(Vibizmedia – Jakarta) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan bahwa strategi pemerintah dalam menjaga stabilitas harga beras melalui penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) mulai menunjukkan hasil positif.
“Keberhasilan ini tidak lepas dari operasi pasar yang digelar secara masif di berbagai wilayah Indonesia,” ujar Tito dalam keterangan resmi, Senin (15/9/2025).
Ia menjelaskan, operasi pasar yang dilakukan Perum Bulog bersama kementerian terkait berhasil menekan harga beras secara signifikan di sejumlah daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada pekan terakhir Agustus 2025, kenaikan harga beras tercatat di 214 kabupaten/kota. Namun, pada pekan pertama September 2025 jumlahnya turun drastis menjadi 100 kabupaten/kota. Sebaliknya, daerah yang mengalami penurunan harga meningkat dari 58 menjadi 105 kabupaten/kota.
Pemerintah menargetkan penyaluran 1,3 juta ton beras SPHP ke pasar sepanjang Juli–Desember 2025.
Akademisi Universitas Nusa Cendana, Ricky Ekaputra Foeh, menilai langkah pemerintah tersebut patut diapresiasi. Menurutnya, kolaborasi Bulog, Kementerian Pertanian, dan Kemendagri dengan mengguyur pasar menggunakan beras SPHP terbukti efektif menjaga daya beli masyarakat dan menekan laju inflasi pangan.
“Intervensi pemerintah melalui beras SPHP sukses meredam gejolak harga dalam jangka pendek,” kata Ricky.
Namun demikian, Ricky menekankan perlunya strategi lanjutan agar stabilisasi harga pangan tidak hanya bergantung pada intervensi jangka pendek. Upaya tersebut mencakup peningkatan produktivitas pertanian, modernisasi rantai pasok, efisiensi distribusi antarwilayah, penguatan cadangan beras pemerintah, serta dukungan kepada petani melalui pupuk, benih unggul, dan teknologi.
Ia juga menilai keberhasilan menekan harga beras perlu diperluas ke komoditas strategis lain, seperti daging, minyak goreng, bawang putih, dan tepung terigu, karena fluktuasi harga pada komoditas tersebut berdampak langsung terhadap UMKM kuliner, industri makanan, maupun konsumsi rumah tangga.
Selain faktor produksi, Ricky menilai tingginya harga pangan juga dipengaruhi oleh biaya distribusi yang mahal dan rantai perantara yang panjang.
“Reformasi rantai pasok sangat penting untuk menekan biaya logistik, memperkuat transportasi antarwilayah, dan memangkas rantai distribusi agar harga di tingkat konsumen lebih stabil,” pungkasnya.









