
(Vibizmedia-Nasional) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat daya saing industri kimia nasional, khususnya sektor polivinil klorida (PVC), chlor-alkali plant (CAP), dan produk turunannya. Industri kimia dinilai sebagai sektor vital dan strategis karena berperan penting sebagai penopang utama rantai pasok manufaktur nasional.
“Selama ini, industri kimia menjadi jantung dari rantai pasok manufaktur nasional. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menjaga iklim usaha yang kondusif, menjamin pasokan bahan baku seperti garam industri, serta memastikan ketersediaan energi gas bumi bagi sektor tersebut,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (22/10).
Pernyataan tersebut disampaikan Menperin usai melakukan pertemuan dengan jajaran direksi AGC Chemicals Company, Jepang, dan PT Asahimas Chemical, yang dihadiri oleh President of AGC Chemicals Company Tatsuo Momii, Executive Officer of Essential Chemicals General Division Yoshihisa Horibe, Presiden Direktur PT Asahimas Chemical Eddy Sutanto, serta Wakil Presiden Direktur PT Asahimas Chemical Kazunori Uchigashima.
Dalam audiensi itu, Agus Gumiwang meminta AGC Chemicals Company mempertimbangkan untuk memindahkan kantor pusat regional (headquarter) Asia Tenggara dari Thailand ke Indonesia.
“Indonesia memiliki pasar besar, tenaga kerja kompetitif, dan ekosistem industri yang semakin matang. Sudah saatnya Indonesia menjadi pusat kendali operasi AGC di Asia Tenggara,” tegas Menperin.
Langkah tersebut diyakini akan memperkuat komitmen investasi AGC yang telah mencapai USD 1,6 miliar melalui PT Asahimas Chemical. Perusahaan yang telah beroperasi selama 36 tahun di Cilegon, Banten, itu juga menyerap lebih dari 3.000 tenaga kerja.
Saat ini, PT Asahimas Chemical memproduksi tiga komoditas utama, yakni Polivinil Klorida (PVC) berkapasitas 750.000 ton per tahun, Kaustik Soda (NaOH) sebesar 679.800 ton per tahun, dan Monomer Vinil Klorida (VCM) sebesar 800.000 ton per tahun. Produk-produk tersebut menjadi bahan dasar bagi lebih dari 400 industri turunan di dalam negeri maupun luar negeri, mulai dari sektor pipa plastik, otomotif, peralatan rumah tangga, hingga infrastruktur konstruksi.
“Keberadaan PT Asahimas Chemical sangat berperan penting dalam memperkuat struktur industri kimia nasional, terutama dalam rantai pasok sektor PVC dan chlor-alkali yang menjadi bahan dasar bagi berbagai sektor manufaktur strategis,” tutur Menperin.
Agus Gumiwang juga menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga iklim usaha industri PVC dan produk turunannya melalui revisi Standar Nasional Indonesia (SNI) 59:2017 tentang Resin Polivinil Klorida (PVC). Revisi tersebut bertujuan menjadikan SNI sebagai instrumen non-tarif (NTB) untuk melindungi industri dalam negeri sekaligus menjamin keamanan konsumen.
“Revisi SNI ini bukan sekadar panduan teknis, tetapi langkah strategis untuk memperkuat kemandirian industri hulu kita,” jelasnya.
Pendekatan baru ini mengatur standar bahan baku karena kandungan merkuri dalam produk akhir sulit dideteksi melalui alat uji laboratorium.
Data Kemenperin menunjukkan, rata-rata utilisasi produksi PVC mencapai 88% dalam lima tahun terakhir, dengan nilai ekspor USD 321,3 juta dan impor USD 53,8 juta pada 2024. Meski masih surplus, impor PVC dari Tiongkok meningkat signifikan hingga 22,2% per tahun, akibat pengalihan arus perdagangan global akibat hambatan non-tarif di negara lain seperti India dan Australia.
Agus Gumiwang menyoroti tantangan ketersediaan bahan baku garam industri, yang menjadi input vital bagi industri CAP dan soda ash. Kebutuhan garam industri nasional untuk sektor CAP mencapai 2,3 juta ton per tahun, sementara 90% pasokan masih bergantung pada impor.
“Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pengembangan industri garam nasional. Pemerintah akan memperkuat industrialisasi garam untuk mendukung substitusi impor dan memastikan ketersediaan bahan baku bagi industri kimia,” tegas Agus.
Selain bahan baku, Menperin menegaskan pentingnya pasokan gas bumi bagi sektor industri nasional. Menurutnya, kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) terbukti memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
“Dampak HGBT lima kali lipat lebih besar dibandingkan nilai fasilitas yang diberikan. Ini bukti bahwa kebijakan energi kita efektif memperkuat daya saing industri,” pungkasnya.
Kemenperin optimistis, penguatan industri kimia nasional yang didukung investasi strategis, kebijakan energi efisien, serta peningkatan kualitas bahan baku akan memperkokoh posisi Indonesia sebagai basis manufaktur kimia terdepan di kawasan Asia Tenggara.