(Vibizmedia – Nasional) Dalam situasi di mana banyak negara mengalami kenaikan harga telur akibat fenomena eggflation, Indonesia justru menunjukkan kondisi yang berbeda. Produksi telur nasional tetap melimpah, harga stabil, dan pasokan terjaga.
Fenomena eggflation telah menyebabkan lonjakan harga telur di berbagai negara, yang berdampak pada produk berbasis telur seperti kue kering dan makanan olahan lainnya yang kini mencapai harga tertinggi. Namun, Indonesia tidak mengalami dampak serupa, karena harga telur tetap stabil dengan stok yang mencukupi.
Menurut laporan Love Money pada 24 Maret 2025, kenaikan harga telur di berbagai negara dipicu oleh beberapa faktor, seperti wabah flu burung yang meningkatkan biaya produksi serta krisis pasokan. Di Swiss, harga telur per kilogram mencapai US$6,85 atau sekitar Rp113.534, sementara di Selandia Baru mencapai US$6,22 atau Rp103.063. Di negara lain, seperti Singapura, Amerika Serikat, Prancis, dan Australia, harga telur juga mengalami lonjakan yang signifikan.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, Moch. Arief Cahyono, menyampaikan bahwa per 25 Maret 2025, harga telur ayam ras nasional berada di angka Rp29.475 per kilogram, dengan harga di DKI Jakarta lebih rendah dari rata-rata nasional, yaitu Rp27.688 per kilogram. Ia menegaskan bahwa pemerintah terus menjaga ketersediaan dan harga komoditas pangan strategis, termasuk telur, sehingga pasokan tetap aman, terutama selama Ramadan dan Lebaran.
Arief menjelaskan bahwa surplus produksi telur di Indonesia menjadi faktor utama kestabilan harga. Berdasarkan proyeksi neraca pangan 2025 dari Badan Pangan Nasional, produksi telur ayam ras diperkirakan mencapai 6,4 juta ton, sementara kebutuhan bulanan sekitar 518 ribu ton. Dengan angka tersebut, Indonesia diprediksi akan terus mengalami surplus.
Selain itu, negara-negara eksportir grand parent stock (GPS) ayam ke Indonesia, seperti Amerika Serikat dan Prancis, justru mengalami lonjakan harga akibat kekurangan pasokan serta wabah penyakit unggas. Hal ini menunjukkan bahwa industri peternakan ayam petelur secara global tengah menghadapi tantangan besar.
Di sisi lain, Kementerian Pertanian juga memastikan stabilisasi ketersediaan bahan baku pakan melalui berbagai program, seperti pengembangan sentra jagung, optimalisasi distribusi pakan, serta pemanfaatan bahan baku alternatif. Keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi jagung nasional sebagai sumber utama pakan ternak disebut sebagai salah satu faktor kunci dalam menjaga kestabilan harga dan pasokan telur.
Surplus produksi ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengekspor telur ayam ke negara-negara yang mengalami keterbatasan pasokan. Pemerintah bahkan telah merencanakan ekspor 1,6 juta butir telur setiap bulan ke Amerika Serikat. Arief menegaskan bahwa ekspor ini telah diperhitungkan dengan matang agar tidak mengganggu keseimbangan pasokan dalam negeri.









