(Vibizmedia – Internasional) Di luar aromanya yang tak mengenakkan, bunga bangkai punya pesona tersendiri. Tak mengherankan, jika daya tariknya menyebar luas, tak hanya di Bengkulu, di mana bunga ini menjadi flora identitas, tetapi juga hingga ke New York.
Sebuah taman konservasi sederhana dibangun di desa Tebat Monok, Kepahiang, sekitar 50 kilometer dari ibu kota provinsi Bengkulu. Di lahan seluas sekitar 3 hektare itu, terhampar berbagai jenis tanaman bunga bangkai atau Amorphophallus. Pemiliknya adalah Holidin, yang bersama 6 saudaranya jatuh cinta dan menyatukan tekad untuk melestarikan bunga raksasa dengan bau tak sedap itu.
Di Bengkulu, bunga bangkai disebut dengan nama kibut, sedangkan secara nasional tumbuhan ini dikenal sebagai titan arum.
Holidin awalnya adalah warga Kabupaten Seluma, Bengkulu yang kemudian pindah ke Kepahiang. Mereka datang sekitar tahun 80-an, ketika kondisi alam masih terjaga.
“Ketika lebih kurang 3 tahun kami ada di kabupaten Kepahiang, ternyata ada banyak pembukaan alam secara liar oleh masyarakat, kemudian ada juga illegal logging. Jadi kami anggap ini memprihatinkan,” papar Holidin.
Tergerak oleh ancaman yang diterima bunga bangkai oleh ulah manusia, Holidin memulai sendiri upaya konservasi itu pada 1998. Tidak ada yang mengajarinya ilmu merawat dan melestarikan flora semacam itu, semua didasarkan pada pengalaman berinteraksi langsung dengan alam.
Bukan hanya melakukan konservasi, Holidin juga aktif mengajak masyarakat Bengkulu untuk melestarikan bunga bangkai.
Apa itu Amorphophallus
Bunga bangkai memiliki umbi yang digunakan sebagai sarana budidaya. Umbi ini akan tumbuh menjadi tanaman dengan daun-daun cukup lebar dan batang yang tinggi. setelah tiba waktunya, dia akan layu dan seolah mati. Tetapi ini merupakan fase antara, karena setelah itu akan muncul bunga besar dari titik di mana pohon itu tumbuh. Butuh waktu bertahun-tahun, bisa mencapai 10 tahun, dari umbi ditanam hingga pertama kali muncul bunga bangkai. Setelah sekali mekar dan kemudian layu, bunga akan kembali mekar dalam jangka 2-3 tahun kemudian.
Amorphophallus adalah nama genus untuk tumbuhan dari famili talas-talasan ini. Ada sekitar 200 spesies dari genus ini, dengan Indonesia memiliki setidaknya 25 spesies, 18 di antaranya endemik. Ada 8 spesies di wilayah Sumatra dengan persebaran yang terbatas, dan Bengkulu menjadi daerah yang paling identik dengan bunga bangkai. Sementara di Jawa ada 5 spesies endemik, di Kalimantan ada 3, dan 1 spesies endemik di Sulawesi. Bunga ini biasanya tumbuh di hutan hujan daratan rendah tropis, dan sedikit di subtropis.
Setidaknya ada dua bunga bangkai raksasa yang cukup dikenal dari genus ini, yaitu Amorphophallus titanum dan Amorphophallus gigas. Titanum memiliki ukuran bunga sangat besar dan tinggi, bisa mencapai tinggi 3 meter dengan diameter hampir 2 meter. Sementara gigas memiliki ciri tangkai yang panjang antara permukaan tanah dan bunga itu sendiri.
Menurut Sofian, koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu, bunga ini memiliki dua fase hidup.
“Semua jenis bunga bangkai mengalami 2 fase kehidupan, pertama fase vegetatif muncul daun dan batang dulu. Ketika dalam fase vegetatif ini kandungannya sudah cukup, dia akan beralih ke fase generatif, munculnya tunas bunga,” ujar dia.
Hingga saat ini, di Bengkulu khususnya dan Sumatera secara umum, masih cukup banyak ditemukan bunga bangkai mekar di habitat aslinya, di hutan-hutan. Bunga yang sering dianggap memiliki bau seperti aroma kaos kaki ini telah ditetapkan secara nasional melalui sebuah keputusan menteri pada 1989, sebagai flora identitas Bengkulu.
“Ini termasuk tanaman liar, khususnya di hutan hujan tropis. Dia tumbuh baik di lingkungan yang lembab, tidak terkena sinar matahari langsung,” ujar Sofian.
