(Vibizmedia – Jakarta)Industri kimia dianggap sebagai salah satu sektor strategis yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, sektor ini menjadi prioritas pengembangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT), Taufiek Bawazier, menyampaikan bahwa pada tahun 2024, kelompok sektor industri kimia, farmasi, dan obat tradisional mampu mencatat pertumbuhan sebesar 5,86 persen, melebihi pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,03 persen. Dalam sebuah diskusi dengan Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta pada Jumat (14/3), ia menjelaskan bahwa produksi industri kimia selama ini telah memenuhi kebutuhan bahan baku bagi sektor manufaktur lainnya, seperti industri plastik dan tekstil. Oleh sebab itu, pemenuhan permintaan bahan baku kimia dari produksi dalam negeri dinilai penting karena dapat meningkatkan nilai tambah dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Selain itu, industri kimia juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan devisa negara. Pada tahun 2024, nilai ekspor industri ini mencapai USD 17,39 miliar. Untuk lebih meningkatkan kinerja sektor ini, tantangan yang dihadapi adalah membangun ekosistem petrokimia dan energi yang terintegrasi agar lebih kompetitif.
Sepanjang tahun 2024, investasi di industri kimia mencapai Rp 65,76 triliun. Pemerintah berupaya mendorong investasi melalui berbagai kebijakan fasilitasi, termasuk pengembangan industri petrokimia di beberapa wilayah seperti Teluk Bintuni, Tanjung Enim, dan Kutai Timur. Taufiek menegaskan bahwa kinerja industri kimia akan berkontribusi secara signifikan terhadap target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen dalam lima tahun ke depan. Diperkirakan pada tahun 2029, sektor IKFT, termasuk industri kimia, akan memberikan nilai tambah sebesar Rp 46,09 triliun.
Direktur Legal, Hubungan Eksternal, dan Ekonomi Sirkular PT Chandra Asri Pacific Tbk, Edi Rivai, menyatakan bahwa selama 30 tahun terakhir, perusahaan terus mendukung pengembangan industri petrokimia dan kimia di Indonesia. Chandra Asri Group disebut sebagai salah satu perusahaan terkemuka di Asia Tenggara dalam bidang energi, kimia, dan infrastruktur. Saat ini, perusahaan tersebut memiliki kompleks petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia dan mengoperasikan berbagai pabrik penting seperti Naphtha Cracker, Styrene Monomer, Butadiene, MTBE, dan Butene-1, serta didukung oleh infrastruktur utama yang meliputi fasilitas energi, air, dermaga, dan tangki.
Chandra Asri Group, melalui PT Chandra Asri Alkali (CAA), saat ini tengah membangun pabrik Chlor Alkali dan Ethylene Dichloride (CA-EDC) berskala global. Proyek ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan industri hilir nasional, menggantikan impor soda kaustik, serta mendukung ambisi Indonesia sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia. Pada tahun 2024, CAA telah merealisasikan investasi sebesar Rp 1,26 triliun untuk proyek tersebut, dengan total rencana investasi yang diproyeksikan mencapai Rp 15 triliun. Proyek ini juga telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional dalam RPJMN 2025–2029 sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025.
Dalam proyeksi 20 tahun ke depan, sejak kuartal pertama tahun 2027 saat pabrik mulai beroperasi penuh, diperkirakan impor soda kaustik akan berkurang hingga 827 ribu ton likuid per tahun, yang nilainya setara Rp 4,9 triliun per tahun. Sementara itu, dengan pasar EDC domestik yang sudah terpenuhi, produk EDC dari CA-EDC direncanakan untuk 100 persen diekspor, sehingga berpotensi menambah devisa negara hingga Rp 5 triliun per tahun.
Untuk mendukung kelancaran investasi ini, pihak perusahaan berharap adanya kemudahan dalam perizinan impor garam industri sebagai bahan baku utama pabrik Chlor Alkali, ketersediaan infrastruktur jalan tol untuk distribusi dan logistik, serta perlindungan pasar dalam negeri terhadap impor soda kaustik yang berlebihan. Selain itu, perusahaan juga mengapresiasi berbagai insentif dari pemerintah, seperti fasilitas tax holiday dan tax allowance, yang dinilai berperan penting dalam meningkatkan kepercayaan untuk terus berinvestasi di dalam negeri.
Edi optimistis bahwa proyek CA-EDC akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional, khususnya dalam pengembangan industri kimia, serta berkontribusi pada pencapaian program Asta Cita dan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.
Sementara itu, peneliti INDEF, Ahmad Heri Firdaus, menambahkan bahwa pembangunan pabrik CA-EDC akan memberikan efek berganda terhadap industri baterai listrik nasional. Menurutnya, peran Indonesia dalam rantai suplai kendaraan listrik global akan semakin besar jika kemandirian dalam produksi soda kaustik dapat dijaga. Hal ini akan mendukung pengembangan baterai kendaraan listrik (EV) dan memperkuat ekspor EV dalam pasar global.
Heri juga menjelaskan bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, sektor Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional memerlukan tambahan investasi minimal 8,12 persen. Salah satu langkah strategis untuk mencapai target ini adalah dengan terus mendorong investasi di industri kimia, yang dinilai memiliki potensi besar sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional serta mampu memberikan efek berganda terhadap perekonomian, terutama dengan dukungan pemerintah dan pertumbuhan pasar domestik.