Menkeu: KEM-PPKF 2026 Disusun di Tengah Fragmentasi Global dan Risiko Ekonomi yang Meningkat

0
430
Menteri Keuangan Sri Mulyani ( Foto: Kemenkeu)

(Vibizmedia – Jakarta) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2026 dihadapkan pada perubahan besar dan mendasar dalam tatanan serta tata kelola global. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR RI mengenai pengantar KEM-PPKF 2026, di Jakarta, Selasa (20/5).

“Globalisasi dan semangat kerja sama kini bergeser ke arah fragmentasi dan kompetisi tajam antarnegara. Proteksionisme dan sikap ‘my country first’ semakin mengikis kerja sama bilateral dan multilateral yang sebelumnya dibangun pasca Perang Dunia II oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat,” ujar Sri Mulyani.

Perubahan ini, lanjutnya, telah mengganggu rantai pasok global, meningkatkan risiko dan biaya transaksi, serta menyebabkan gejolak nilai tukar, inflasi, dan tingginya suku bunga global. Arus modal keluar juga menjadi tantangan tersendiri bagi negara berkembang.

IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi 2,8%, atau turun 0,5 poin dari proyeksi sebelum perang tarif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga direvisi turun 0,4 poin menjadi 4,7% untuk tahun 2025 dan 2026.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah terus mendorong reformasi regulasi dan investasi demi menjaga pertumbuhan ekonomi mendekati 5%. Langkah-langkah seperti penyederhanaan perizinan, peningkatan iklim usaha, serta pemanfaatan APBN untuk stimulus dan perlindungan masyarakat akan tetap dilanjutkan.

Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan fiskal 2026 akan difokuskan pada upaya memperkuat kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi nasional. Instrumen fiskal digunakan secara selektif dan efektif untuk meredam guncangan tanpa mengorbankan agenda pembangunan jangka menengah.

Pemerintah juga menargetkan pendapatan negara sebesar 11,71%–12,22% dari PDB, belanja negara di kisaran 14,19%–14,75% dari PDB, dan menjaga defisit fiskal di level 2,48%–2,53%.

Beberapa asumsi dasar ekonomi makro untuk tahun 2026 meliputi:

  • Pertumbuhan ekonomi: 5,2%–5,8%
  • Suku bunga SBN 10 tahun: 6,6%–7,2%
  • Nilai tukar: Rp16.500–Rp16.900 per USD
  • Inflasi: 1,5%–3,5%
  • Harga minyak: USD60–USD80 per barel
  • Lifting minyak: 600–605 ribu barel/hari
  • Lifting gas: 953–1.017 ribu BOE/hari

Untuk indikator kesejahteraan, target tahun 2026 mencakup:

  • Tingkat kemiskinan: 6,5%–7,5%
  • Pengangguran terbuka: 4,44%–4,96%
  • Rasio gini: 0,377–0,380
  • Indeks Modal Manusia (IMM): meningkat ke 0,57 dari target 2025 sebesar 0,56