatkan pekerjaan rata-rata hanya 0 hingga 2 bulan.

Tatang Muttaqin, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, dalam sebuah acara media di Jakarta pada 29 November 2024, menyatakan bahwa pendidikan vokasi menjadi salah satu fokus utama dalam RPJMN IV 2020-2024. Untuk mendukung perkembangan ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi telah meluncurkan program-program seperti Dana Padanan, Dana Kompetitif, Teaching Factory (Tefa), dan SMK Pusat Keunggulan.

Program Teaching Factory (Tefa) disebutnya penting karena memberikan siswa pengalaman belajar di lingkungan yang menyerupai industri nyata, sehingga mereka memperoleh keterampilan praktis dan soft skills yang dibutuhkan di dunia kerja. Data Rapor Pendidikan menunjukkan bahwa 84,5 persen SMK di Indonesia telah mengimplementasikan Tefa dengan kategori “Baik” dan “Sedang.”

Keberhasilan penerapan Tefa terlihat di SMK YPM 8 Sidoarjo, yang memproduksi mesin CNC Milling Training Unit SYS-8 4025 hasil kolaborasi siswa dan industri. Dengan harga sekitar Rp150.000.000 per unit, hasil penjualan mesin digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran dan produksi di sekolah.

Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, memberikan apresiasi terhadap penerapan program Tefa. Ia menyatakan bahwa pendidikan vokasi di Indonesia telah mengalami kemajuan pesat, di mana lulusan tidak hanya siap bekerja, tetapi juga memiliki peluang untuk membuka usaha, terutama di sektor ekonomi kreatif. Hetifah menambahkan bahwa anggapan mengenai SMK sebagai penyumbang pengangguran sudah tidak relevan, mengingat angka pengangguran lulusan SMK terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.

Melalui program inovatif seperti Teaching Factory, pendidikan vokasi di Indonesia dinilai berhasil meningkatkan kesiapan kerja lulusan SMK dan PTV. Kini, mereka memiliki peluang lebih besar untuk sukses, baik sebagai profesional maupun wirausahawan, berkat kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri.