AS-Indonesia Capai Kesepakatan Dagang Strategis, Tarif Impor Produk RI Hanya 19 Persen

0
180
Foto: OJK

(Vibizmedia – Jakarta) Di tengah ketegangan global akibat perang dagang dan fragmentasi pasar, mantan Presiden sekaligus kandidat kuat Presiden AS 2024, Donald Trump, mengumumkan melalui platform media sosialnya, Social Truth, bahwa Amerika Serikat telah menjalin kesepakatan dagang strategis dengan Indonesia.

Salah satu poin utama dalam kesepakatan ini adalah penetapan tarif impor sebesar 19 persen untuk produk Indonesia yang masuk ke pasar AS—jauh di bawah tarif rencana awal sebesar 32 persen. Tarif ini juga lebih kompetitif dibandingkan Vietnam (20–40 persen), Malaysia (25 persen), dan Thailand (36 persen).

Menurut Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, nilai strategis dari perjanjian ini tidak semata pada angka tarif, tetapi pada pengakuan eksplisit terhadap posisi penting Indonesia dalam rantai pasok global, khususnya terkait mineral kritis seperti tembaga dan rare earth.

“Bukan sekadar tarif 19 persen, tapi sinyal kuat bahwa AS mengakui Indonesia sebagai mitra strategis dalam pasokan sumber daya masa depan,” ujar Fakhrul, Rabu (16/7/2025).

Kesepakatan ini juga mencakup komitmen Indonesia untuk membeli 50 unit pesawat Boeing, serta kerja sama di sektor energi dan pertanian. Namun yang paling krusial, menurut Fakhrul, adalah penyebutan langsung peran Indonesia dalam ekosistem mineral penting—komponen kunci untuk kendaraan listrik, teknologi tinggi, dan energi bersih.

Peluang Investasi dan Dorongan untuk BI Turunkan Suku Bunga

Selisih tarif yang signifikan dengan negara pesaing regional diperkirakan akan mendorong relokasi investasi industri ke Indonesia. Fakhrul memperkirakan potensi masuknya investasi baru sebesar USD 200–300 juta dalam 1–2 tahun ke depan, terutama ke kawasan manufaktur ekspor.

“Ini saatnya Indonesia tancap gas. Konsolidasi sudah cukup,” tegasnya.

Ia juga menyoroti perlunya respons cepat dari Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuan. Dengan inflasi hanya 1,87 persen, penguatan nilai tukar rupiah, serta meredanya tekanan eksternal, Fakhrul menyebut saat ini sebagai momen ideal bagi kebijakan moneter untuk lebih pro-pertumbuhan.

Penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin disebut akan menjadi sinyal kuat keseriusan pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi.

Dampak Potensial terhadap Pasar

Dengan kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, Trimegah memperkirakan:

  • Rupiah menguat ke level Rp15.500/USD pada akhir 2025
  • Kembalinya arus modal asing ke pasar domestik
  • Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terdorong ke 7.750

Sektor-sektor unggulan yang diproyeksikan tumbuh di semester kedua 2025 antara lain:

  • Logam dan mineral strategis (nikel, tembaga, aluminium)
  • Sektor konsumsi, seiring peningkatan daya beli dan stimulus fiskal
  • “Tahun ini, peluang untuk pasar Indonesia jauh lebih besar dibanding risikonya. Namun semua tergantung pada kecepatan dan ketepatan eksekusi kebijakan,” ujar Fakhrul.

Momentum yang Tak Boleh Disia-siakan

Fakhrul menegaskan, kesepakatan dagang ini bukan hanya tentang angka, melainkan tentang momentum geopolitik dan ekonomi yang harus dimanfaatkan secara optimal.

“Tarif rendah hanya pelumas. Kepercayaan strategis adalah bahan bakarnya. Indonesia sekarang punya keduanya. Tinggal bagaimana kita menjalankannya,” pungkasnya.