(Vibizmedia – Jakarta) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong transformasi digital sektor manufaktur sebagai bagian dari implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Tujuannya adalah menjadikan industri manufaktur nasional semakin produktif, inovatif, dan kompetitif secara global.
Salah satu sektor yang menjadi fokus adalah industri pengolahan kelapa sawit. Untuk itu, Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin mengembangkan Sistem Informasi Produk Sawit dan Turunannya (Siprosatu) sebagai bagian dari program digitalisasi industri hilir sawit.
“Siprosatu akan menjadi sistem utama pelaporan data secara real-time yang mencatat neraca massa bahan baku dan produk. Ini akan menjadi alat bantu penting dalam pembinaan industri sekaligus pengawasan dan pengendalian oleh regulator,” ujar Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (13/6).
Lebih jauh, Siprosatu dirancang untuk menelusuri jejak produk sawit dari hulu hingga ke konsumen akhir. Sistem ini memastikan transparansi rantai pasok dan menjaga akuntabilitas dalam hal penerimaan negara, mulai dari produksi, konsumsi, hingga distribusi dan ekspor produk turunan sawit.
Produk yang akan dimonitor melalui Siprosatu mencakup hasil industri CPO serta RFM (Refinery, Fractionation, Modification), termasuk minyak goreng sawit, oleofood, dan biodiesel.
“Siprosatu juga fleksibel untuk diintegrasikan dengan sistem lain yang dikelola kementerian atau lembaga lain, termasuk Sistem Informasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) dalam mendukung sertifikasi keberlanjutan,” tambah Putu.
Dalam mendukung implementasi sistem ini, Kemenperin mengapresiasi kerja sama dengan PT Siemens Indonesia yang telah berperan dalam membangun kapasitas SDM perusahaan sawit, calon pengguna Siprosatu. Bentuk dukungannya mencakup pelatihan teknis terkait Making Indonesia 4.0 dan digitalisasi proses bisnis industri.
Siemens juga dilibatkan dalam proses pengembangan Siprosatu guna memberi masukan teknis, baik dalam hal hardware, software, infoware, hingga humanware. “Kolaborasi ini diharapkan mampu mempercepat pembangunan Siprosatu secara terintegrasi,” jelas Putu.
Ia optimistis, dengan sistem ini, performa sektor industri agro dapat semakin terdongkrak. Industri agro selama ini telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Pada triwulan I tahun 2025, sektor ini tumbuh 4,69 persen, dengan nilai investasi mencapai Rp38,72 triliun, terdiri dari Rp21,33 triliun penanaman modal asing dan Rp17,39 triliun penanaman modal dalam negeri.
Kontribusi industri agro terhadap PDB industri nonmigas mencapai 52,17 persen, dan menyerap 9,37 juta tenaga kerja di periode yang sama. “Ini membuktikan bahwa industri agro adalah sektor strategis dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Putu.