(Vibizmedia – Jakarta) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat sektor industri padat karya dengan berbagai kebijakan strategis. Salah satunya melalui penyiapan Kredit Industri Padat Karya (KIPK) yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan. Skema ini hadir untuk mendukung revitalisasi mesin produksi, meningkatkan produktivitas, memperluas lapangan kerja, sekaligus menjaga daya saing industri seperti tekstil, pakaian jadi, sepatu, hingga furnitur.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, KIPK dirancang untuk memberikan keringanan pembiayaan bagi pelaku industri padat karya.
“Melalui KIPK, kami berharap produktivitas meningkat dan penyerapan tenaga kerja bisa lebih besar,” ujarnya di Jakarta, Selasa (26/8).
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Tri Supondy, menambahkan, skema ini menawarkan pembiayaan berbunga ringan untuk pembelian mesin baru maupun modal kerja.
“Dengan begitu, industri bisa lebih produktif dan berdaya saing,” katanya dalam forum Focus Group Discussion (FGD) Optimalisasi Penyaluran Kredit Alsintan dan KIPK di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat.
Program ini menyasar sektor pakaian jadi, tekstil, kulit dan alas kaki, furnitur, makanan-minuman, serta mainan anak. Kredit dapat digunakan untuk pembelian mesin atau peralatan baru, modal kerja, hingga pembiayaan ulang mesin berusia maksimal dua tahun. Plafon pinjaman berkisar Rp500 juta hingga Rp10 miliar, dengan tenor maksimal delapan tahun dan subsidi bunga lima persen per tahun.
Pemerintah menargetkan plafon kredit KIPK mencapai Rp20 triliun pada 2025, dengan penerima antara 2.000–10.000 usaha padat karya. Hingga kini, pemanfaatannya sudah mencapai Rp744 miliar dengan 347 calon penerima yang ditetapkan melalui 12 bank penyalur, di antaranya BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, hingga sejumlah BPD daerah.
Untuk memastikan program tepat sasaran, Kemenperin telah menerbitkan Permenperin Nomor 34 Tahun 2025 yang mengatur kriteria penerima, seperti memiliki NIB, NPWP, akun SIINas, mempekerjakan minimal 50 orang dalam setahun terakhir, telah beroperasi minimal dua tahun, serta bebas dari catatan kredit bermasalah. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan petunjuk teknis pembayaran subsidi bunga agar lebih mudah diakses perbankan.
Dukungan regulasi juga datang dari kementerian lain, antara lain Permenko Perekonomian Nomor 4 Tahun 2025 sebagai pedoman pelaksanaan, serta PMK Nomor 55 Tahun 2025 tentang tata cara subsidi bunga.
Tri menegaskan, sinergi lintas kementerian, pemerintah daerah, perbankan, dan pelaku usaha sangat penting agar penyaluran KIPK berjalan optimal.
“Dengan kerja sama semua pihak, manfaat KIPK bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, baik melalui penciptaan lapangan kerja baru maupun peningkatan daya saing industri nasional,” pungkasnya.