Seperti yang disampaikan Holidin, bunga bangkai bisa dibudidayakan melalui umbinya. Karena itulah, di alam liar umbi menjadi faktor penting untuk dilestarikan. Sofian menegaskan, selama umbinya terawat dengan baik, tumbuhan ini akan terus berbunga di tempat itu lagi.
“Asal tidak diganggu, tidak dipecah-pecah. Dia akan menjalani fase vegetatif lagi atau fase berdaun setelah mekar,” kata Sofian.
Sofian memaparkan, dari bentuk umbi kecil hingga muncul bunga, tumbuhan ini memerlukan waktu 4-5 tahun hingga mengeluarkan bunga untuk pertama kalinya. Bunga ini akan mekar sempurna selama 1 hari, kemudian perlahan layu dalam rentang waktu satu pekan. Setelah itu akan membutuhkan waktu 1-2 tahun untuk bisa berbunga kembali. Karena jarak waktu yang cukup lama itulah, bunga bangkai menjadi sangat berharga dan layak untuk ditunggu.
Bunga bangkai yang dibudidayakan, mungkin membutuhkan waktu lebih panjang untuk sampai ke fase berbunga, dibandingkan dengan mereka yang tumbuh di habitat aslinya. Begitu juga, ukuran mekar sempurna bunga bangkai di habitat asli, jauh lebih besar daripada tumbuhan yang dibudidayakan.
“Januari dan Februari biasanya menjadi periode paling banyak bagi bunga bangkai untuk mekar. Di Hutan Lindung Boven Lais, Desember 2024 lalu, ada yang mekar dengan tinggi mencapai 3 meter,” tambah Sofian.
“Kalau Amorphophallus titanum tumbuh di pedalaman, di hutan, itu benar-benar raksasa, berbeda dengan yang dibudidayakan. Kalau kita melihat yang mekar di tengah-tengah hutan, di pedalaman rimba, itu benar-benar kayak bunga purba, saking besarnya,” kata dia lagi.
Karena perbedaan itulah, wisatawan baik dalam negeri maupun dari luar negeri, tetap datang ke Bengkulu agar benar-benar bisa menikmati pesona bunga bangkai itu.
Umbi Amorphophallus sendiri, oleh pemerintah pusat telah masuk jenis yang dilindungi, melalui UU 5/90 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Mekar Pertama Kali di New York
Setelah menunggu selama tujuh tahun, bunga bangkai akhirnya mekar untuk pertama kalinya di Brooklyn Botanic Garden, New York, pada 24 Januari lalu.
Dikutip dari Reuters, sejumlah pengunjung memiliki kesan bau yang berbeda-besa.
“Begitu banyak bau yang berbeda,” kata Giry Nathan, salah satu pengunjung di taman botani ini.
“Kami mencium bau keju, bau kotoran, bau keringat. Sekarang saya mencium bau kaus kaki yang berkeringat, bau kaki. Dan kemudian, seperti, kadang-kadang, saya benar-benar mencium bau bunga yang sangat cepat berlalu, tipis, dan menyenangkan. Namun, itu tidak sesering bau busuknya,” kata dia.
Sementara Isa Francisco, warga New York menyebut : “Menurut saya, baunya seperti sesuatu yang tumbuh di tanah, sebenarnya. Dan menurut saya baunya memang busuk, tetapi lebih seperti makanan yang membusuk.”
Sementara Marissa Roer mengatakan bahwa ini adalah pengalaman yang luar biasa.
“Sesuatu yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Warnanya sangat cerah, dan jika Anda benar-benar mendekat, itu seperti putik bunga, baunya unik,” ujarnya.
Presiden Brooklyn Botanic Garden, Adrian Benepe mengakui mekarnya bunga ini adalah saat yang menakjubkan.
“Seluruh warga Brooklyn datang untuk melihat bunga ini, hari ini, di salah satu hari terdingin tahun ini. Jumlah pengunjung kami lima kali lebih banyak daripada biasanya hari ini,” kata dia.
Kate Fermoile, direktur interpretasi dan pameran di taman botani Brooklyn menjelaskan, kaitan bau ini dengan daya tarik bagi kumbang bangkai, yang memang tertarik pada benda yang berbau busuk.
“Seperti kotoran atau telur busuk, keju bau, hal-hal seperti itu. Jadi, kalau tanaman lain, bunga yang berbau harum, itu menarik bagi lebah, atau menarik bagi burung kolibri, atau burung lainnya. Bunga ini menarik bagi kumbang dan lalat,” kata dia.
Sumber: voaindonesia.com