ASEAN DEFA: Mendorong Transformasi Ekonomi Digital Menuju USD2 Triliun di 2030

0
241
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat mengikuti forum The 14th ASEAN Digital Economy Framework Negotiating Committee Meeting, di Jakarta, Selasa (7/10/2025). (Foto: Kementerian Ekon)

(Vibizmedia – Jakarta) Dengan jumlah penduduk lebih dari 680 juta jiwa, kawasan ASEAN memiliki kekuatan demografis yang menjadikannya salah satu pasar digital paling dinamis dan berkembang pesat di dunia.

Menurut laporan e-Conomy SEA 2024 yang disusun oleh Temasek, Bain & Company, dan Google, nilai ekonomi digital Asia Tenggara mencapai USD263 miliar dalam bentuk gross merchandise value (GMV) pada tahun 2024, dengan pendapatan sekitar USD89 miliar.

Di tengah lonjakan pertumbuhan ekonomi digital di kawasan, Indonesia turut menjadikan sektor ini sebagai prioritas strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2024, kontribusi ekonomi digital Indonesia tercatat sebesar USD90 miliar dan diperkirakan akan menembus USD110 miliar pada tahun 2025. Bahkan, angka tersebut diproyeksikan melonjak hingga USD360 miliar pada tahun 2030, dengan sektor e-commerce menyumbang sekitar USD150 miliar.

“Data ini menunjukkan besarnya peluang dan beragamnya potensi pertumbuhan di Asia Tenggara. Di sinilah pentingnya ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA), yang menjadi wujud komitmen kita untuk membangun ekonomi digital senilai USD2 triliun pada tahun 2030, dengan mendorong inovasi, inklusivitas, dan ketahanan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam The 14th ASEAN Digital Economy Framework Negotiating Committee Meeting di Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Sebagai inisiatif yang diusung Indonesia saat menjabat sebagai Ketua ASEAN pada tahun 2023, DEFA bertujuan mempercepat transformasi digital di kawasan melalui penguatan kerja sama antarnegara, harmonisasi regulasi, peningkatan interoperabilitas sistem digital, serta pemberdayaan UMKM dan pengembangan talenta digital.

DEFA diharapkan menjadi fondasi utama bagi pertumbuhan ekonomi digital ASEAN, dengan potensi nilai mencapai USD2 triliun pada tahun 2030.

Namun demikian, Menko Airlangga juga menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi, seperti fragmentasi pasar digital ASEAN, perbedaan regulasi antarnegara, kebijakan data yang belum seragam, serta keterbatasan ekspansi UMKM ke pasar regional. Oleh karena itu, DEFA menjadi kerangka penting untuk menjaga momentum pertumbuhan dan merancang masa depan ekonomi digital ASEAN.

Hingga putaran ke-13 di Hanoi, Vietnam, sebanyak 19 dari 36 artikel (52,78 persen) telah disepakati, mencakup berbagai isu teknis. Putaran ke-14 di Jakarta menargetkan capaian 70 persen untuk paragraf inti dan bernilai tambah, agar hasilnya dapat diadopsi dalam ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-57 dan AEC Council ke-26 pada Oktober 2025.

Isu-isu utama yang dibahas meliputi perlakuan non-diskriminatif terhadap produk digital (NDTDP), transfer lintas batas informasi (CBTI), kode sumber (Source Code), lokasi fasilitas komputasi (LOCF), serta kerja sama sistem kabel bawah laut untuk telekomunikasi.

Tahapan perundingan DEFA akan dilanjutkan dengan mekanisme pemantauan bersama, peningkatan peran sektor swasta, bantuan teknis, dan pembentukan mekanisme penyelesaian sengketa guna memastikan implementasi yang efektif. Penyusunan final draf perjanjian ditargetkan rampung pada awal 2026, dengan penandatanganan akhir dijadwalkan pada kuartal ketiga tahun yang sama.

“Kita harus menggandakan upaya agar ASEAN DEFA menjadi kerangka kerja digital regional pertama di dunia yang modern, komprehensif, dan visioner, demi mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di seluruh kawasan ASEAN,” tutup Menko Airlangga.