
(Vibizmedia – Jakarta) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan agar pemerintah daerah (pemda) tidak membiarkan inflasi tinggi berkepanjangan, karena langsung berdampak pada daya beli masyarakat.
Menurut Tito, inflasi yang tidak terkendali dapat memicu lonjakan harga kebutuhan pokok hingga sulit dijangkau konsumen. Kenaikan harga di daerah, lanjutnya, bisa dipengaruhi faktor distribusi yang terganggu akibat cuaca, tarif angkutan yang meningkat, hingga praktik penimbunan pangan oleh oknum tertentu.
“Tolong kepala daerah yang inflasinya masih tinggi untuk duduk bersama BPS, Bulog, dan asosiasi pengusaha. Cari penyebabnya, apakah karena suplai pangan kurang, tarif angkutan naik, atau distribusi terhambat,” kata Tito dalam keterangan resmi, Rabu (24/9/2025).
Tito menjelaskan, inflasi nasional saat ini berada di level 2,3 persen, sesuai target pemerintah 2,5 persen ±1 persen. Capaian ini tergolong baik, namun ia menekankan bahwa inflasi tidak boleh terlalu rendah maupun terlalu tinggi. Jika inflasi terlalu rendah (di bawah 1 persen), produsen seperti petani dan pelaku industri akan dirugikan karena harga tidak menutup biaya produksi. Sebaliknya, inflasi tinggi membuat kebutuhan pokok tidak terjangkau masyarakat.
Meski terkendali secara nasional, masih ada beberapa daerah yang mencatat inflasi di atas 3,5 persen, antara lain Sulawesi Barat, Riau, Aceh, Papua Pegunungan, Sulawesi Utara, Papua Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Utara.
Sejumlah daerah pun mulai merespons. Kota Tanjungpinang menegaskan pentingnya peran perangkat daerah agar pengendalian harga berjalan efektif melalui pemantauan dan evaluasi rutin Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Sementara itu, Kalimantan Barat melalui Sekda Harisson menyoroti komoditas strategis seperti cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras sebagai penyumbang utama inflasi. Ia menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor dengan kabupaten/kota, Bulog, Satgas Pangan, hingga pelaku usaha.
Harisson juga memastikan penggunaan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System/EWS) untuk mengantisipasi gejolak harga sejak awal. “Kami di Kalbar berkomitmen menjaga stabilitas harga agar inflasi daerah tetap terkendali dan sejalan dengan target nasional,” ujarnya.








