(Vibizmedia – Jakarta) Kementerian Perindustrian terus mendorong pelestarian dan pengembangan industri batik agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Upaya ini sekaligus menegaskan bahwa industri batik mampu bertahan dan berkembang di tengah derasnya arus industri fesyen modern.
“Batik yang kaya akan cerita dan makna kini semakin dikenal dan digemari lintas generasi, bahkan telah berhasil menembus pasar global,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Reni Yanita dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (20/7).
Reni menyampaikan bahwa di tengah meningkatnya permintaan batik, tantangan dalam menjaga keaslian dan kualitas produk turut meningkat. Oleh karena itu, pelaku industri batik, yang sebagian besar merupakan IKM, perlu mendapatkan pembinaan, fasilitasi, dan dukungan promosi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.
“Peningkatan kualitas batik juga kami dorong melalui pendekatan standardisasi. Mengingat maraknya produk tiruan yang menyulitkan konsumen membedakan batik asli,” ungkapnya.
Ia menambahkan, standardisasi menjadi strategi penting untuk menjawab tantangan globalisasi dan dinamika pasar. Beberapa standar yang diterapkan meliputi SNI Batik, SKKNI, Batikmark, Sertifikasi Halal, hingga Sertifikasi Industri Hijau, yang seluruhnya memberi jaminan mutu, keaslian, dan keberlanjutan produksi.
“Setiap standar ini memiliki peran: SNI memastikan mutu produk, SKKNI menjamin kompetensi pengrajin, Batikmark menandai keaslian, sedangkan Sertifikasi Halal dan Industri Hijau membuka peluang pasar yang lebih luas, termasuk internasional,” jelasnya.
Standardisasi, menurut Reni, tidak hanya penting dari sisi produksi, tetapi juga menambah nilai pada aspek branding. Di tengah meningkatnya kesadaran konsumen terhadap keaslian, estetika, dan isu lingkungan, batik bersertifikat memiliki daya saing lebih tinggi.
Sebagai langkah konkret, Ditjen IKMA bersama Yayasan Batik Indonesia (YBI) menggelar webinar bertema Standardisasi pada Industri Batik secara daring pada 7 Juli 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian acara Gelar Batik Nusantara (GBN) dan Hari Batik Nasional (HBN) 2025.
Webinar menghadirkan pembicara dari regulator dan praktisi, seperti Direktur Penguatan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Asesor Manajemen Mutu dari Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik, serta Direktur Akasia Batik Yogyakarta.
Puncak perayaan GBN dan HBN 2025 akan digelar dalam bentuk Pameran Gelar Batik Nusantara pada 30 Juli–3 Agustus 2025 di Pasaraya Blok M, Jakarta. Pameran ini menampilkan batik unggulan dari berbagai daerah dan menjadi media edukasi publik mengenai pentingnya standardisasi dalam menjaga kualitas dan warisan budaya.
Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan Budi Setiawan berharap webinar ini dapat meningkatkan pemahaman pelaku IKM dan masyarakat tentang manfaat standardisasi serta proses pengajuannya.
“Ini merupakan ruang sinergi antara pelaku usaha, masyarakat, dan pemangku kepentingan untuk memperkuat fondasi industri batik nasional. Keberlanjutan industri batik bergantung pada kesadaran bersama untuk menjaga standar mutu,” ujarnya.
Budi juga berharap seluruh pihak terlibat aktif dalam memperkuat daya saing dan keberlanjutan industri batik. Menurutnya, batik bukan hanya kain, melainkan identitas budaya yang memiliki potensi ekonomi besar jika dijaga kualitasnya dan terus dikenalkan.
Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian PPPA, sekaligus anggota Presidium Ikatan PIMTI Perempuan Indonesia, Rini Handayani, turut mengapresiasi inisiatif ini. Ia menegaskan bahwa industri batik merupakan ruang penghidupan bagi jutaan pelaku IKM perempuan di berbagai pelosok tanah air.
“Mayoritas tenaga kerja di industri batik adalah perempuan—perajin, pelaku usaha, ibu rumah tangga, hingga generasi muda. Maka, penguatan kapasitas dan kualitas merupakan hal krusial yang harus terus ditingkatkan,” tegasnya.