Kemenperin Dorong Peningkatan Daya Saing Industri Batik Lewat Sinergi dan Inovasi

0
232
Foto: Kemenperin

(Vibizmedia – Jakarta) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pertumbuhan industri batik nasional agar semakin dikenal dan diminati berbagai kalangan. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Yayasan Batik Indonesia (YBI).

“Industri batik Indonesia memiliki kekayaan motif, warna, bahan, dan teknik yang tersebar di berbagai daerah. Ini merupakan potensi besar untuk terus dikembangkan,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA), Reni Yanita, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (23/6).

Reni menyoroti Kabupaten Cirebon sebagai salah satu pusat batik nasional terkemuka, khususnya melalui Sentra Batik Trusmi di Kecamatan Plered yang menaungi lebih dari 600 perajin batik. Batik khas daerah ini meliputi motif mega mendung, waleran, dan merawit.

Salah satu keunikan Batik Merawit Cirebon terletak pada teknik pembuatannya yang sangat detail dan menggunakan canting berujung kecil untuk menghasilkan garis-garis halus berwarna lebih gelap. Keistimewaan ini mengantarkan Batik Tulis Merawit Cirebon memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis (IG) pada 2024.

Guna mendukung promosi lebih luas, Batik Tulis Merawit akan diangkat sebagai ikon utama dalam Gelar Batik Nusantara (GBN) 2025 yang akan digelar di Pasaraya Blok M, Jakarta, pada 30 Juli–3 Agustus 2025 dengan tema “Bangga Berbatik”.

“Nilai ekspor batik nasional pada triwulan I 2025 mencapai USD7,63 juta, dengan pasar utama ke Jepang, AS, dan Eropa. Batik Cirebon, termasuk dari Trusmi, turut memberi kontribusi signifikan, baik dalam bentuk kain maupun produk jadi,” jelas Reni.

Dialog dan Inovasi di Sentra Batik Trusmi

Dalam kunjungan kerja ke Sentra Batik Trusmi, Dirjen IKMA menggelar dialog dengan para perajin, APPBI, Komunitas Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (KMPIG), dan Dinas Perindustrian Kabupaten Cirebon.

“Kami berharap Trusmi dapat menjadi model sentra IKM berbasis budaya yang unggul, inovatif, dan berkelanjutan,” ujar Reni.

Dialog ini menghasilkan sejumlah strategi kebijakan untuk memperkuat industri batik nasional, termasuk pelestarian budaya, perlindungan kekayaan intelektual, serta akselerasi adopsi teknologi.

KMPIG memperkenalkan penggunaan QR-code untuk produk batik IG guna menjamin transparansi informasi produk, mulai dari motif, bahan, lokasi produksi, hingga identitas perajin. Hal ini dinilai meningkatkan nilai tambah dan kepercayaan konsumen.

Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Budi Setiawan, menyampaikan bahwa inovasi digital seperti ini mendukung pengembangan kualitas dan autentisitas produk batik.

Diskusi juga mengangkat potensi Batik Waleran yang memiliki teknik gradasi khas dan tengah dipertimbangkan untuk memperoleh sertifikasi IG baru.

“Promosi, penguatan warisan budaya, serta keberlanjutan industri melalui inovasi dan sinergi lintas pihak menjadi fokus utama Kemenperin dalam mendorong industri batik,” ujar Budi.

Ketua APPBI, Komarudin Kudiya, mengapresiasi dukungan pemerintah dan memaparkan adaptasi IKM batik terhadap era digital, termasuk penggunaan teknologi AI untuk pengembangan desain serta pengelolaan limbah cair melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal.

Kunjungan ditutup dengan demonstrasi teknik batik merawit di IKM Batik Katura, serta kunjungan ke IKM EB Batik Tradisional dan IKM Batik Hafiyan yang aktif melestarikan motif klasik khas Cirebon.