Wamenkop: Komunitas Agroforestri Kunci Penguatan Kopdes-Kel Merah Putih

0
168
Agroforestri
Ilustrasi sistem Agroforestri skala besar. FOTO: KLHK

(Vibizmedia-Nasional) Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono menegaskan bahwa komunitas agroforestri memegang peranan penting dalam mendukung penguatan Koperasi Desa-Kelurahan (Kopdes-Kel) Merah Putih. Menurutnya, keberadaan koperasi di komunitas agroforestri mampu membuka peluang ekonomi hijau, meningkatkan pendapatan petani, sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.

“Kalau di komunitas agroforesti sudah ada koperasinya, akan kita bantu. Kalau bentuknya hanya kelompok usaha, mereka tidak akan bisa naik skala usaha ekonominya karena sulit untuk mendapatkan akses permodalan dan lain sebagainya,” ujar Ferry saat menjadi narasumber pada Seminar Nasional dan Expo Inovasi di Kampus Universitas Padjajaran, Jatinangor, Rabu (20/8).

Ferry menambahkan, komunitas di kawasan kehutanan memiliki manfaat dan nilai ekonomis yang bisa dikembangkan. Tantangan utama, lanjutnya, adalah meningkatkan hasil produksi masyarakat agar dapat di-offtaker oleh koperasi, diproses, dan menghasilkan nilai tambah.

“Selanjutnya, bersama koperasi, kita akan melakukan penjualan, pemasaran baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” tegasnya.

Ia menyebut, pemerintah melalui Kemenkop telah mendapat mandat dari Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk lebih dari 80 ribu Kopdes Merah Putih di seluruh desa di Indonesia. Kehadiran Kopdes, katanya, diharapkan mampu menjadi instrumen utama pembangunan ekonomi desa yang berkeadilan.

“Sekarang, negara menghadirkan koperasi desa untuk memecahkan masalah yang terjadi di pedesaan itu. Fungsi Kopdes-Kel Merah Putih juga menjual produk-produk supaya lebih murah dan terjangkau di masyarakat bawah,” tambahnya.

Selain memperkuat kelembagaan koperasi, Ferry menilai dukungan teknologi juga menjadi kunci dalam meningkatkan daya saing usaha masyarakat desa.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Hediati Hariyadi, menilai pilihan atas tanaman sukun dalam sistem agroforestri merupakan langkah tepat.

“Seminar ini bukan hanya menjadi ruang berbagi pengetahuan, tetapi juga wadah membangun jaringan antara akademisi, praktisi, pelaku usaha, pemerintah, hingga masyarakat,” kata Titiek.

Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan sukun sebagai sumber pembangunan pangan, keberlanjutan ekologi, dan inovasi pertanian masyarakat.

“Dengan kolaborasi yang kuat antara akademisi, praktisi, pelaku usaha, pemerintah, hingga masyarakat, saya yakin sukun dapat berpengaruh besar dalam mewujudkan bisnis Indonesia Emas 2045 sebagai rumbung pahlawan dunia,” pungkasnya.