Pemerintah Jaga Daya Beli, Harga Beras Bulog Tak Berubah

0
123
Beras
Ilustrasi Gabah/Beras petani dalam negeri. FOTO: BULOG

(Vibizmedia-Nasional) Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, memastikan harga beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) tidak mengalami kenaikan. Harga eceran tertinggi (HET) beras Bulog tersebut tetap ditetapkan sebesar Rp 12.500 per kilogram atau Rp 62.500 untuk kemasan 5 kilogram.

Keputusan ini merupakan hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) tingkat menteri bidang pangan yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan. Rapat dihadiri sejumlah pejabat, di antaranya Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Budi Santoso, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, serta Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo.

“Kan baru rapat nih harga HET katanya kan mau dinaikkan, tapi perintahnya tetap harganya. (Beras Bulog) tetap nggak boleh naik, tetap keputusannya Rp 12.500/kg, nggak boleh naik,” ujar Rizal Ramdhani usai rakortas di Jakarta Pusat, Senin (1/9).

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional telah memutuskan kenaikan HET beras medium di pasaran menjadi Rp 13.500/kg dari Rp 12.500/kg per 26 Agustus 2025. Sementara HET beras premium tetap di level Rp 14.900/kg.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengakui bahwa dirinya yang mengusulkan kenaikan harga beras SPHP dalam rakortas tersebut. Usulan itu didasarkan pada penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) yang naik dari Rp 6.000/kg menjadi Rp 6.500/kg.

“Jadi saya mengusulkan harusnya kalau GKP naik, maka beras Bulog yang dilepas harganya juga dinaikkan. Namun hasil rakortas memutuskan tidak ada kenaikan untuk seluruh beras Bulog,” jelas Arief.

Menurutnya, penolakan tersebut bertujuan menjaga daya beli masyarakat agar tetap memiliki akses terhadap beras dengan harga terjangkau. Namun, konsekuensinya pemerintah harus menanggung selisih biaya melalui subsidi.

“Bulog itu belinya mahal, jualnya murah. Itu berapapun angkanya akan mempengaruhi subsidi yang dikeluarkan pemerintah. Kalau pemerintah dalam rakortas, Kemenkeu menyetujui, ya nggak apa-apa dong,” tambahnya.