Tren Wisata Pendakian Meningkat, Pemandu Gunung Minta Regulasi Ketat Demi Keselamatan

0
164
Wisata gunung
Wisata gunung. FOTO: KEMENPAREKRAF

(Vibizmedia-Nasional) Peningkatan tajam minat masyarakat terhadap wisata pendakian gunung mendorong munculnya seruan dari kalangan pemandu gunung agar pemerintah segera menyusun regulasi yang lebih ketat. Salah satunya datang dari Lazuardi, pemandu gunung berpengalaman yang berbasis di lereng Gunung Slamet, Banyumas, Jawa Tengah.

Ia mengungkapkan bahwa pendakian gunung kini telah menjadi wisata massal, tidak lagi terbatas pada kalangan pendaki berpengalaman. “Banyak pendaki datang karena ingin konten media sosial atau sekadar ikut-ikutan,” ujarnya. Perubahan tren ini, menurutnya, harus segera direspons pemerintah dengan kebijakan tegas demi keselamatan pendaki dan kelestarian ekosistem gunung.

Lazuardi menyebut bahwa tren ini berdampak positif bagi ekonomi lokal. Banyak warga kini memiliki penghasilan dari penyewaan alat, jasa porter, ojek, warung, homestay, hingga pemandu wisata. “Dulu masyarakat hanya mengandalkan pertanian atau pekerjaan informal. Sekarang, gunung menjadi salah satu sumber penghasilan utama,” katanya.

Namun, di balik potensi ekonomi tersebut, tersimpan risiko yang tak kalah besar. Volume pendaki yang terus meningkat membawa tantangan terhadap keseimbangan lingkungan, timbunan sampah, serta meningkatnya insiden kecelakaan di gunung.

Lazuardi menekankan perlunya regulasi tentang daya dukung dan daya tampung gunung. Ia meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pariwisata, serta pemerintah daerah bersama pengelola kawasan gunung — termasuk Taman Nasional dan Perhutani — segera menyusun kajian kapasitas lingkungan dan kuota pendaki yang jelas dan terukur.

“Tak semua gunung bisa menampung ribuan orang sekaligus. Harus ada pembatasan ketat berdasarkan kajian ilmiah,” ujarnya. Ia menyarankan penerapan pendaftaran online yang transparan dan terintegrasi, sebagaimana telah diterapkan di beberapa gunung populer seperti Rinjani, Semeru, dan Merbabu.

Lazuardi juga menyoroti lemahnya kesadaran sebagian pendaki dalam menjaga kebersihan dan keselamatan. Ia mendesak agar diterapkan aturan wajib Zero Waste Hike, mewajibkan pendaki membawa kembali sampahnya, serta adanya standar keamanan minimum, seperti rambu evakuasi, pos darurat, dan pengecekan perlengkapan sebelum naik.

“Banyak pendaki fokus pada foto-foto indah, tapi lupa soal keselamatan. Padahal, kecelakaan sering terjadi karena minimnya keterampilan, bukan karena alamnya,” jelasnya.

Bagi pendaki pemula, Lazuardi menyarankan penggunaan jasa pemandu gunung profesional. Ia menekankan bahwa pemandu bukan sekadar penunjuk jalan, tapi juga penjaga keselamatan dan pengambil keputusan krusial di medan ekstrem.

“Kalau pendaki maksa terus naik di cuaca buruk, bisa fatal. Pemandu tahu kapan naik, kapan mundur,” katanya. Ia menambahkan, pemandu yang tergabung dalam Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) telah memiliki sertifikasi nasional dan pelatihan keselamatan.

Lebih jauh, Lazuardi mendorong standarisasi dan sertifikasi profesi pemandu gunung yang lebih kuat melalui keterlibatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada wisatawan serta pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan.

“Pariwisata gunung bukan soal jumlah kunjungan, tapi soal tanggung jawab kolektif. Pemerintah, pengelola, masyarakat, dan pendaki harus bersinergi untuk kelestarian dan keselamatan bersama,” katanya.